"Bicara Pada langit II"
(Doa-doa
terus kupanjatkan)
Syaiful Bahri
Tiba-tiba aku merasakan tubuhku bergetar. Keheningan
malam yang semakin sunyi menggoncang segala rasaku. Seperti ada komunikasi yang
berlangsung antara aku dan sosok wanita yang tidak asing lagi bagiku.
“Sudahlah, anak-anak tidak usah diikutkan.Mereka
semua sehat, dalam keadaan baik”, bisik batinku pada bayangan itu.
Aku melihat bibirnya tersenyum. Aneh pikirku. Aku
ini sebenarnya ada dimana? Aku enggak mengerti ada dinding antara kami, tapi
seakan tidak berbatas. Sementara itu,
diluar, aku mendengar suara burung malam yang mengusik heningku. Bukankah
ini hanya mimpi. Tapi mengapa tubuhku bergetar dan basah, seolah semua ini
nyata.
Hek…hek..hek…aku kenapa? Mengapa aku menangis.
Kemana semua orang itu?
Dian, Eko, Ade, kalian ada dimana? Kemana abah dan
emak kalian? Dimana Dinda? Mengapa bangunan ini bisa rubuh? Kenapa orang-orang
itu semua seperti berlari ketakutan? Apa yang terjadi?
“Ayah….ayah….ayah….”
Hah, bukankah itu suara anakku? Dimana mereka?
“Oh, dimana kalian nak? Ini ayah. Ini ayah nak…”
teriakku sekuat-kuatnya.
Suaraku mulai serak. Kerongkonganku kering. Tenagaku
hampir habis. Tapi suara anak-anakku terus menghilang. Lenyap seperti ditelan
bumi.
Hik…hik…hik… aku ini ada dimana? Kenapa semua
meninggalkan aku. Kemana anak-anakku?
Kemana saudara-saudaraku? Dimana sahabatku? Huu…mengapa seolah kalian
tenggelam meninggalkan aku.
Syaf….hening, tiba-tiba menyentakkanku dari sebuah
kejadian yang memecah hatiku menjadi bagian-bagian kecil tanpa rasa.
Catatanku : Juni
2006