“Kede Tetangga”
Oleh : Syaiful Bahri
Kalau ngomongin tetangga enggak bakalan habis bahan
ceritanya. Ada aja yang bisa diomongin. Mulai dari sifat orangnya,
kepribadiannya, tingkah lakunya, sampe merk baju dan debt collector yang terus
menerus mencarinya. Apalagi kalau tetangga itu lagi bangun rumah, serta beli
sepeda motor dan mobil baru. Udah pada ribut nggosipin, Emang kerjanya apa?
Orang Cuma punya kede kecil aja di depan rumah, kok udah ada tiga sepeda
motornya. Kok bisa beli mobil dari mana duitnya? Duh, mulai timbul sifat iri,
syirik dan dengkinya sama tetangga.
Nah, lantaran
melihat tetangganya makin sukses, tambah kaya, usahanya maju, bisnisnya
berkembang. Wajahnya jadi tambah kusut, dinilainya si tetangga bertambah
sombong. Ia bekot tetangga itu dengan tidak mau berbelanja di tempatnya. Prasangkanya
buruk melulu. Terus jadi benci sama tetangga tersebut. Enggak pake manis-manis
lagi. Hiii…..
Katanya,”Enggak
usah ya, ngaya-ngayain dia aja,” sambil cemberut mukanya. Apalagi kalau ia
dapati ada selisih harga yang lebih
murah dari tempat lain. Ia langsung bilang,”Mahal kali ditempatnya. Udah, tidak usah lagi belanja di
kedenya.” Ia bilang itu ama orang lain agar tak usah belanja di kede sebelah.
Orangnya sombong, pelayanannya kurang baik, suka ceritain aib tetangga lain
kalau sedang belanja di kedenya. Padahal tetangga pemilik kede itu baik.
Pasalnya karena gara-gara selalu disindir kerena utangnya udah numpuk tapi
belum dibayar. Jadi kesal dan tak mau belanja di kede itu lagi.
Bayangin aja,
kalau mau ngutang datangnya di kede tetangga dekat rumah. Tapi kalau lagi ada
banyak duitnya, belanjanya di kede lain yang agak ke ujung jalan. Ngelewati
kede tetangga. Coba siapa yang enggak kecewa melihat tetangga yang seperti itu.
utang belum dibayar, eh malah borong di kede lain sembakonya.
Ngeselin
kalau punya tetangga seperti itu. Lihat orang lain sedikit aja senang, ia udah
ngiri. Seharusnya jika melihat tetangga bisnisnya maju dan berkembang, ikut
senang dong. Apalagi kalau ia punya kede yang dekat dengan rumah kita. Kan
enggak usah jauh-jauh jalan kaki untuk beli gula ama garam. Sayuran dan ikan
segar bisa langsung diperoleh dari kede tetangga. Plus diskon harga kalau lagi
beruntung. Hehe….
Seorang teman
penulis pernah curhat tentang hal ini. Ia sedikit merasa heran dengan tetangga
yang dekat dengan rumahnya. Belanjanya di kede lain, padahal harganya sama
bahkan ia bisa memastikan lebih murah dari kede atau warung yang lain. Enggak
tahu apa salahnya. Tapi ia tetap sabar melihat para tetangganya. Justru kedenya
tambah maju dan berkembang karena banyak
pembeli dan pelanggannya datang dari tempat yang jauh dari kedenya.
Apa sih
salahnya? Coba kalau dipikir-pikir, belanja melewati kede tatangga disebelah
rumah, banyak enggak enaknya. Yang pertama, jalannya sudah pasti tambah jauh.
Kedua, sembunyi-sembunyi agar enggak kelihatan sama tetangga pemilik kede.
Ketiga, hubungan jadi kurang baik. Keempat, selalu curiga mulu, kalau kede
tetangga pake penglaris. Dosa tahu!
Yah,
dimanapun kalau mau belanja terserah, itu pilihan kita masing-masing. Kita hanya
senantiasa diingatkan untuk selalu berbuat baik terhadap tetangga, menghargai
hak-haknya . bukan soal apakah tetangga kita punya usaha kede atau warung. Tapi kita memiliki kewajiban untuk memberikan
rasa aman terhadap tetangga kita. Tetangga adalah keluarga terdekat. Tetangga
adalah saudara tercepat yang siap memberikan bantuan kepada kita.
Kalau di
dekat rumah kita ada tetangga yang memiliki kede dan usaha lainnya. Mari mulai
saat ini, kita budayakan belanja di kede tetangga. J
Suara Menara
Qalbu (SMQ): 5/30/2016