“Kisah Pak Minung”
Oleh: Syaiful Bahri U dah dua hari ini Pak Minung terlihat bersedih. Setiap pagi ia duduk di depan rumahnya. Tatapan matanya selalu kosong. Di atas dipan bamboo yang ada dipojok rumahnya, ia sering duduk sendirian. Tak ada asap rokok yang biasanya terlihat mengepul keluar dari mulutnya. Kopi dan gorengan pisang yang masih hangat tak lagi menemaninya. Ia sangat gelisah. Enggak bisa tenang dalam duduknya. Ia seperti orang yang sedang berpikir keras, mencari-cari atau menyesali sesuatu. Tapi ia selalu mengakhiri dengan elusan tangan lembut didadanya. Seolah menenangkan dirinya sendiri untuk bersabar. Ketika menjelang siang, saat putrinya akan berangkat pergi kesekolah. Anaknya merengek untuk minta diantarkan ke sekolah. Jarak sekolahnya dengan rumah sekitar 4 kilometer. Biasanya Pak Minung selalu senang hati mengantar anak-anaknya ke sekolah. Diantara putrinya, Iyas yang masih duduk di kelas 4 SD selalu ia antar. Pak Minung memang selalu berusaha untuk mengantar jemput anaknya ...