Posts

"Kisah Dapur Gantung"

Image
Oleh: Syaiful Bahri “Bangun! Ayo bangun! Sudah jam segini masih tidur terus!” Terdengar suara si emak berteriak membangunkan anaknya yang pulang bergadang tadi malam. Sementara itu terdengar suara mobil dari ujung jalan depan rumah baru saja di matikan. Tampak si bapak  turun dari dalam mobil. Dan derumm... suara kereta dari rumah tetangga terdengar keras. Berbeda dengan televisi di rumahnya yang menyala terus tanpa suara. Cahaya matahari sudah meninggi di atap rumah. Jendela kamar masih tertutup. Nawan masih lelap tertidur di ranjang kapuknya. Senyap-senyap teriakan suara emaknya hanya mampu membalikkan tubuhnya yang tengkurap. Waktu sudah menunjukkan jam 10 Wib, masih belum mampu membuka mata Nawan yang pulang malam Mingguan. Minggu pagi ada kesibukan di rumah Nawan. Emaknya menuntut ada perubahan pagi itu. Bisikannya tadi malam menggerakkan si bapak untuk bangun lebih cepat. Ada sebuah rencana yang dipikirkannya. Gerakan perubahan! Perlu ada revolusi. Ehh..,renovasi!

"Kisah Si Kupon Berhadiah"

Image
Oleh: Syaiful Bahri Kenalkan! Namaku, Kupon. Aku bukan  Kupon biasa. Tapi Aku, Si Kupon berhadiah. Aku banyak dicari-cari orang. Mulai dari anak-anak sekolahan sampe para usahawan. Orang-orang rumahan, karyawan juga para wartawan. Hehe…kalau yang terakhir ne.., para wartawan,  aku cukup sangat senang karena  wartawan membuat aku menjadi dikenal oleh banyak orang. Mulai dari orang-orang yang tinggal di daerah paling pinggiran sampe ke daerah perkotaan metropolitan. Pokoknya aku banyak membuat orang menjadi senang. Orang yang lagi sedih menjadi gembira. Orang yang susah menjadi bahagia. Orang yang bahagia menjadi bertambah kaya. Hahaha…..aku lah, Si Kupon berhadiah! Hari ini aku sangat gembira. Aku gembira dan bahagia. Aku mau bercerita kepada semua orang kenapa aku gembira? Inilah kisahku. “Huu….untuk apa Kupon ini? hanya buat kita jadi susah aja! Buat ngerepotin dan nambahin pekerjaan aja.” “Eh, siapa bilang kupon ini buat kita jadi susah? Enggak pake ngerepotin juga kok

“Pak BeGo’g”

Image
Oleh: Syaiful Bahri A khirnya niatku untuk bisa berbincang dan berbicara dengannya kesampaian. Selama ini aku hanya bisa melihat senyum dan tawanya saja ketika kami saling berpapasan di jalan. Kalau kuhitung,  pertemuan-pertemuan itu sudah berulang kali dan bahkan udah tahunan. Aku memiliki kesan yang sangat kuat kepadanya, dalam beberapa pekan terakhir aku memang berharap bisa duduk dan berbincang-bincang dengannya. Dia bukan seorang pejabat, bukan pula seorang pegawai atau karyawan kantoran. Dia bukan tokoh masyarakat, bukan juga seorang alim ulama. Atau pemilik perusahaan dan rumah mewah. Dia hanya seorang lalaki paru baya, yang memiliki banyak kerutan di wajahnya. Perawakannya yang kecil, kurus dan urat-urat tubuh yang menonjol dengan kulit yang mulai berkerut menyusut. Tapi tampak kuat seperti tulang besi otot kawat. Tubuhnya sering berpeluh penuh keringat dan berkilat. Namanya pak Bego’g, itupun aku baru tahu ketika aku menanyakannya semalam. “BeGo’g atau

“Tulisan adalah Jejak Sejarah”

Image
Oleh: Syaiful Bahri S uka share status? Memang sudah dipikir saat buat status? senang ya kalau ada yang like, lalu koment-koment gitu. Lucunya lagi pake ngelike status sendiri. Pake yang pertama lagi. Hehe… Ia sih.. enggak ada yang ngelarang kita membuat status apapun di media social. Pokoknya asick aja gitu. Walaupun itu sering nyebelin. Sebel, ngeliat dan baca status yang alay dan ngeluh terus. Ada juga tuh, status yang marah-marah. Tahu tuh, lagi di php in ama si doi, lalu buat status, “ngambek”  “ih, dia nyebelin deh.”  “Awas loo ya, bukan au aja pacar gue.” Bla…bla….bla…… Hehe…. Aneh-aneh dan lucu. Eh, banyak yang like juga tuh. Memang dipikirin, klik..klik. Hemm….apapun yang dipikirkan dan dituliskan itu hak pribadi. Sah-sah saja. Nulisnya di akun sendiri. Yang sebel biarin aja deh. Kalau mau ngelike silahkan, yang mau koment ayok…. Terserah ama penilaiannya masing-masing. Tapi tahukah kamu, di zaman serba digital dan canggih saat sekarang i

“Penjual Balon Naik Pesawat”

Image
Oleh: Syaiful Bahri E nggak pernah ngimpi, apalagi ngebayangin punya keinginan untuk naik pesawat. Buat mikirin biaya sekolah anak dan kebutuhan sehari-hari aja, perlu ekstra kerja keras. Beruntung pergaulan luas, banyak orang yang mempercayainya untuk mengageni tanah dan rumah untuk dijualkan. Hanya sekali-kali keberuntungan kepadanya, kebanyakan kecewanya. Ngejalanin hudup sebagai penjual balon menjadi pekerjaan sehari-harinya. Suatu kali, Ia bercerita dengan sumringah kepadaku. Ada kegembiraan yang sangat terpancar diwajahnya. Wajah polosnya tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya. “Kemaren, Aku baru balek dari Jakarta. Naik Pesawat, Pulang pergi dibayarin,” katanya kepadaku. “Oh, Ya. Kapan berangkatnya? Ada keperluan apa di sana?” tanyaku dengan  mata yang sedikit membesar. “Hanya sehari saja disana, bersama kawan yang minta ditemani untuk mengurus keperluannya di Jakarta, seminggu yang lalu,” jawabnya sambil tersenyum. Selanjutnya, ia bercerita t

“Kisah Pak Minung”

Image
Oleh: Syaiful Bahri U dah dua hari ini Pak Minung terlihat bersedih. Setiap pagi ia duduk di depan rumahnya. Tatapan matanya selalu kosong. Di atas dipan bamboo yang ada dipojok rumahnya, ia sering duduk sendirian. Tak ada asap rokok yang biasanya terlihat mengepul keluar dari mulutnya. Kopi dan gorengan pisang yang masih hangat tak lagi menemaninya. Ia sangat gelisah. Enggak bisa tenang dalam duduknya. Ia seperti orang yang sedang berpikir keras, mencari-cari atau menyesali sesuatu. Tapi ia selalu mengakhiri dengan elusan tangan lembut didadanya. Seolah menenangkan dirinya sendiri untuk bersabar. Ketika menjelang siang, saat putrinya akan berangkat pergi kesekolah. Anaknya merengek untuk minta diantarkan ke sekolah. Jarak sekolahnya dengan rumah sekitar 4 kilometer. Biasanya Pak Minung selalu senang hati mengantar anak-anaknya ke sekolah. Diantara putrinya, Iyas yang masih duduk di kelas 4 SD selalu ia antar. Pak Minung memang selalu berusaha untuk mengantar jemput anaknya