Posts

Showing posts from June, 2016

“Malaikatpun Tersenyum”

Image
Oleh: Syaiful Bahri Kek Dollah, aku menyebutnya. Di usianya yang lanjut ia tetap rutin sholat berjamaah di masjid. Perawakannya yang kecil dan kurus tak pernah menghalanginya untuk paling duluan ada di masjid. Terkadang ia membuka pintu-pintu masjid yang masih terkunci. Sambil menunggu waktu azan, ia gunakan waktunya untuk membaca Al-quran dan membaca buku pinjaman dari taman bacaan masjid. Kek Dollah sangat senang sekali Azan. Dengan suara paraunya, ia mengumandangkan azan hampir di setiap waktu. Kadang ia pula yang menjadi imam. Wajah teduhnya menyejukkan. Ketenangannya menghanyutkan. Ia tak mau membuang sisa waktu hidupnya selain untuk beribadah dan memakmurkan masjid. Begitu pula di waktu bulan ramadhan, ia ikut berbuka bersama. Ia menjadi orang tua yang sangat kami hormati. Tapi kini, Kek Dollah   sudah tidak ada. Namun kenangan bersamanya. Masih tetap aku ingat. Bagaimana ia sering bertanya, tentang buku-buku yang ada di taman bacaan yang aku kelola.  Kek Dollah seri

“Nikmatnya Iman”

Image
Oleh: Syaiful Bahri B ila dihitung-hitung, nikmat Tuhan yang mana lagi yang bisa kita dustakan? Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Kita menikmati semua fasilitas yang dikaruniakan Tuhan kepada kita. Nafas dan udara yang kita hirup. Makanan yang kita makan dan minuman yang kita minum. Kita mandi dan membuang hajat. Adalah permulaan aktifitas hidup yang kita jalani. Tubuh kita sehat bisa menjalani semua aktifitas itu adalah merupakan karunia dari Tuhan. Di bulan Ramadhan, kita menjalani aktifitas hidup yang berbeda. Kita menjalankan kewajiban berpuasa di siang hari. Kita disunahkan untuk makan sahur. Di saat itu kita bisa merasakan betapa beratnya bangun di waktu itu. Bagi sebagian besar orang waktu yang paling enak dan nyenyaknya tidur. Tentu ada kemalasan untuk bangun dan makan sahur di akhir malam ditengah udara yang dingin. Namun itu semua bisa kita lakukan karena kita yakin ada keberkahan yang Allah berikan agar kita dikuatkan berpuasa di siang harinya. Sejenak

“Tukang Becak VS Koruptor”

Image
Oleh: Syaiful Bahri Dengan kepala yang ditundukkan, si ibu menjawab sembari menyembunyikan wajahnya dari tatapan mata orang yang bertanya kepadanya. “Suami ibu kerja apa?” “Alaah, bu. Suami saya hanya tukang becak,” jawabnya hampir tidak terdengar. “Loh, tukang becakkan baik bu, rezeki yang di dapat juga halal. Banyak kok sekarang yang jadi tukang becak. Dari pada jadi pejabat tapi koruptor.” Pembicaraan itu penulis dengar disaat ikut antrian di sebuah rumah sakit mata. Duduk di deretan bangku yang tersusun rapi diantara antrian pasien yang lain. Membuat penulis menjadi mencuri dengar pembicaraan   dua orang ibu paruh baya yang duduk didekat penulis. Kok, rasanya si ibu tidak begitu percaya diri ketika  pekerjaan suaminya ditanya. Tampak sepertinya ia merasa minder dengan profesi sang suami. Namun untungnya ibu yang bertanya cukup bijak melihat hal itu. ia tahu perasaan si ibu. Tidak bermaksud merendahkan profesi suaminya. Ia justru memuji profesi suaminya yang mencari

“Jangan Di Pikirkan”

Image
Oleh: Syaiful Bahri S eorang ibu terlihat kesakitan menahan perih di kedua bola matanya. Sang suami yang setia sedang  meneteskan obat tetes mata. Diusianya yang sudah beranjak 60-an tahun ada gangguan penglihatan di kedua bola matanya. Sambil menghapus air matanya yang keluar sang ibu mencoba untuk tersenyum. Tapi kecemasannya tak bisa ditutupi, karena sesaat lagi si ibu akan menjalani operasi mata . Disisi lain seorang ibu yang hampir sebaya dengannya. Duduk dengan tenang sambil menunggu panggilan antrian. Disampingnya ia ditemani oleh seorang anak perempuan berusia 10 tahun. Katanya,”Ini cucu saya, ia sedang libur sekolah.” Penulis yang duduk disampingnya. Senantiasa memperhatikan dan mendengarkan apa yang kedua ibu itu ceritakan. Duduk diantara antrian orang-orang yang sedang menunggu panggilan di sebuah rumah sakit mata  di kota Medan. “Apakah saat operasi nanti akan terasa sakit? Dan sesudahnya saya bisa bekerja seperti biasa?” tanya si ibu yang akan menjalani op

"TIDUR"

Image
(Anekdot: Cerita Orang  Indonesia dibuang dari Pesawat Hercules Oleh: Syaiful Bahri W ak Atok yang senangnya bercanda itu, kerapkali suka membuat orang lain tertawa dengan cerita-ceritanya. Profesinya sebagai marbot masjid (tukang bersih-bersih atau penjaga masjid) membuatnya dikenal orang. Selain orangnya yang ramah, wak atok juga orang yang alim dan pandai bercerita. Menjelang datangnya bulan Ramadhan, kesibukan wak Atok meningkat. Banyak hal yang harus dipersiapkan. Mulai dari bersih-bersih lantai kamar mandi, sampai persiapan untuk takjil berbuka puasa pun udah dipikirkan. Wak Atok orang yang ikhlas dalam bekerja. Baginya semua pekerjaan diniatkan sebagai ibadah kepada Allah, di usianya yang udah lebih dari 60 tahun. Apalagi yang akan ia kejar dari kehidupan dunia ini selain mendekatkan diri kepada Allah. Nah, Wak Atok bercerita. Di saat bulan Ramadhan, umumnya masjid menjadi ramai. Banyak orang yang berpuasa menjadikan masjid sebagai tempat istirahat sembari menungg

"Ketika Ramadhan Datang"

Image
Oleh: Syaiful Bahri B iasanya menjelang kedatangan Ramadhan, harga-harga pangan mulai melonjak naik. Harga daging melambung. Cabe, Bawang dan juga beras ikut-ikutan naik. Banyak orang yang membicarakannya. Para pakar dan pengamat ikut dilibatkan. Media cetak maupun media Elektronik uptodate memberitakannya. Banyak spekulasi yang bermunculan. . Harga-harga kebutuhan pokok semuanya naik. Nyaris masyarakat menengah kebawah ikut berteriak.  Pemerintah sibuk menjalankan operasi pasar. Dan pasar-pasar murah diadakan. Namun masyarakat masih juga mengeluh tingginya harga. Disisi lain masyarakat bertanya-tanya, kapan waktunya berpuasa. Pasalnya penentuan 1 Ramadhan di negeri ini sering berbeda-beda. Masyarakat suka dibuat bingung. Ada juga yang tidak peduli. Ada juga yang sangat antusias menunggu keputusan dari pemerintah lewat sidang Isbatnya. Apakah Hilal sudah terlihat dan berapa ketinggian derajatnya? Para ahli dan pakar astronomi dikumpulkan. Ketok palu pun dilakukan didetik-detik

“Lagak”

Image
Oleh: Syaiful Bahri D an ketika didekati, mereka asik dengan dirinya sendiri. Cuek dan tidak mempedulikan orang yang mendatangi. Sedikitpun wajahnya tak berpaling. Meninggikan diri dan meningkatkan kesibukannya. Ia berharap orang yang datang segera meninggalkannya. Baginya hanya membuang waktu  dan mengganggu saja.  Dimata mereka hanya orang-orang yang sederajat saja yang layak untuk segera dilhampiri dan dilayani.  Bagi mereka senyum itu mahal. Senyum berarti keterbukaan dan siap menjalin hubungan. Mereka sulit melakukan itu. Ada penilaian untung dan rugi. Jika orang yang mendatanginya memberikan keuntungan, mereka segera menghampiri. Tapi bila yang datang tampak tak menguntungkan, mereka belagak tak tahu saja. “Lagak kali kau?! Atau, lagak kali pun orangnya. Benci aku jadinya” Kata-kata itu mungkin pernah kita dengar. Atau boleh jadi keluar sendiri dari mulut kita. Mengapa? Bisa jadi karena kita kesal melihat sikap seseorang yang kita lihat atau yang kita jumpai.