Posts

Showing posts from November, 2014

“Kisah Pak Minung”

Image
Oleh: Syaiful Bahri U dah dua hari ini Pak Minung terlihat bersedih. Setiap pagi ia duduk di depan rumahnya. Tatapan matanya selalu kosong. Di atas dipan bamboo yang ada dipojok rumahnya, ia sering duduk sendirian. Tak ada asap rokok yang biasanya terlihat mengepul keluar dari mulutnya. Kopi dan gorengan pisang yang masih hangat tak lagi menemaninya. Ia sangat gelisah. Enggak bisa tenang dalam duduknya. Ia seperti orang yang sedang berpikir keras, mencari-cari atau menyesali sesuatu. Tapi ia selalu mengakhiri dengan elusan tangan lembut didadanya. Seolah menenangkan dirinya sendiri untuk bersabar. Ketika menjelang siang, saat putrinya akan berangkat pergi kesekolah. Anaknya merengek untuk minta diantarkan ke sekolah. Jarak sekolahnya dengan rumah sekitar 4 kilometer. Biasanya Pak Minung selalu senang hati mengantar anak-anaknya ke sekolah. Diantara putrinya, Iyas yang masih duduk di kelas 4 SD selalu ia antar. Pak Minung memang selalu berusaha untuk mengantar jemput anaknya

“Ketika Hidup Semakin Berat”

Image
Oleh: Syaiful Bahri C obaan kok enggak ada habis-habisnya ya. Baru aja kemaren BBM naik. Gaji enggak cukup buat nutupin hutang. Eh, malah kena surat peringatan.karena ikutan demo. Lamar kerja kesana-kemari belum ada panggilan.  Anak pada minta dibeliin sepatu bola. Yang gede minta dibeliin laptop. Ampek Samsung, android, smartphooone…. Duh…, Belum bini yang udah pada uring-uringan dengan uang belanja yang habis. Suami selingkuh. Anak-anak terjerat narkoba. Tagihan kredit datang terus. Penyakit enggak sembuh-sembuh.  Pusing kepala. Rasanya mau pecah. Udah hampir putus asa aja jadinya. Hah, sesak nafas. Mau mati aja dibuatnya. Kok jadi begini ya hidup. Musibah terus menerus menimpa. Percuma sholat terus, tapi hidup enggak pernah senang. Susaaahh…..melulu. Di ujiii….. terus. Capek, Ah. Tuhan memang tidak adil. Duh, keluhannya semakin panjang. Berentet, berekor, enggak putus-putus. Pake nyalahin Tuhan enggak adil. Hidup memang penuh dengan ujian. Dari satu masalah ke masalah yang

“Bicara Pada Langit III”

Image
(Duh... Tuhan, Kuatkan aku) Syaiful Bahri Malam semakin tinggi. Udara terasa dingin. Kakiku tidak mampu untuk berdiri. Sajadah merahku basah. Geliat malam membawa orang pada mimpi-mimpinya. Entah mengapa aku teringat istriku yang setahun lalu meninggalkanku dalam kesedihan bersama dua anak kami. Wajah lembut dan berseri itu. Kini membayangi lintasan hatiku. Mungkinkah itu sebabnya dia datang melihat aku. Tidak! Tidak! Aku tidak boleh pergi. Anak-anakku masih kecil. Mereka pasti sangat membutuhkan seorang ayah. Sejak umminya tidak ada. Mereka kehilangan kasih sayang. Mereka butuh perhatian. Masa-masa mereka sangat membutuhkan kehadiranku, ayahnya. Ah, biar..biar..tinggalkan abang disini aja dik. Tinggalkan abang bersama anak-anak. Mereka pasti sangat membutuhkan abang. Jika waktunya nanti tiba. Insyaallah, kita juga akan bertemu. Mudah-mudahan kita bisa mewarisi anak-anak yang akan mendoakan kita. Malam makin larut.wajah itu makin jelas dihadapanku. Aku tersenyum m

"Bicara Pada langit II"

Image
(Doa-doa terus kupanjatkan) Syaiful Bahri T iba-tiba aku merasakan tubuhku bergetar. Keheningan malam yang semakin sunyi menggoncang segala rasaku. Seperti ada komunikasi yang berlangsung antara aku dan sosok wanita yang tidak asing lagi bagiku. “Sudahlah, anak-anak tidak usah diikutkan.Mereka semua sehat, dalam keadaan baik”, bisik batinku pada bayangan itu. Aku melihat bibirnya tersenyum. Aneh pikirku. Aku ini sebenarnya ada dimana? Aku enggak mengerti ada dinding antara kami, tapi seakan tidak berbatas. Sementara itu,  diluar, aku mendengar suara burung malam yang mengusik heningku. Bukankah ini hanya mimpi. Tapi mengapa tubuhku bergetar dan basah, seolah semua ini nyata. Hek…hek..hek…aku kenapa? Mengapa aku menangis. Kemana semua orang itu? Dian, Eko, Ade, kalian ada dimana? Kemana abah dan emak kalian? Dimana Dinda? Mengapa bangunan ini bisa rubuh? Kenapa orang-orang itu semua seperti berlari ketakutan? Apa yang terjadi? “Ayah….ayah….ayah….” Hah, buka

“Bicara Pada Langit I”

Image
(Aku tetap bersama mereka) Syaiful Bahri Aku sungguh menyesal. Tidak satu katapun mampu keluar dari mulutku. Mataku nanar, berkaca-kaca. Butiran bening terus membasahi kelopak mataku. Ada garis yang mengalir basah berbekas tak terhapus. Seperti guratan nasib yang sudah tertulis sebagai takdirku. Padahal aku sudah coba untuk melawannya. Lidahku semakin kelu. Sesak dadaku tidak tertahan. Kulempar pandanganku keluar lewat bilik jendela sisir yang terbuka. Kutatap langit. Kukuatkan kakiku untuk berdiri. Hanya gelap dan bintang-bintang yang redup di atas sana. Aku coba menghibur diriku dengan bicara pada langit. Pada angin yang melewati. Aku Tanya khabar tentang cintaku, tentang harapanku. tentang mimpiku, tentang masaku, dan tentang dia. Aku sampaikan padaNya. Benarkah ujianMu  karena cintaMu padaku? Benarkah cobaMu adalah menguji imanku? Benarkah tangisku adalah penghapus dosaku dan terkabulnya pintaku? Benarkah takdirMu telah tertulis bagiku? Tapi aku kehilangan semuany

“Irilah dengan Ilmu”

Image
Syaiful Bahri U wakku ini selalu bisa membuatku bangga. Tertawa, dan manggut-manggut. Setiap kali bertemu dengannya kami selalu bercanda dan dari mulutnya senantiasa keluar ayat-ayat Alquran yang mengingatkan aku. Kadang aku tersenyum malu. Diusianya yang 75 tahun, ingatannya masih cukup kuat dan semangatnya selalu berkobar-kobar kalau sudah bercerita tentang makna ayat-ayat alquran, yang menurutnya banyak orang tidak memahaminya  secara benar. Uwakku ini seorang pekerja keras. Ia adalah salah satu dari abang mamakku yang masih hidup sampai sekarang.  Ia generasi pertama yang merintis usaha bengkel mobil di daerah Pabrik Tenun, yang sekarang dilanjutkan ke generasi berikutnya (anak laki-lakinya). Menurutku ia cukup cerdas dan selalu ingin tahu.  Guyonannya kemarin membuatku tertawa tentang jadi seorang professor.  “Jika orang tua masih mampu untuk menyekolahkan teruslah belajar. Andaikan saja uwak dulu bisa sekolah mungkin udah jadi Profesor…..” “Penjarakan ilmu di o

“Babi Hutan Hitam Legam dan Ular Cobra”

Image
Oleh: Syaiful Bahri K hutbahnya diatas mimbar memukul-mukul. Detak jantungku menjadi berdegup kencang. Entah angin apa yang membuat bulu-bulu halus tanganku mendadak bergerak-gerak. Yah, aku merinding. Sedikit menahan nafasku dengan tatapan mata tajam kearah mimbar. Bukan karena takut. Tapi terkejut takjub. Suaranya pelan berwibawa, tiba-tiba menaikkan intonasinya meninggi dan lantang bersuara. Ada getaran dari hatinya yang kurasakan, ketika menatap seluruh jemaah sholat jumat yang mendengarkan khutbahnya. Aku tak mendengar lagi suara angin yang lewat.  Aku tak terpikir lagi tentang lain hal. Aku mencoba untuk terus mendengarkan dan merekam apa yang dikatakan, sembari membayangkan dan menggambarkan peristiwa yang terjadi. Sehingga aku bisa merasakan hadir disetiap kejadian. Ah, aku hanyut dengan apa yang disampaikan. Sungguh, sebenarnya aku tak terlalu mengharapkan ia yang berkhutbah jumat ini. Aku berpikir ia terlalu konvensional dan tradisionil. Hanya bisa berceri

"Gara-Gara BBM Naik"

Image
Oleh: Syaiful Bahri S ewaaan rumah kemaren belum dibayar. Kreditan motor udah nunggak 2 bulan. Pinginnya sih cepat segera dibayar biar kepala enggak pusing. Tapi boro-boro bisa bayar kedua-duanya. Mau makan saja pun sekarang udah susah. Bukan lantaran enggak ada warung dan restoran yang buka. Cuma ngebayangin aja anak yang sedang sakit. Enggak bisa ngebawanya berobat kedokter. Uang lagi enggak punya. Kerja juga enggak.  Kemaren baru aja berhenti kerja . Karena pengusahanya udah bangkrut sebab para buruhnya pada demo minta uang gajinya dinaikin. Jadi, para pengusaha  menutup perusahaannya. itu pilihan yang terbaik pikir mereka. Dari pada  kepala mau pecah mikirin demo melulu para karyawannya.  Nasib. Udah begini hidupnya. Gantungi hidup ama para pengusaha dan pemilik modal yang enggak pernah nepati janjinya untuk menyejahterakan para buruh dan karyawannya. Semua pada gigit jari. Sama seperti kebanyakan yang buat status di media social facebook dan twitter. Salam gigit jari