“Asal Mula Nama Kue Bohong
Oleh:
Syaiful Bahri
Dulu, ada sepasang suami istri yang sangat pandai
membuat kue. Mereka tinggal di sebuah desa di tepi sebuah telaga di tengah
hutan. Karena kepandaian mereka membuat kue. Mereka sangat dikenal di desanya.
Kuenya bermacam-macam, rasanya sangat enak. Ada kue yang bentuknya bulat.
Bergulung-gulung. Ada kue yang berlubang-lubang dengan aneka warna. Ada yang
terbungkus daun-daun hutan. Ada kue-kue yang dibakar dan yang direbus. Nama
kue-kuenya juga bermacam-macam sesuai dengan rasa kuenya. Ada rasa strawberry
namanya kue Raw, rasa coklat namanya kue Cok. rasa mangga diberi nama kue Mang,
kalau rasa jeruk diberi nama kue Ruk, sedangkan jika kue itu terbuat dari rasa
anggur diberi nama dengan kue Gurgur. dan lain-lain. Jika sepasang suami istri itu
sedang memasak kue, wangi kuenya akan menyebar kemana-mana. Hampir semua orang
desa akan mencium wanginya.
Mereka berdua adalah sepasang suami istri yang baik
kepada tetangganya. Mereka suka membagi-bagi dan memberi kepada
tetangga-tetangga kue buatan mereka.. Mereka hanya hidup berdua di sebuah gubuk
kecil yang dinding-dindingnya terbuat dari pilah-pilah bamboo hutan yang banyak
tumbuh di pinggir telaga. Mereka hidup sangat sederhana. Tidak ada anak dan
saudara. Namun para tetangga sangat menghormati mereka. Karena mereka suka
menolong membuatkan kue-kue buat orang-orang desa yang membutuhkan tenaga
mereka.
Pada suatu hari terdengar khabar bahwa di kerajaan Kuang sedang dilakukan sebuah
sayembara perlombaan memasak kue. Seluruh rakyat di undang untuk mengikuti dan
menyaksikan perlombaan memasak kue itu. Raja Kuang sedang mencari ahli pembuat
kue untuk istana. Menurut cerita yang di dengar. Raja kuang memiliki seorang
putra yang sangat suka makan kue dan sangat malas. Kerjanya hampir setiap waktu
makan kue. Karena kesukaannya itu, maka putra raja kuang memiliki tubuh yang
sangat gemuk. Hampir setiap hari kerajaan kewalaham memenuhi permintaan kue
darinya. Raja pun menjadi bingung bagaimana caranya agar bisa menghentikan
kebiasaan buruk putranya. Karena tubuhnya terus bertambah gemuk setiap habis
memakan kue-kue buatan istana yang lezat-lezat. Tidak ada seorang pun pembuat
kue istana yang bisa membuat kue untuk menurunkan berat badan putra raja
tersebut dengan syarat tidak mengurangi kesukaan putra raja memakan kue. Raja
kuang menjadi sangat sedih melihat putranya yang terus bertambah gemuk. Kalau
raja melarangnya memakan kue. Putra raja akan jatuh sakit dan badannya akan
menjadi kurus. Melihat kemurungan raja
yang terus menerus, salah seorang penasehatnya menyarankan untuk mengadakan
sayembara perlombaan membuat kue-kue yang enak tapi tidak membuat tubuh putra
raja bertambah gemuk. Saran penasehat kerajaan disetujui oleh raja Kuang, hatinya
sedikit senang dan memerintahkan kepada prajurit-prajurit kerajaan untuk
mengumumkan sayembara tersebut di seluruh kerajaan Kuang.
Di hari yang sudah ditentukan, di istana kerajaan
Kuang berkumpul para ahli pembuat kue yang datang dari seluruh penjuru negeri
Kuang mengikuti sayembara itu. mulai dari pagi sampai hari menjelang malam.
Para ahli pembuat kue-kue itu menunjukkan kebolehannya dalam membuat dan
memasak kue. Namun kue-kue buatan mereka tidak ada satu pun yang disukai putra
raja kuang. Tubuhnya bertambah gemuk setiap kali memakan kue-kue buatan mereka.
Raja bertambah sedih karena melihat putra satu-satunya pewaris kerajaan
tubuhnya terus bertambah gemuk. Hingga peserta sayembara yang terakhir
menunjukkan keahliannya. Hasilnya juga sama. Di sayembara itu tidak ada
pemenangnya. Tidak ada kue yang di sukai oleh putra raja tapi tidak membuatnya
bertambah gemuk.
Hari ke hari wajah sang raja tampak murung.
Pikirannya tak pernah berhenti memikirkan putra mahkotanya. Ia bersedih hati
siang dan malam. Tubuh raja semakin kurus berbeda dengan putranya yang terus
bertambah gemuk. Kemurungan dan kesedihan hati sang raja di rasakan oleh
seluruh rakyatnya. Tak ada seorang pun yang berani berbicara kepada raja.
Sampai suatu ketika Raja Kuang mendengar tentang sepasang suami istri yang
pandai membuat kue yang tinggal di sebuah desa di tepi telaga di tengah hutan
di sebelah utara kerajaan negeri Kuang. Akhirnya raja pun memerintahkan utusan
kerajaan untuk mencari dan menjemput sepasang suami istri itu untuk datang ke
istana.
Sepasang suami istri yang tinggal di tepi telaga itu
tidak terkejut ketika ada utusan kerajaan datang ke gubuknya. Ia sudah
mendengar tentang cerita dan kemurungan sang raja. Namun pada saat utusan
kerajaan meminta kepada sepasang suami istri itu untuk datang menghadap sang
raja. Sepasang suami istri tersebut menolak secara halus permintaan utusan
kerajaan tersebut dengan alasan kepandaian mereka dalam membuat kue akan hilang
jika mereka meninggalkan desanya di tepi telaga di tengah hutan ini. Utusan
sang raja sedikit tampak ragu dan tidak percaya, ia juga tidak mau menentang
perintah raja. Tapi ia juga berpikir apalah gunanya membawa sepasang suami
istri ini ke istana jika kepandaian yang meraka miliki dalam membuat kue akan
hilang sama sekali. Sehingga mereka menjadi tidak berguna sesampainya di
istana.
Melihat keraguan utusan kerajaan itu. suami sang
istri itu berkata, “ Pintalah kepada raja untuk membawa putranya tinggal
bersama kami di gubuk kami ini. kami akan membuatkan kue untuknya. Kue yang
akan sangat di sukainya tapi tidak membuatnya bertambah gemuk,”kata sang suami
itu kepada utusan Raja.
Mendengar itu, utusan raja bertambah bingung ketika
melihat gubuk bamboo tempat tinggal sepasang suami istri yang kecil itu. Ia
menjadi ragu apakah raja akan menyetujuinya. Namun ia mengatakan akan kembali
ke kerajaan dan menyampaikan pesan sepasang suami itu kepada sang raja. Dengan
wajah berseri sepasang suami itu saling berpandangan. Mereka melihat kepergian
utusan sang raja bersama beberapa orang prajutit kerajaan yang mengawalnya
menyusuri jalan setapak yang penuh rumput-rumput kecil di tepi telaga di
desanya.
Sesampainya di istana, utusan itu langsung menghadap
kepada sang raja. Dan mohon ampun tidak dapat membawa sepasang suami istri yang
pandai membuat kue ke istana. Awalnya sang raja tampak kesal dan marah, namun
setelah mendengar penjelasan utusan sang raja dan janji dari sepasang suami
istri itu, Raja pun menyetujuinya. Raja meminta kepada putra mahkotanya untuk
berangkat ke desa itu dan tinggal di gubuk bamboo bersama sepasang suami istri
yang pandai membuat kue di tepi telaga di tengah hutan. Putra mahkota tak bisa
menolak perintah ayahandanya. Ini semua karena dirinya yang tidak bisa
menghentikan kebiasaannya memakan semua kue-kue yang ada di istana kerajaan dan
tubuhnya terus bertambah gemuk. Walaupun sangat berat hati setelah mendengar
cerita utusan raja, bahwa tempat tinggalnya nanti ada di tengah hutan di sebuah
gubuk bamboo di tepi telaga bersama sepasang suami istri pembuat kue yang belum
dikenalnya. Ia pun berangkat bersama pengawalan yang ketat.
Sementara itu di dalam gubuk bamboo di tepi telaga
di tengah hutan, sepasang suami istri itu telah menyiapkan rencana yang sudah
lama mereka persiapkan. Mereka sudah tahu dan memikirkannya, sejak raja Kuang mengumumkan
sayembara membuat kue yang enak dan di sukai putra mahkota tapi tidak membuat
gemuk dirinya. Oleh sebab itulah mereka tidak mengikuti sayembara itu di dalam
istana.
Akhirnya waktu yang mereka tunggupun tiba, putra
mahkota bersama utusan raja dan para pengawalnya sampai di desanya. Mereka di
sambut oleh warga desa dengan gembira. Kedatangan seorang putra raja adalah
sesuatu yang jarang dan langka. Sekaligus mereka juga ingin melihat dan
mengetahui sosok putra mahkota. Tapi warga desa tidak berani mendekat mereka
hanya bisa melihat dari jauh saja dan mengintip dari balik celah pintu dan
jendela rumahnya. Mereka melihat rombongan kerajaan menuju ke tepi telaga ke
rumah gubuk bamboo sepasang suami istri yang pandai membuat kue di tengah hutan
desa mereka.
Tepat di depan rumah gubuk bamboo milik sepasang
suami istri itu mereka berhenti. Kedatangan mereka disambut dengan suka cita
dan senyum ceria suami istri itu. Mereka membungkuk dan memberi hormat kepada
utusan raja dan putra mahkota. Mereka baru menyadari ketika melihat sosok putra
mahkota yang bertubuh gemuk. Tubuhnya besar sekali. Mereka meminta agar utusan
raja dan pengawalnya meninggalkan putra mahkota untuk tinggal bersama dengan
mereka. Sesuai dengan janji mereka. Mereka akan membuatkan kue enak yang akan
menjadi kesukaan putra mahkota tapi tidak membuat tubuhnya bertambah gemuk.
Sebelumnya utusan raja menginginkan ada pengawalan buat putra mahkota yang
tinggal bersamanya. Namun pasangan suami istri itu menolaknya bahwa diri
merekalah sebagai pengganti pengawalnya dan nyawa mereka menjadi jaminan dan
taruhannya. Mendengar hal itu utusan sang raja tak lagi bisa berbicara ia hanya
meminta agar sepasang suami istri itu menepati janjinya, jika tidak nyawa
merekalah taruhannya. Akhirnya utusan itu beserta para pengawalnya kembali ke
kerajaan negeri Kuang, meninggalkan putra mahkota sendiri tinggal bersama
sepasang suami istri itu di gubuk bamboo yang kecil di tepi telaga.
Melihat tubuh gemuk putra mahkota yang besar
itu, sepasang suami istri itu meminta
kepada putra mahkota untuk mematuhi apa yang mereka perintahkan selama putra
mahkota tinggal bersama mereka di rumah gubuk bamboo kecilnya. Mereka bercerita
kalau selama ini mereka berdua hidup bahagia di rumah gubuk bambunya yang
mereka bangun secara bersama-sama. Hanya gubuk inilah satu-satunya yang menjadi
tempat tinggal mereka. Suatu kehormatan bagi mereka jika putra mahkota bersedia
tinggal bersama dengan mereka di gubuk bamboo ini. mereka berjanji akan
membuatkan kue yang enak yang akan menjadi kesukaan putra mahkota yang tidak
membuat tubuhnya bertambah gemuk, dengan syarat putra mahkota mengikuti semua
perintah mereka.
Melihat kesederhanaan dan ketulusan hati sepasang
suami istri tersebut. Putra mahkota bersedia mengikuti semua kata-kata meraka
dan mematuhinya. Dirinya sudah tidak sabar ingin memakan kue buatan sepasang
suami istri tersebut. Perutnya sudah terasa lapar dan segera ingin memakan
kue-kue yang lezat. Namun dirinya sedikit terkejut ketika suami istri tersebut
meminta kepadanya, sebelum dirinya memasuki gubuk bamboo mereka dan memakan kue
buatan mereka. Putra mahkota diminta untuk mandi dan merendam dirinya di dalam
telaga. Dengan sedikit berat hati dan
kesal putra mahkota mematuhinya namun sebagai seorang putra mahkota ia
menyadari bahwa ia juga harus menepati janjinya untuk mematuhi dan mengikuti
perintah sepasang suami istri itu. Ia mengikut saja ketika diminta untuk
melepas seluruh pakaiannya dan mandi serta merendamkan dirinya di dalam telaga
ditempat yang sudah disediakan dan ditunjuk suami istri itu.
Beberapa saat terlewati, dirinya merasa sudah lama
berendam di dalam telaga dan perutnya sudah terasa lapar. Namun belum ada
permintaan agar dirinya menyudahinya. Ia menunggu-nunggu apa yang akan
dilakukan sepasang suami istri itu kepada dirinya. Hampir saja ia tidak tahan
dan ingin marah kalau dirinya sedang diperlakukan secara tidak baik. Namun tiba-tiba saja ia mencium bau
wangi dari dalam gubuk. Seperti orang yang sedang memasak sesuatu. Perutnya
semakin tidak tahan dan ingin segera melihat masakan apakah itu? dan ingin
segera memakannya. Namun makanan yang diharapkannya tidak ada. Malah ia diminta
untuk menunggu di dalam telaga.
Ketika dirinya sudah hampir hilang kesabaran.
Dirinya diminta menyudahi mandinya. Ia diminta agar masuk kedalam gubuk. Hampir
saja dirinya tak bisa melewati pintu karena tubuhnya yang besar. Ia
mencari-cari bau wangi yang di ciumnya tadi di saat dirinya sedang mandi di
dalam telaga. Namun ia tidak menciumnya lagi di dalam gubuk itu. Dirinya hanya
melihat sebuah hidangan di atas meja
yang tidak terlalu istimewa. Sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Tiba-tiba
saja sepasang suami istri itu memintanya untuk memakan hidangan yang berupa kue
itu kepadanya.
Dengan sangat marah, putra mahkota berteriak sangat
keras kepada mereka,
“Apakah kalian ingin membohongi aku dengan makanan
yang kalian sebut dengan kue ini?” kedua sepasang istri tersebut tampak diam
dan tenang saja mendengar kemarahan sang putra mahkota. Tiba-tiba terdengar
suara yang tenang dari sang suami,
“Maaf yang
mulia, di gubuk bamboo kecil kami ini, hanya kue inilah yang bisa kami buat dan
sediakan buat putra mahkota.”
“Benar yang mulia, orang kecil dan miskin seperti
kami ini tidak mampu menyediakan kue-kue lain selain kue ini. kami tidak
mungkin berani membohongi yang mulia,” sahut sang istri.
Sang putra mahkota terdiam sejenak. Ia hanya bisa
memandang kearah kue-kue yang bentuknya sedikit bulat tipis dan agak mengkerut
itu. Warnanya juga coklat kering kehitaman
tak ada sedikitpun daya tariknya.
Kemudian ia mendengus dan menarik nafasnya sembari
memelankan suaranya.
“Tadi di saat aku sedang berada di dalam telaga aku
mencium bau wangi dari arah rumah ini, wangi apakah itu? wangi itu sangat
membuat perutku menjadi lapar.”
“Maaf yang mulia, bau wangi itu adalah wangi dari
kue-kue itu saat kami sedang membuat dan memasaknya,” jawab sang istri dengan
tenang.
“Apakah kalian tidak membohongi aku? Aku tidak ada
sedikitpun mencium bau wangi di kue-kue itu!”
“Maaf yang mulia, jika yang mulia tidak keberatan
silahkan untuk mencicipi dan memakan kue buatan kami ini, kami tidak akan
membohongi yang mulia. Rasa wangi itu karena kami sangat bahagia bisa
membuatkan dan memasakkan yang mulia kue-kue ini untuk yang mulia,” jawab sang
suami dengan penuh hormat.
“Baik aku akan mencobanya, perutku juga sudah tidah
tahan untuk segera minta di isi.”
Pada saat itu putra mahkota mengambil sepotong kue
tersebut dan memakannya. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh, kue itu
dirasakannya sangat lembut. Ia terus ingin memakannya. Di potongan kue pertama
ia merasakan coklat di dalamnya. Pada potongan kedua ia merasakan sesuatu yang
kenyal dan berbeda. Ia mengambil kue yang lain ia merasakan rasa yang sama,
coklat. Tapi di kue yang lain ia merasakan kekenyalan seperti pulut yang liat.
Ah, aku sudah dibohongi oleh bentuk kue ini. rasanya aneh dan enak. Bisiknya
dalam hati. Aku menyukainya. Namun ketika ia ingin mengambil lagi dirinya sudah
merasa cukup puas.
“Wahai kedua orang tua. Kue apakah ini? rasanya
telah membohongi aku.”
“Maaf yang mulia kami belum memberikan nama untuk
kue itu. baru pertama kali ini kami membuatnya khusus buat yang mulia,” jawab
sepasang suami istri itu hampir bersamaan.
Mendengar hal itu putra mahkota terlihat tersenyum.
“Aku menyukainya. Tapi sayangnya aku tidak bisa
memakannya banyak-banyak dan terus menerus. Sebaiknya aku berjalan-jalan di
luar saja. Karena gubuk ini sepertinya tidak akan muat untuk tubuhkan jika
terus berada di dalamnya.”
Demikianlah sang putra mahkota terus menerus berada
di luar, dirinya berjalan-jalan mengelilingi telaga setiap harinya, dan
berkeliling melihat aktivitas warga desa. Ia menyaksikan secara langsung
kehidupan rakyat negeri Kuang. Ia banyak belajar dari warga desa tentang
kehidupan. Biasanya setelah merasa kelelahan, ia mandi dan merendam dirinya di
dalam telaga. Ia menjadi sering memikirkan tentang nasib warga desa rakyat
negeri Kuang. Mereka hidup sangat sederhana dan bersahaja tidak seperti dirinya
di istana yang selalu hidup senang dan mewah. Kadang dirinya sering memaksa
pelayan istana untuk selalu siap melayani kebutuhannya. Sementara warga desa
harus bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak saat itu ia
sering menahan lapar dirinya. Setiap kali ia mandi di telaga, ia mencium bau
wangi dari dalam gubuk, maka tahulah ia, kalau sepasang suami istri itu sedang
memasak kue-kue yang rasanya sudah membohongi dirinya.
Tidak terasa sebulan telah hampir berlalu. Setiap
hari ia mandi dan merendamkan dirinya di dalam telaga, setiap hari pula ia
mencium wangi dari kue-kue itu saat di buat. Setiap kali juga ia merasa
dibohongi dengan rasa kue-kue itu. kue itu menjadi kesukaannya. Tapi ia cepat
sekali merasa muak setelah memakannya.
Hanya saja ia tidak mendapati makanan yang lain. Sepasang suami istri itu tidak
bisa membuatkan untuknya kue-kue lain untuk dimakan. Ia harus memakannya ketika
terasa sangat lapar. Akhirnya tubuhnya bukan bertambah gemuk namun tubuhnya
menjadi sangat kurus. Ia tidak tampak lagi seperti putra mahkota yang berbadan
gemuk. Ketika dirinya menyadari itu. Ia sangat senang dan gembira. Ingin sekali
ia berjumpa dengan ayahandanya menyampaikan khabar ini. Ayahandanya pasti tidak
akan mempercayai dan tanda kepadanya.
Ayahandanya pasti berpikir kalau sedang di bohongi. Akhirnya sang putra mahkota
tertawa sendiri, semua ini karena gara-gara kue itu. Bentuknya sudah membohongi aku. Di
dalamnya ada rasa coklat dan rasa pulut liat. Aku akan menamainya ‘Kue Bo Ong’
Karena bentuknya yang sama tapi isinya yang berbeda. Orang yang memakannya
tidak akan tahu mana rasa coklat, mana rasa pulut liat atau gemblong. Akibatnya
orang yang memakannya merasa di Bo-Ong-in dengan bentuknya yang sama. Mau makan
yang rasa coklat atau menjadi gemblong (bodoh) ? hehe……. J
Demikianlah, akhirnya putra mahkota kembali
kekerajaan Kuang disambut dengan sangat suka cita dan penuh kegembiraan oleh
sang raja. Ia pun mengubah kebiasaannya menjadi rajin. Ia menjadi orang yang
lebih penyabar dan baik hati. Ia selalu berkeliling melihat rakyatnya. Ia tidak
lagi menyukai makan-makan kue lezat yang berlebihan. Ia selalu berusaha
melakukan sesuatu dengan tangannya sendiri.Sebagian makanan dan kue-kue yang di
masak dari dalam istana ia bagikan dan berikan kepada rakyatnya yang belum
pernah merasakan makan-makanan lezat. Ia tidak lagi mau menilai sesuatu dari
apa yang dilihat. Ia tidak mau dibohongi oleh isi dalamnya. Ia menjadi sangat
hati-hati sekali. Ia tidak mau cepat menilai sesuatu dan berprasangka buruk
terhadap apa yang dilihatnya. Termasuk dengan semua orang. Melihat perubahan
yang terjadi pada putra mahkotanya, raja sangat senang sekali. Ia sangat
berterima kasih sekali kepada sepasang suami istri yang telah merubah gaya
hidup dan cara berpikir putranya. kue Bo
Ong buatan mereka, memang sangat istimewa.
**
Akhirnya sepasang suami istri itupun hidup bahagia
di hari tuanya. Mereka dibangunkan sebuah rumah yang besar dan indah di tepi
telaga hadiah dari Raja, karena mereka menolak dan tidak bersedia di bawa
kedalam istana. Kue Bo Ong buatan mereka menjadi terkenal dan menjadi kue yang
selalu dicari-cari orang dan mereka mengajarkan cara pembuatannya kepada warga
desa yang mau membuatnya.
Singkat cerita, putra mahkota pun menikah dengan
seorang putri cantik, kemudian menjadi raja menggantikan ayahandanya. Mereka hidup bahagia dan Ia menjadi raja yang
bijaksana. J
Wassalam…….
Syaiful Bahri
Suara Menara Qalbu (SMQ) - Friday,
February 20, 2015