DOA IKAN DALAM TOPLES & IBIE YANG MURUNG
DOA IKAN
DALAM TOPLES
&
IBIE
YANG
MURUNG
SYAIFUL
BAHRI
DAFTAR ISI
1.
Mendapat Ikan
2.
Lupa Waktu
3.
Tetap Berangkat
Ngaji
4.
Nenek Sakit
5.
Terdengar Suara
Aneh
6.
Doa Ikan
7.
Tidak Bisa
Tidur
8.
Banjir
9.
Ikanku Mana?
10. Terjawab sudah
11. Enggak Murung lagi
1. MENDAPAT
IKAN
Bermula dari seorang anak laki-laki
yang bernama Ibie mendapat seekor ikan,
pada sebuah
kolam
di areal persawahan, yang tidak jauh dari belakang rumahnya. Seekor ikan sepat
kecil yang berwarna perak kehitaman.
Ibie berencana memelihara ikan itu.
Dan menempatkannya pada sebuah toples kaca kecil yang diminta dari neneknya.
Ibie kelihatan sangat gembira. Ketika ikan tersebut berenang dengan lincah
didalam toples yang telah diisinya dengan air. Mulut ikan itu berkomat-kamit
seperti ada yang diucapkannya. Dipandanginya ikan di dalam toples itu. Ikan itu
kelihatan lucu berenang kesana kemari.
Ibie pun meletakkan toples yang
berisikan ikan itu pada sebuah meja. Sejenak ia melihatinya. Sambil tersenyum
dan tertawa, sesekali ia tunjukkan ujung jarinya ke mulut ikan kecil itu. Puas
memandang ikan tersebut, ibie pun bergegas keluar, karena didepan rumah sudah
ditunggu Riki.
“Bie…., Cepat! Nanti kita
ketinggalan”.
Buru-buru Ibie meninggalkan
Ikan dalam toplesnya. Cantik, lucu, sungguh menyenangkan kalau seandainya aku
bisa menempatkannya pada sebuh tempat yang lebih besar. Tapi nenek Ibie hanya
bisa menemukan toples satu-satunya bekas kue hari raya dizamannya yang terbuat
dari kaca. Gitu pun, ibie merasa sangat senang karena toplesnya bersih dan
bening, ketika dibersihkan dan diisi dengan air.
Kalau aku bisa berenang seperti
ikan dan bernafas didalam air, wah, gimana ya? pikirnya sambil senyum-senyum
sendiri. Aku akan berenang kedalam kolam yang dalam, dan melihat ikan-ikan yang
ada didalamnya. Tapi ah, enggak enak, baiknya di sungai saja yang lebih luas
atau di laut, pasti akan lebih banyak yang bisa dilihat. Lautkan cukup luas,
ada banyak jenis ikan dan tumbuhan laut
yang bisa aku lihat.
Aku berenang masuk kedalam
gua-gua yang ada didalam laut, dan ketemu putri duyung yang cantik. Seperti
yang ada di film-film kartun yang kutonton. Apalagi kalau aku bisa bicara
dengan ikan. Tentunya aku jadi lebih tahu kalau ikan itu juga punya keinginan
dan cita-cita. Apa ya kira-kira.., cita-cita ikan? Apa mungkin ikan punya
cita-cita? bisa berjalan seperti aku, tinggal di dalam rumah, bermain bola,
naik sepeda, sekolah, dan bisa makan baksonya wak ramat?
Sampai disitu Ibie rasanya mau
tertawa. Apa ikan tahan pedas ya? Aku sendiripun tidak suka makanan yang
terlalu pedas. Perutku suka sakit kalau banyak makan yang pedas-pedas.
Kalau aku bisa berenang didalam laut, aku mau mencari mutiara. Orang bilang
mutiara itu sangat cantik. Seperti apa ya mutiara itu? Oh, seperti guli-guliku
yang banyak itu. Aku sering menang kalau bermain guli. Gulinya kusimpan didalam
kaleng bekas roti.
Terus kalau aku bisa bicara
dengan ikan-ikan itu, aku akan mengatakan kepada mereka, apakah mereka mau
berteman dengan aku, dan bermain bersama denganku? Aku akan ajari mereka naik
sepeda, kalau mereka mau ikut denganku.
Tapi, apa ikan-ikan itu
nantinya bisa memegang stang sepeda? Ikan kan tidak punya tangan, ikan hanya
punya sirip untuk berenang. Dan tidak punya kaki untuk mengayuh pedalnya?
Hihi…lucu juga aku, kenapa aku
kepikiran ikan bisa naik sepeda ya. Ikankan cukup senang tinggal di dalam air
dan bisa berenang kemana saja. Sampai disitu, tiba-tiba Ibie terkejut,
keningnya sedikit berkerut, bukankah baru saja aku mendapat ikan dan menaruhnya
didalam toples kecil yang sempit?
Ibie memalingkan kepalanya, ada
rasa kasihan ketika ia melihat ikan dalam toples yang ia tempatkan diatas meja
kayu disudut dinding rumah.
“Bie…Ayo!”
Lagi-lagi suara teriakan Riki yang sudah
menunggunya sedari tadi di halaman depan rumah. Tanpa dikomando lagi, Ibie
segera mengambil sepedanya dan meluncur pergi bersama Riki.
“Mas, kita mau kemana?”
“Kita sudah ditunggu di kolam
renang diujung jalan dekat sungai itu. Disana ada Alam dan Bowo, mereka akan mengajak kita berenang.” Kata Riki
mempercepat kayuhan sepedanya.
2. LUPA
WAKTU
“Kenapa lama kali? Kami sudah
dari tadi menunggu disini. Ayo cepat! Kita
masuk. Om- ku sudah ada di dalam menunggu kita.” Agak sedikit kesal Bowo mengajak masuk mereka. Biasanya di kolam
renang ini dikenakan biaya masuk Rp 7000/orang. Tapi kali ini mereka gratis,
karena ada Om-nya Bowo yang bekerja disana.
Ibie teringat pada ikannya. Ketika
ia melihat luasnya kolam renang, dengan airnya yang jernih. Didalamnya sudah
banyak orang yang mandi dan berenang. Ada kolam khusus buat anak-anak. Kolamnya
tidak terlalu dalam, jadi mereka bisa sepuasnya mandi atau berlatih berenang,
tidak takut tenggelam.
Dan ada pula kolam untuk orang
dewasa. Ibie takut mandi disana, karena ia belum pandai berenang, takut kalau tenggelam.
Ibie memilih mandi ditempat yang tidak terlalu dalam, bersama Riki, Alam dan
Bowo. Mereka bermain siram-siraman dan berlari kejar-kejaran didalam air.
Sekali-kali, ia mencoba
berenang dengan gaya bebas, tapi belum lihai benar. Hanya tangannya saja yang
memukul-mukul air, tapi badannya tidak bergerak-gerak. Ibie sempat malu
dilihati anak-anak yang lain. Tapi ia berusaha untuk menutupinya dan menenggelamkan
tubuhnya didalam air.
Ibie sempat merasa iri melihat
orang bisa berenang. Menenggelamkan diri, menahan nafas dari tempatnya
berenang, dan tahu-tahu sudah ada diujung kolam. Mereka mencoba berenang dengan
berbagai-gaya, bahkan ada yang melompat dari ketinggian dan menjatuhkan dirinya
kedalam kolam. Ibie ingin sekali seperti itu. Makanya ia kembali mencoba
belajar berenang.
Tiba-tiba ada suara teriakan
yang cukup keras dari pinggir kolam. Ibie sempat terkejut dan mengarahkan
pandangan matanya keorang tersebut. Ternyata, ada seorang ibu sedang
memanggil-manggil anaknya yang mencoba berenang dipinggir pembatas kolam orang
dewasa. Kelihatan sekali ibu itu sangat panik, dan mengingatkan anaknya untuk
menjauh dari tempat itu.
Ibie terlihat sedih dan gelisah.
Dipandanginya wajah ibu itu dari dalam kolam, beruntung sekali anak itu. Ada
ibunya yang menemani ia berenang. Ditengah kolam, ia tertegun dan melihat
ditempat lain, banyak orang tua yang mengajak anaknya untuk berenang dan
mengajarinya. Kelihatan sekali anak-anak itu cukup senang dan gembira. Ada
bersama dengan orang tuanya.
Sekali lagi perasaan aneh muncul di
hati Ibie. Ia teringat pada neneknya yang ada dirumah. Sejak usia dua tahun, ia
sudah tinggal bersama neneknya. Sekarang neneknya Sudah tua dan tenaganya mulai
berkurang. Nenek ibie sangat sayang kepadanya. Ibie selalu diperhatikan.
Keinginannya hampir selalu dipenuhi. Ibie pun sayang sekali sama neneknya.
“Hai, Bie…kok kamu ngelamun? Ayo kita
kesana!”
Suara Bowo mengagetkan Ibie yang
sedang tercenung. Ibie melihat kearah yang ditunjuk Bowo.
“Ngapain kesana?”
“Disana ada aquarium dan kolam pemeliharaan
ikan. Ayok kita lihat!”
Ibie tampak senang sekali,
wajahnya kembali ceria. Ia bergegas keluar dari dalam kolam, berjalan melewati
orang-orang yang lagi asik berendam didalam air. Kemudian sigap naik keatas
pinggiran kolam, disitu pun banyak orang-orang yang sambil dudukan merendam
kakinya kedasar kolam.
Ibie melihat Riki dan Alam
masih bermain di dalam kolam, mereka tidak ikut. Masih asik main siram-siraman.
Ibie segera menuju ke Bowo yang sudah menunggunya, dengan celana dan seluruh
badannya yang masih basah. Kami berdua berjalan ke sebuah pondok kecil
dibelakang kolam renang. Disana juga terlihat banyak anak-anak yang sedang asik
dan saling berbisik sembari melihat ikan-ikan yang ada di dalam aquarium.
“Cantik-cantik ya Wo, ikannya”
Kata Ibie yang dijawab dengan
anggukan kepala bowo.
Ibie ingin sekali memiliki
ikan-ikan cantik seperti itu. Harganya pasti mahal. Aquariumnya juga cukup
besar, dan dihiasi batu-batu cantik serta gambar alam bawah laut. Ada
kincir-kincir airnya dan gelembung-gelembung udara yang dipompakan lewat kincir
yang berputar.
Ikannya warna-warni, ada yang
kecil panjang, ada juga yang gemuk pendek, badannya seperti gembung. Ada juga
yang besar-besar berenang bolak balik. Semuanya lincah dan lucu. Mulut-mulut ikan itu terus komat-kamit. Ibie
jadi teringat ikan kecilnya yang ada di dalam toples dirumah. Apa ikan-ikan itu
sedang bicara? Mulutnya terus komat-kamit seolah mengatakan sesuatu? Apa ikan
itu rindu juga sama keluarga dan orang tuanya?
Ibie kembali termenung
memikirkan nasib ikan kecilnya. Seandainya saja ia seperti ikan kecil itu. Apa
yang bisa ia lakukan? Dan bagaimana perasaannya?
“Wooii…Ayo kita pulang!”
Teriak
Riki memanggil dari pinggir kolam.
Rupanya Riki dan Alam sudah
bersiap-siap untuk pulang. Mereka sudah mengeringkan badannya. Ibie hampir lupa
kalau sore ini, ia juga ada tugas mengaji. Melancarkan hapalannya.
Mereka beranjak pergi untuk
beres-beres dan meninggalkan kolam renang, masih ada kelihatan orang-orang yang
tetap bertahan bermain didalam kolam. Ibie juga melihat beberapa penjual
jajanan yang ada di luar tempat pembelian tiket. Masih ada yang antri untuk
membeli tiket masuk, dan anak-anak yang membeli bakso bakar.
Tapi ia harus cepat sampai kerumah,
perutnya pun sudah terasa lapar. Nenek pasti sudah menunggunya dan menyuruhnya
untuk pergi mengaji. Karena asik berenang dan bermain bersama ikan-ikan
dikolam. Ia lupa waktu untuk mengerjakan sholat ashar.
Seketika Ibie menjadi lemas, saat Ia
akan mengambil sepeda. Ban-nya kelihatan kempes. Ban sepedanya Bocor! Ada paku
yang menancap di ban sepedanya. Wajahnya jadi murung, menghela nafas. Teringat
wajah neneknya yang akan memarahinya kalau ia terlambat pulang. Dan guru
mengajinya yang akan menghukumnya jika ia datang terlambat. Juga waktu sholat
ashar yang tak bisa ia kejar.
Tapi Ibie tidak kehabisan akal,
ia sempatkan dirinya untuk ke ruang sholat yang disediakan pengelola kolam
renang. Sebelumnya ia titipkan sepedanya ke tukang tempel sepeda yang tidak
jauh dari pinggir sungai untuk segera ditempel. Sementara itu Riki, Alam dan
Bowo sudah pulang terlebih dahulu.
Buat Ibie ini pengalaman baru
baginya, ia mendapat pelajaran dari kejadian hari ini. Selesai sholat, ia berdoa agar secepatnya
bisa sampai dirumah. Tapi lagi-lagi Ibie kaget, uang yang ada dikantung
celananya hilang. Uang itu cukup untuk membayar tukang tempel ban.
3. TETAP
BERANGKAT NGAJI
Dengan wajah murung, Ibie
tertunduk lesu di sebuah bangku.
Sembari berpikir bagaimana bisa membayar tukang tempel ban. Sedangkan ia sudah
tidak punya uang lagi. Sementara hari sudah semakin sore, sudah waktunya ia
berangkat ngaji.
Dalam hati, Ibie berdoa semoga
tukang tempel ban sepedanya, mau berbaik hati kepadanya. Ibie malu kalau tidak
membayar. Ibie teringat pesan ayahnya, kalau kita suka berbuat baik dan
menolong orang lain yang sedang dalam kesusahan, Allah pun akan menolong kita.
Sekarang aku sedang dalam kesusahan. “Ya Allah...tolonglah aku,” Bisik Ibie
perlahan dalam hatinya.
Tiba-tiba dari kejauhan ada
seseorang yang sedang memperhatikannya sedari tadi.
“Hai..! kamu temannya Bowo kan?
Kenapa belum pulang?” tanyanya kepada
ibie.
“Hah, anu om.., ban sepeda aku
bocor, tapi aku tidak punya uang untuk membayar tukang tempel bannya. Uangku
hilang!”
Jawab Ibie sedikit terbata.
Rupanya suara orang yang menegur itu adalah Om-nya Bowo, yang sedang keluar
untuk keperluan sesuatu dari area kolam
renang.
Ibie bersyukur, ternyata om-nya
Bowo orangnya baik. Ia yang membantu Ibie membayarkan ongkos nempel ban sepedanya. Sebelum pulang,
Ibie mengucapkan terima kasih kepada Om-nya Bowo karena sudah mau menolongnya.
Ia juga berterima kasih kepada tukang tempel ban.
Dan ia tersenyum, benar kata
ayah, Allah akan menolong orang yang mau meminta kepada-Nya. Ibie janji, ia
akan selalu berbuat baik. Dan menolong orang lain yang dalam kesulitan.
Cepat Ibie mengayuh sepedanya. Jalan berbatu kecil-kecil diterobosnya
dengan sigap. Beberapa kenderaan lain dilewatinya. Ups..! hampir saja ia
menyenggol seorang anak perempuan yang tiba-tiba berlari dari sebuah gang. Ia
mengerem dengan cepat. Hampir saja!! kalau seandainya rem sepedaku tidak tajam
pasti akan ada masalah baru yang harus aku hadapi. Sekilas ia melihat kewajah
anak tersebut, wajahnya nampak takut dan terkejut.
Ibie sampai juga kerumah.
Dilihatnya pintu tertutup. Kayuhan terakhirnya berhenti di teras rumah, dan ia meletakkan sepedanya disana. Tanpa
membuang-buang waktu lagi, Ibie membuka pintu rumah yang tidak terkunci. Kemana
nenek? Kok tidak ada? Mungkin di dalam kamar. Tapi nenek juga tidak ada disana.
Di dapur, Ibie juga tidak melihat nenek.
Sambil melepas bajunya, ibie
menuangkan air kedalam gelas. Ia kelihatan sangat haus. Dua gelas habis ia
minum. Kemudian ia segera pergi mandi. Mandinya cepat sekali.
Bagaimana kalau nanti aku di marahi sama guru
ngaji. Aku sudah terlambat. Atau aku tidak usah mengaji saja. Pre sehari
sajakan tidak mengapa? Lagian aku capek sekali, habis mandi-mandi dikolam
renang tadi.
Saat pikiran itu muncul, Ibie
teringat pada ikan-nya yang ada di dalam toples. Segera ia melihatnya. Ia belum
memberi makan ikan itu. Ibie bingung, ikan itu makanannya apa? Apakah ikan itu
akan mati nanti? Sebaiknya aku pergi mengaji aja, sepulang mengaji nanti akan
aku carikan makanannya.
Tapi, Ibie Kepikiran untuk
memberikannya beberapa butir nasi dan memasukkannya kedalam toples. Plug! Butiran nasi jatuh, sebentar melayang
dalam air, kelihatan ikan itu terkejut dan berenang menghindar. Tersisa
beberapa butir nasi lagi yang kemudian ia masukkan.
Ibie tertawa geli melihat ikan
itu berenang kesana- kemari. Sebentar ikan itu mendekati sebutir nasi, plok..! Ikan itu mencaploknya,tapi kemudian
dimentahkannya lagi. Diulanginya lagi, sampai Ibie melihat mulut ikan terbuka
lebar-lebar. Ada sedikit terlihat butiran nasi terburai menjadi kecil-kecil.
Ikan itu terlihat mendekatinya dan.., uph! butiran kecil itu berhasil
ditelannya. Ibie merasa terhibur melihat itu. Ikan mau juga makan nasi?
Ibie masih juga belum melihat
nenek. Rumah terasa sepi. Apa nenek marah sama aku, karena pulang terlambat?
Atau nenek sedang mencari-cari aku. Aduh bagaimana ini? Waktu pergi tadi aku
memang tidak sempat minta ijin ke nenek. Aku buru-buru sampai lupa bilang ke
nenek.
Ada perasaan bersalah dihati
Ibie. Hampir ia menangis. Aku telah membuat susah nenek. Bagaimana kalau nenek
tidak pulang-pulang juga. Aku sama siapa?
Tiba-tiba
perut Ibie merasa lapar. Dibukanya lemari makan. Ada sambal teri kesukaannya.
Tapi selera makannya hilang. Nanti saja pulang ngaji, aku makan sama dengan
nenek.
Ibie pun berangkat ngaji
sembari menenteng tas plastiknya yang berisikan Al-Quran. Tak lupa mengenakan
lobe putih menutupi kepalanya.
4. NENEK
SAKIT
Ditempat mengaji Ibie ke
pikiran sama nenek. Nenek pergi kemana ya? Kok aku tidak diberitahu? Semoga
nenek sehat-sehat aja. Soalnya tadi pagi nenek mengeluh sakit diperutnya. Terus
kepalanya agak pusing.
“Ibie….sekarang giliran
kamu yang baca!” perintah guru
mengajinya.
Tia sudah menyelesaikan bacaannya dari tadi. Sekarang
giliranku. Beberapa ayat dari juz 7 aku baca. Berikutnya aku di minta oleh bu
guru untuk mengulang hapalan surat Al-Ma’un. Alhamdulillah aku lancar membacanya.
Kemudian bu guru mengaji
memberikan nasehat kepada kami, agar kami rajin-rajin sholat dan tepat pada
waktunya. Karena apabila kita melalaikannya maka kita bisa celaka. Juga bu guru
mengatakan, agar kami suka berbuat baik dan menolong orang lain yang
membutuhkan bantuan.
Ibie teringat dengan
Om-nya bowo yang telah membantunya. Kalau tidak, entah bagaimana caranya ia
bisa membayar uang tempel sepedanya. Om-nya bowo telah berbuat baik kepadanya.
Waktu terus berjalan.
Sudah hampir tiba waktu maghrib. Bu guru mengijinkan kami untuk pulang sembari
mengingatkan agar kami mengerjakan sholat maghrib. Ibie bersama teman
mengajinya yang lain berjalan pulang. Rumah guru mengaji tidak jauh dari
rumahnya. Sehingga mereka berjalan tidak terburu-buru.
Tiba dirumah, Ibie masih
juga belum melihat nenek. Lampu belum dihidupkan. Jendela masih terbuka. Ibie menjadi cemas.
Tapi ia berusaha untuk menenangkan diri, menghidupkan lampu dan menutup
jendela. Ibie berusaha menghibur dirinya dengan melihat ikannya yang ada
didalam toples. Setelah ia menyimpan tas plastik Alquran di meja belajarnya. Ia
duduk sendiri, sampai terdengar suara azan maghrib dari masjid di sebrang
jalan.
Ibie merasa sedih, takut
kehilangan nenek. Ikan dalam toples memandangi wajahnya yang murung sambil
mulutnya terus komat-kamit. Entah apa
yang ada dipikiran ikan itu. Apakah ikan tahu kesedihan di hati Ibie? Apa
mungkin ikan bisa berpikir?
Ibie bangkit dari
duduknya, beranjak pergi kekamar mandi, dan mengambil air wudhu. Terasa ada
yang berbunyi dari dalam perutnya. Ibie lapar, tapi tetap ditahannya. Ibie
masih menunggu nenek. Mungkin lepas sholat maghrib nanti nenek pulang. Baru ia
akan makan.
Tapi ibie merasa berdosa,
ikannya masih belum diberinya makan. Tadi sebelum mengaji, ia hanya memberikan
beberapa butir nasi saja. Itu pun tidak ia perhatikan, apakah sudah habis
dimakannya. Ibie hanya melihat, tapi tidak sungguh-sungguh memperhatikan
ikannya. Pikirannya hanya teringat pada wajah nenek, yang tadi pagi perutnya
merasa sakit.
Ibie membentangkan
sajadahnya, ia sholat didalam kamar sendirian. Teringat pada neneknya, ayah
serta adiknya. Biasanya jika ada ayah, ia dan ayah sholat berjamaah. Tapi
maghrib ini ia seorang diri. Pesan guru mengajinya, juga ayah yang
mengajarinya, telah membiasakannya untuk sholat.
“Allah melihat kita, dan
bersama kita, saat kita sedang sholat. Makanya kita harus sungguh-sungguh. Tidak
boleh main-main apalagi berbicara dan tertawa disaat sedang sholat”
kata-kata ayah usai
sholat tetap diingatnya, saat ia dan adiknya tertawa cekikikan saat berjamaah
bersama ayah.
Suasana kamar menjadi
hening, Suara takbir dan lafaz bacaan sholat seolah berbisik-bisik keluar dari
mulut Ibie yang kecil. Takut dan harap dipadukan pada kekhusukan hatinya. Itu
yang diajarkan ayahnya saat mereka bersama. Ibie sunguh-sungguh dalam sholatnya.
Wajah Ibie kembali cerah. Usai sholat
dan berdoa. Ia percaya Allah akan menjaga neneknya, dan memberikan kesehatan
kepada nenek. Ia juga tidak lupa mendoakan ayahnya agar cepat pulang, dan
adiknya, agar bisa berjumpa lagi. Ibie ingin bersama ayah dan adiknya.
Perut Ibie lapar ia sudah tidak tahan.
Sejak sore tadi ia sudah menahannya, karena ingin makan bersama nenek. Ibie
tidak mau sakit, nanti malah menyusahkan nenek. Sebaiknya aku makan saja
duluan, pikirnya.
Ia makan dengan lahap. Sambal teri yang
dimasak nenek hampir habis dimakannya. Ibie menambahkan sayur dan kuahnya. Wajahnya
mengeluarkan keringat. Ia melihat ikannya yang ada dalam toples sedang berenang
menghadap kearahnya.
Dari luar rumah, tiba-tiba ada
suara ketukan pintu. Dan suara salam yang agak lemah. Bersamaan suara itu,
pintu terbuka. Wajah nenek muncul di balik pintu. Seraya hampir bersorak girang
Ibie melihat wajah nenek. Mulutnya terbuka lebar. Matanya seakan bersinar.
Tapi wajah nenek dilihatnya
pucat. Senyum yang biasa tersungging dari bibir nenek tidak terlihat. Nenek
sakit!! Ibie tahu saat nenek masuk kedalam rumah, ada bungkusan obat di tangan
nenek.
Ibie menyegerakan makannya.
Mencuci tangan dan segera menghampiri nenek yang terduduk lemah dikursi.
“Nek.! Ibie sayang nenek. Maafin
ibie ya nek. Ibie pergi siang tadi, tidak bilang sama nenek.” Dipeluknya nenek
dan diciumi wajahnya. “Nenek sakit ya
nek ? Cepat sembuh ya nek!” nenek ibie
kelihatan kegelian dengan lendotan manja Ibie. Mul- utnya tersenyum dan memeluk
cucu yang disayanginya.
Ibie semakin manja didekat
neneknya. Wajahnya kelihatan sangat gembira. Diciumnya wajah sang nenek. Sambil
tertawa kegelian. Tapi hal itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba saja
nenek terasa mau muntah.
Ibie terkejut sekali.
Dilihatnya, wajah nenek menjadi pucat. Dipandanginya sang nenek. Ada perasaan
takut dihati Ibie. Takut kehilangan nenek. Hatinya menjadi sedih. kepada siapa
ia akan minta tolong?
5. TERDENGAR
SUARA ANEH
Nenek Ibie berusaha
bangkit dari tempat duduknya. Dipegangi tangan neneknya dengan sangat kuat. Dan
sekuat tenaga dibantunya nenek untuk berdiri. Dirangkulnya pinggang nenek. Agar
tidak jatuh.
Mungkin nenek perlu
istirahat. Dipapahnya nenek menuju kekamar. Tapi ibie teringat kalau neneknya
tadi membawa obat. Apakah sudah diminum nenek ya? Apa nenek sudah makan?
Biasanya kalau orang mau minum obat, selalu dianjurkan makan lebih dulu.
“Bie…tolong nenek ya.
Nenek mau minum obatnya. Perut nenek sakit kali”
“Apa nenek sudah makan
nasi?” kata Ibie mengingatkan neneknya. “Nanti perut nenek tambah sakit kalau
belum makan! Ibie ambilkan nenek nasi ya? Dikit aja pun enggak apa-apa. Yang
penting nenek harus makan!”
Wajah nenek tersipu
dengan matanya yang sendu, dan bibirnya menyunggingkan senyum mendengar
perkataan cucunya. “Nenek bisa bangkit dan jalan sendiri mengambil nasinya”
lanjut sang nenek dengan suara agak lemah.
“Tidak nek! Biar Ibie
aja”
Ibie langsung keluar
kamar, meninggalkan neneknya yang
istirahat diatas tempat tidur, Pergi ke belakang menuju dapur. Ia
memeriksa lemari makan. Masih ada lauk disana. Sepotong ikan gembung, sambil
teri, dan sayur kangkung. Juga ada beberapa potong tahu yang digoreng. Itu
kesukaan nenek.
Baru saja ibie akan mengambil
piring dari sebuah rak yang ditutupi kain. Ibie merasakan ada suara yang aneh
terdengar ditelinganya. Sesuatu yang berbisik. Sebuah suara seperti sedang
minta tolong.
Bersamaan dengan suara
itu, terdengar rintikan hujan dari atap
seng rumah. Hujan deras turun dengan tiba-tiba. Ibie pun hampir menjadi
ketakutan. Diingatnya nenek yang mau minum obat. Dan niatnya yang mau membantu
nenek agar cepat sembuh. Ibie menjauhkan rasa takutnya.
Dengan mempercepat langkahnya,
Ibie kembali masuk kedalam kamar. Dilihatnya nenek tengah berbaring. Kain penutup
kepalanya dibuka. Kelihatan sekali rambut nenek sudah memutih semua. Perlahan
ibie mendekati nenek. Memberikan piring yang berisikan nasi, sembari meraih
nenek untuk segera duduk.
Ibie tidak menceritakan
kepada nenek tentang suara aneh yang didengarnya tadi. Ia hanya menyarankan
nenek untuk menghabiskan makanannya. Ibie duduk dibawah lantai, sambil
tangannya mengurut kaki nenek yang terjuntai kebawah lantai dari atas tempat
tidur.
Suap demi suap akhirnya
nasi berpindah ke mulut nenek. Makannya
lama sekali. Nenek memaksakan diri untuk menghabiskannya. Ibie tercenung
melihat cara nenek makan, sambil berpikir tentang suara aneh yang didengarnya
tadi.
Hujan semakin deras.
Ibie melirik jam yang ada didinding kamar. Jarum pendeknya menunjuk kearah
angka delapan. Sedangkan jarum yang panjang tepat diangka dua. Ibie bergumam
dalam hati sudah jam delapan lebih sepuluh menit. Mengingat waktu itu, ia belum
mengerjakan sholat Isya.
Ditungguinya nenek
sampai selesai makan. Diambilnya piring yang terdapat sisa kepala ikan dan
durinya. Ia berikan segelas air hangat kepada nenek. Siap sudah makannya. Nasi
yang ia ambilkan tadi habis dimakan nenek. Ibie terlihat senang. kemudian
perlahan memberikan obat nenek, dan langsung meminumnya.
Tangan nenek dengan
lembut mengelus rambut kepala Ibie. Seyumnya merekah dari kulit wajahnya yang
menua. Ibie tertunduk beriring suara petir yang mulai terdengar. Seolah nenek
berkata kepada dirinya, dan mendapat restu dari langit.
6. DOA
IKAN
“Kita sholat isya dulu
yok nek! Nanti ketiduran” Ajak Ibie
kepada neneknya.
Keduanya pergi ke kamar
mandi untuk mengambil air wudhu. Sambil menunggu nenek, Ibie mengambil beberapa
butir nasi dari dalam mangkok. Ia mau memberikan nasi itu kepada ikannya. Tapi
baru saja ia akan melangkahkan kaki didengarnya suara nenek memanggil namanya.
“Bie…cepat ambil
wudhunya! Nenek sudah siap.”
Bergantian dengan nenek,
Ibie melangkah masuk kekamar mandi. Dilihatnya wajah nenek yang basah karena
air wudhu. Ibie bersyukur neneknya baik-baik saja, walau kelihatan masih agak
lemah.
Diluar, hujan semakin
deras. Keduanya telah selesai sholat. Ibie bangkit dari tempatnya. Setelah
mencium tangan nenek dan berdoa, Ibie ada mendengar suara seperti suara orang
yang sedang berdoa. Suara itu hampir sama dengan yang didengarnya sebelum hujan
turun.
Ibie berusaha
mencari-cari asal suara itu. Sedikitpun tidak ada rasa takut dihatinya. Ibie
menjadi penasaran dengan asal suara itu. Dirapatkan telinganya ke dinding untuk
memastikan dari mana suara itu berasal. Ia mencari disetiap sudut rumah.
Suara itu semakin jelas
terdengar. Dengan sangat hati-hati Ibie berjalan menuju pada asal suara itu.
Ibie sangat terkejut!
Mata dan telinganya
tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Hampir-hampir ia berlari
dan berteriak. Kalau saja ia tidak bisa menahan dirinya. Tentu ia sudah lari
ketakutan.
Ini tidak mungkin. Ajaib
sekali! Mustahil. Aku tidak akan percaya jika tidak melihat dan mendengarnya
sendiri. Gumam hati kecil Ibie sambil melebarkan pandangan matanya. Dan
mulutnya yang sedikit menganga.
Apa yang di lihat Ibie
tidak masuk diakal. Seperti keinginannya untuk bisa berenang dan bernafas
didalam air. Apalagi bisa berbicara dengan ikan. Kalau orang yang berenang dan
menyelam didalam laut, itu karena ada alat bantu pernafasan, sehingga mereka
bisa lama menyelam didalam laut.
Siang tadi, Ibie juga
sempat punya keinginan untuk dapat berbicara dengan ikan. Mengajaknya berteman
dan naik sepeda. Itu karena Ibie sangat senang bisa melihat ikan sepat kecilnya
berenang didalam toples. Tapi itu hanya khayalan Ibie saja. Semuanya tidak
mungkin terjadi. Namun malam ini, apa yang dilihatnya sungguh nyata. Ikan dalam
toplesnya bisa berbicara. Seperti bicara manusia. Ikannya berdoa.
“Ya Rabbi…Jadikan aku
hambaMu yang pandai bersyukur. Ya Rabbi…Jadikan aku hambaMu yang bersabar. Ya Rabbi…hanya
kepadaMu hamba berserah diri.”
Ibie semakin bertambah
heran dengan apa yang didengarnya. Kata-kata itu terus diulang sebagai bentuk
doa yang Ibie tidak mengerti.
Ibie terdiam mendengar
doa yang diucapkan ikan itu. Doanya tulus, penuh harap dan rasa takut tidak
diterima. Ia juga selalu berdoa selesai sholat. Tapi sering buru-buru dan tidak
pernah diulang-ulang mengucapkannya.
Lama Ibie berdiri
ditempatnya. Dilihatnya ikan itu berenang. Dan menyudahi doanya. Suaranya tidak
terdengar lagi. Apakah karena ikan itu tahu kehadiranku? Atau aku cuma
bermimpi? Dan suara ikan itu hanya khayalanku saja?
7. TIDAK
BISA TIDUR
Tarikan nafas nenek
terdengar kencang turun naik. Nenek sudah tertidur. Mungkin pengaruh obat yang
diminumnya tadi. Tidur nenek nyenyak sekali. Hujan deras tidak mengganggu tidur
malamnya.
Sementara itu. Ibie masih
belum mempercayai yang dilihat dan
didengarnya. Ia menunggu ikan itu berdoa lagi. Dibangku kecil ia duduk.
Mendekapkan kedua tangannya diatas
perut. Dingin sudah mulai terasa.
Hembusan angin terdengar
sangat ribut menggoyangkan ranting-ranting pohon mangga didepan rumah. Ibie
mencoba mengintip keluar dari celah nako kaca. Air sudah mulai tergenang
dihalaman rumah. Tidak ada seorangpun yang terlihat. Hanya lampu jalan dan
cahaya lampu dari teras-teras rumah para tetangga yang tampak kelihatan.
Ibie mencoba menenangkan
diri. Perasaannya gelisah dari tadi. Matanya pun tidak juga mengantuk. Ia
berharap semoga hujan cepat berhenti. Ia tidak ingin kalau terjadi banjir.
Nenek sedang sakit. Ia hanya seorang anak kecil berusia 10 tahun. Ibunya sudah
meninggal sejak delapan tahun yang lalu.
Ibie hanya tinggal
bersama neneknya dirumah ini. Sementara ayahnya sesekali pulang kerumah, karena
harus bekerja. Ia juga berpisah dengan adik laki-lakinya yang usianya berbeda
setahun darinya. Ikut bersama nenek ibunya di kota.
Ibie sering merindukan
mereka semua. Sekali-kali Ibie berjumpa dan berkumpul bersama dirumah ini.
Senang rasa hatinya. Tapi ia tetap bahagia bersama nenek dirumah ini. Ibie
merasa khawatir kalau malam ini terjadi banjir, dan airnya masuk kedalam rumah.
Ia hanya bisa berdoa, masuk kedalam kamar, dan memandangi wajah nenek yang
sedang tertidur lelap.
Direbahkan badannya
untuk mencoba tidur disamping nenek. Tapi matanya juga tidak mau terpejam. Mata
kecilnya menatap langit-langit kamar. Ibie seperti melayang terbang disamping
nenek.
Dimulutnya mengulum
senyum. Tadi pagi saat ia akan pergi ke sekolah, Ibie ketinggalan buku
tugasnya. Ibie hampir kena hukuman oleh ibu guru di sekolah. Karena diduga
malas tidak mengerjakan PR-nya.
Saat Ibie mengatakan
bukunya ketinggalan, ibu guru mau memaafkannya dengan syarat ia maju kedepan
kelas mengerjakan PR-nya, dan menuliskannya dipapan tulis. Untungnya ia bisa
menjawab semua. Ibu guru pun jadi memujinya, sembari berpesan agar ia lebih
teliti sebelum berangkat kesekolah.
Nafas Ibie turun naik,
dibalikkan badannya kesamping. Memunggungi badan nenek. Tangannya berusaha
menarik kain selimut. Terlihat olehnya sebuah lemari pakaian yang sudah hampir
patah kakinya. Kayunya mulai dimakan rayap. Diganjal dengan dua batu bata.
Lemari tua yang umurnya melebihi usia ayahnya.
Lewat cermin yang ada di
lemari itu. Ibie melihat wajahnya
sendiri yang tidak bisa tidur. Ia tersenyum melihat deretan giginya yang
sedikit menguning. Ia lupa menggosok gigi setelah makan tadi. Disentuh giginya
dengan ujung telunjuk jari. Ia mencium jarinya sendiri. Sedikit ada rasa bau. Tapi Ia enggan kembali ke kamar
mandi dan mencoba untuk tidur.
Nafasnya menghela
panjang, kemudian Ibie membalik tubuhnya kearah yang lain. Ia berusaha mengusir
pikirannya. Tapi terbayang olehnya sepulang sekolah tadi, ketika ia berjalan pulang
dilihat beberapa anak-anak kecil yang sedang mencari ikan di kolam. Dekat sawah
yang ada dibelakang rumah wak ramat.
Mereka tidak bersekolah.
Ada beberapa ekor ikan kecil yang berhasil mereka dapat dan mereka tempatkan
pada sebuah kantung plastic berisi air. Ibie tertarik melihatnya. Ia ikut untuk
mencari ikan itu juga. Saat matanya melihat ada riak kecil didalam kolam yang tidak
terlalu dalam, ia tanggukkan jaring yang dia pinjam dari anak-anak itu. Dan ia
mendapat seekor ikan sepat kecil yang masuk kedalam tangguknya. Ia melonjak
gembira, dan cepat memindahkan ikan yang berusaha melepaskan diri itu ke sebuah
kantung plastic.
Aneh, malam ini, Ia
melihat ikan itu bisa berbicara dan berdoa. Bagi Ibie, itu ikan ajaib.
Bagaimana ia akan menceritakannya kepada orang lain. Apa mungkin mereka nanti
percaya? Mungkinkah itu ikan jadi-jadian. Wak ramat pernah cerita, katanya ada hantu yang sengaja menjadi ikan, untuk
menakut-nakuti orang yang suka menangkap ikan, apalagi di waktu malam. Tapi
Ibie tidak percaya cerita-cerita seperti
itu.
Dengkuran nenek
terdengar cukup keras. Malam semakin larut. Sudah hampir pukul 12
malam.Tiba-tiba terdengar dari luar suara orang berteriak. Banjir…..Banjir…!!!
8. BANJIR
Seolah
tidak percaya dengan suara teriakan itu. Ibie perlahan bangkit dari tempat
tidurnya. Ia sangat terkejut. Dilihat air sudah masuk kedalam kamar nenek. Air
sudah tergenang setinggi mata kaki. Panik! Ia sontak membangunkan nenek.
“Nek,
Banjiiir…! rumah kita kebanjiran nek,”
sambil menepuk-nepuk punggung nenek.
Ibie
turun dari atas tempat tidur. Mencoba menaikkan beberapa barang yang nyaris
terendam. Ia buru-buru dengan cepat mengangkat buku-buku dan majalah serta
beberapa album lama yang berada di rak dasar meja. Kakinya mulai terasa dingin
karena air semakin naik.
Ia
mencabut cok listrik dan menggantungkannya ditempat yang aman. Ia pernah
diberitahu agar hati-hati. Jika saja ada kabel listrik yang rusak. Kita bisa
terkena strum. Air akan mengantarkan listrik. Terlebih dalam keadaan banjir.
Mengingat itu ibie sangat hati-hati sekali.
Ibie tidak bisa berbuat
banyak. Dilihatnya air sudah setinggi betis kakinya. Karpet dan ambal yang ada
diruang tamu sudah basah dan terendam. Begitu juga dengan Dasar lemari dan
buffet.
Ibie mau minta tolong.
Untuk mengangkat meja belajarnya. Diluar rumah ada terdengar suara pintu
diketuk. Syukur rupanya pa’de datang dan mau membantu untuk meninggikan meja
belajar Ibie. Pa’de sempat bertanya nenekmu mana? Yang dijawab Ibie nenek
sedang sakit.
Tiba-tiba nenek
terbangun karena mendengar ada banyak suara orang yang berteriak banjir. Saat dilihat
tidak ada ibie didalam kamar, perlahan nenek bangkit dari tempat tidur. Wajah
nenek kelihatan terkejut karena rumah sudah banjir. Beberapa barang sudah
dinaikkan.
Terdengar suara kecipak
air mendekati kamar. Dan pintu yang dibuka.
“Nenek sudah bangun?
Rumah kita kebanjiran. Hampir sebagian rumah tetangga juga terendam banjir.
Mudah-mudahan airnya tidak naik lagi,” jelas ibie kepada neneknya yang masih
kelihatan pucat.
Tapi nenek tetap mau
melihat, kalau-kalau ada barang-barang yang mudah hancur dan rusak terendam air
yang belum dipindahkan. Betul dugaan nenek sebagian barang miliknya baik
diruang tamu, maupun di dapur sudah terendam. Segera nenek mengangkatnya
dibantu Ibie. “Kalau lama-lama terendam air, barang-barang ini cepat rusak,”
Kata nenek sambil memindahkan radio.
“Bie…teleponlah ayahmu.
Suruh agar ayah besok cepat datang kemari, buat membantu kita.”
“Ia nek.” Jawab Ibie
bergegas mencari handphonenya.
Terdengar suara
kecipakan air dari langkah ibie yang cepat. Enggak pernah terbayang
dipikirannya kalau rumah akan kemasukan air. Menurut nenek, sejarahnya rumah
tidak pernah kebanjiran. Mungkin karena hujannya deras sekali. Atau sudah
banyak orang yang membangun rumah dan meninggikan tanahnya. Sehingga
tanah-tanah kosong sebagai tempat penyerapan air tidak ada lagi. Atau memang cuaca
betul-betul ekstrim.
Ibie melirik jam yang
ada di dinding. Sudah hampir pukul 2 malam. Hujan masih cukup deras. Ibie dan nenek hanya bisa
berada diatas tempat tidur. Sambil menunggu pagi datang dan berharap hujan
segera reda.
Ibie ingin menceritakan
kepada nenek tentang ikannya yang bisa bicara. Tapi takut nenek nanti tidak
percaya. Dan menganggap ia mengada-ngada. Tapi hal itu terus mengganggu
pikirannya. Apa banjir ini ada hubungannya ya dengan doa ikan tadi?
Ia masih ingat doa ikan
dalam toplesnya tadi. Ikan meminta kepada Tuhan agar ia menjadi hamba yang
pandai bersyukur, bersabar dan hanya berserah diri kepadaNya. Ibie masih
mikir-mikir dan belum memahami apa maksud dari doa ikan itu.
Ayahnya pernah bilang,
kita harus bersyukur kepada Allah atas apa yang telah diberikaNya kepada kita.
Waktu itu Ibie dibelikan oleh ayah sepatu sekolah baru. Ibie sangat senang
sekali, karena sepatu yang ia inginkan dibelikan sama ayah. Pada saat itulah
ayah mengatakan, kalau aku harus bersyukur. Karena rezeki yang ayah peroleh itu
semua dari Allah. Sehingga ayah bisa membelikan sepatu baru buat Ibie.
Lalu kata ayah, kalau
Ibie bisa mensyukuri yang didapatnya sekarang, nanti Allah akan memberikan
rezeki yang banyak dan lebih baik. Misalkan tiba-tiba ayah membelikan sepeda
baru buat Ibie, walaupun Ibie tidak minta. Kata ayah waktu itu. Dan ternyata
benar, ayah membelikan aku sepeda baru.
Diatas tempat tidur Ibie
hanya bisa berpikir. Tepatnya ia berkhayal kalau bisa berbicara dengan ikan
dalam toplesnya. Mengapa ikan meminta kepada Allah dengan doa seperti itu?
Terus ia akan bertanya bagaimana ia bisa berbicara seperti bicaranya manusia?
Tiba-tiba ia mendengar
sebuah suara yang memanggil namanya. Suara itu sangat lembut terdengar ditelinganya. Ibie berpaling
kearah suara yang memanggil itu. Matanya luas memandang pojok kamar. Karena
dari situlah asal suaranya. Tapi tidak ada wujud dari asal suara itu. Ibie
sempat menjadi ketakutan.
“hai..namamu Ibiekan? Aku ikan yang
ada didalam toplesmu. Aku berdoa dan meminta kepada Tuhan agar bisa berbicara
kepadamu.”
“Bagaimana mungkin? Kamukan hanya
seekor ikan?” Tanya Ibie dengan penuh keheranan.
“Bagi Tuhan, tidak ada yang tidak
mungkin.” Jawab si ikan menegaskan ucapannya.
“lalu apa maksudmu berdoa kepada Tuhan
dan meminta untuk bisa berbicara?”
“Oh.., aku mau kalau kamu melepaskan
aku dari dalam toples ini. Toples ini terlalu kecil untukku. Aku ingin bebas.
Berenang kemanapun aku mau. Aku juga ingin makan-makanan kesukaanku.”
Ibie teringat ia memberi butiran nasi
kepada ikan itu sore tadi. Memang lucu, saat ikan itu kudapat dari dalam kolam,
masak didalam kolam ada nasi? kan makanan ikan bukan nasi? Ibie tersenyum kecil
mendengar keluhan si ikan.
“Tapikan aku ingin memelihara kamu,
aku suka melihatmu. Aku juga ingin berteman denganmu. Nanti kamu akan aku
carikan makanan kesukaanmu.’
Ibie
meyakinkan si ikan dengan sungguh-sungguh.
“Aku tidak percaya! Manusia itu suka
lupa dengan janjinya. Lagian aku lebih suka mencari makananku sendiri.”
“kalau aku tidak mau melepaskanmu?
Tanya ibie menantang si ikan.
‘Aku hanya bisa berserah diri kepada
Tuhanku. Semoga aku menjadi hambanya yang diberikan kesabaran. Aku juga akan
mensyukuri rezeki yang aku dapat, yang Tuhan berikan lewat tanganmu.”
Ibie tidak mengerti apa yang dimaksud
si ikan dengan perkataannya. Tapi ia tahu ikan berharap agar ia mau
melepaskannya. Banjir sedang terjadi, kalau saja ia melepaskannya sekarang,
tentu sangat mudah. Dan ikan itu bisa pergi berenang kemana saja. Tapi hati
ibie masih berat untuk melepaskannya. Apalagi si ikan bisa bicara. Ini ikan ajaib.
“Baiklah, aku akan melepaskanmu. Tapi
tidak sekarang. Aku masih ingin berteman denganmu.”
Dalam pikiran ibie terlintas untuk
mengajukan beberapa syarat kepada ikan itu. Agar si ikan tetap mau berada di
dalam toples. Tapi apa ya syaratnya? Ibie masih berpikir-pikir.
“Hei, anak manusia! Aku tahu apa yang
sedang engkau pikirkan. Aku ini hanya seekor ikan biasa. Tidak ada keajaiban
dalam diriku. Semua yang kau lihat dan yang kau dengar dari diriku, itu karena
kuasa Tuhanku. Jika kau ragu untuk melepaskanku, aku akan tetap berdoa kepada
Tuhanku. Aku tidak akan berputus asa. Tuhanku selalu menepati janjinya.” Lanjut ikan menyentak alam pikiran Ibie.
Perkataan yang ibie dengar dari mulut ikan sangat
mempengaruhi pikirannya. Sesaat pikirannya ke langit, membawa tubuhnya terbang
dalam awan. Ia ingin berbicara kepada Tuhannya ikan. Apakah Tuhan ikan sama
dengan Tuhannya. Tuhan yang maha kuasa? Tuhan yang menurunkan hujan dari
langit. Ia juga akan meminta agar Tuhan menghentikan hujan, yang membuat
rumahnya menjadi banjir. Ibie percaya Tuhannya sama dengan Tuhan ikan, Tuhan
yang maha kuasa, Allah Swt.
Ibie
terbang dengan pikirannya. Melihat kebawah dari atas awan. Ia melihat Laut yang
cukup luas. Pasti banyak ikan didalamnya. Dilihatnya sungai-sungai yang
mengalir serta danau yang tenang. Pasti juga ada banyak ikan disana. Ikan-ikan
itu berenang dengan bebasnya. Hidup dan mencari makannya sendiri. Bisa berenang
kemana aja yang ikan itu suka.
Hingga
Ibie merasa terbangnya terlalu tinggi. Ia melihat dirinya sendiri. Tangannya
berupaya memegang awan. Tubuhnya berselimut awan. Sampai suara ikan itu tidak
terdengar lagi. Karena seperti ada seseorang yang mengoyang-goyangkan tubuhnya.
“Bie..Ibie…, bangun!!”
Suara
itu berulangkali memanggil namanya. Dan menghilang. Ibie seperti jatuh dari
awan, tubuhnya berguling-guling. Dan byurr….!!!
9. IKANKU
MANA?
Ada suara orang tertawa.
Serentak suara tubuh yang jatuh kedalam air. Ibie terkejut, Ia jatuh dari atas
tempat tidur. Nenek tertawa melihat wajah ibie cemberut. Menggaruk-ngaruk
kepalanya sendiri seraya cepat bangkit dari lantai kamar yang terendam air.
Sambil masih mengusap-usap kedua matanya Ibie jadi ikutan tertawa melihat
tubuhnya yang sudah basah semua.
“Neneeek…!!”, Teriaknya
manja. Kemudian cepat-cepat keluar dari kamar mengikuti langkah nenek yang
berjalan keluar.
Ibie masih belum
mengerti apa yang telah terjadi sebenarnya. Apakah ia tadi malam bermimpi
bercakap-cakap dengan ikannya yang ada dalam toples? Ibie menjadi penasaran.
Segera ia melihat ikan dalam toplesnya yang ada diruang tengah keluarga. Ikan
itu dilihatnya berenang. Siripnya mengipas-ngipas dan sungut kumisnya yang
panjang bergerak-gerak. Ibie mendekatinya, ingin memastikan apakah ikan itu
sungguhan bisa berbicara?
Tidak ada yang istimewa
pada ikan itu. Biasa aja.Seperti ikan-ikan yang lainnya. Tapi mengapa mimpinya
nyata sekali? Ikan dalam toples ini meminta kepadaku agar dilepaskan. Ibie
masih ingat sekali dengan mimpinya semalam. Apakah aku harus melepaskannya?
“Bie…cepat ganti bajumu
sana! Nanti bisa masuk angin”, nenek
mengingatkan Ibie untuk segera mengganti bajunya yang basah.
Jam sudah menunjukkan
pukul 7 pagi. Artinya ibie bangun kesiangan. Ia tidak sholat shubuh tadi. Aduh
bagaimana ini? Dimana aku akan sholat? Apakah Allah akan memaafkan aku?
“Bie…kalau mau sholat
diatas tempat tidur aja. Sudah nenek bersihkan. Karena nenek juga sholat disitu
tadi”.
“Tapi nek, waktu sholat
shubuhkan sudah enggak ada. Ibie juga kesiangan bangunnya?” Ibie coba mengelak.
“Udah sholat aja. Kalau
orang yang ketiduran itu pengecualian allah memaafkan. Makanya segera sholat
jangan lagi bermalas-malasan”, nenek mengingatkan kepada Ibie sembari berjalan
kedapur yang tergenang air.
“Iya nek!” jawab Ibie
enggak bisa mengelak lagi.
Ibie sholat dikamar
depan. Ada ranjang besar yang tinggi. Ini kamar ayah dan jarang ditiduri.
Sekali-kali kalau ayah pulang, ia suka tidur bersama ayah disini.
Disujud terakhir ibie
lama mengangkat kepalanya.Seperti ada doa panjang yang diucapkan. Ibie merasa
tenang setelah selesai sholat. Ia berharap agar Tuhan selalu memudahkan dan
menjaga dirinya dan keluarganya.
Usai sholat. Perlahan
ibie bangkit dan turun dari atas ranjang. Ia melipat sajadah yang dipakainya
untuk sholat dan menaruhnya saja di sana. Kakinya turun menginjak lantai kamar
yang terendam air. Tingginya hampir sebatas betis kakinya. Air yang menggenangi
dalam kamar terlihat bening. Dasar lantai kamar bisa kelihatan. Terdengar suara
riak air saat kedua kakinya berjalan keluar dari dalam kamar.
Ibie berjalan menuju
pintu depan. Diluar sudah dilihatnya ada ramai orang sedang mencoba untuk
membersihkan parit yang tersumbat. Ada beberapa titik timbunan sampah yang
menutupi jalannya air. Tapi parit sudah meluap, airnya sampai di tepi jalan.
Orang-orang itu saling
bergotong royong. Memberi jalan beberapa kenderaan yang mencoba keluar dari
genangan banjir. Seorang ibu muda kelihatan menggendong anaknya yang masih
kecil. Sedang memberitahukan sesuatu kepada salah seseorang diantara mereka.
Seorang anak perempuan terperosok masuk kedalam parit. Untung segera cepat
ditolong.
Ibie tidak mau keluar
rumah. Ia ingin bersama dengan nenek. Tapi nenek sudah tidak dilihatnya didalam
rumah. Ibie keruang tamu untuk melihat ikannya yang ada didalam toples.
Dilihatnya ikan itu masih berenang didalamnya. Ibie mencoba melihatnya lebih
dekat. Menatap mata ikan itu yang juga seperti melihatinya.
Ibie jadi penasaran. Apa
mungkin ini ikan hantu? Kok ikan ini bisa menatapku seperti itu. Seolah mengajak
bicara dengan mulutnya yang komat-kamit. Apa ikan ini aku lepaskan saja di air
yang tergenang ini? Tentu ia bisa berenang mencari jalan keluarnya sendiri dari
dalam rumah yang kebanjiran ini. Lagipula airnya bening. Aku bisa melihat ikan
itu berenang.
Tapi ibie mengurungkan
niatnya. Ia masih ingin memelihara ikan itu. Menurutnya ikan ini berbeda dari
ikan yang pernah ia punya.Ibie ingin benar-benar dapat berbicara dengan ikan
yang ada dalam toplesnya. Seperti ada yang aneh, mimpinya semalam seperti
nyata. Ikan itu bicara kepadanya dan ikan itu berdoa.
Ibie berpikir,
mungkinkah ikan juga berdoa disaat ia
sedang menderita dan dalam keadaan susah? Bukan hanya orang saja yang berdoa
tapi makhluk hidup lainnya yang diciptakan Tuhan akan berdoa kepadaNya. Ibie
tidak mengerti. Jika hal itu benar. Ini suatu keajaiban.
Ibie tidak mau
memikirkannya lagi. Ia pergi meninggalkan ikan itu. Mencari nenek ketempat
Riki. Rumah Riki tinggi. Air tidak sampai masuk kedalam rumah. Benar dugaannya,
Nenek ada disana. Bersama Ika dan Riki, nenek sedang duduk sambil menonton
berita di televisi. Ada peristiwa banjir diberbagai tempat dan daerah. Termasuk
di daerahnya sendiri ada dalam siaran berita. Ada yang meninggal katanya.
Seorang anak laki-laki terbawa hanyut arus air yang cukup deras. Ihh…sedih Ibie
mendengarnya.
Ibie tidak tahu kalau
diam-diam ayahnya datang. Masuk kedalam rumah yang digenangi oleh air. Ia baru
tahu ketika ayah mencari dan memanggil namanya. Ayahnya sengaja disuruh pulang
sama nenek untuk membantu membersihkan rumah. Ibie berniat untuk menceritakan
kepada ayahnya tentang ikan dalam toplesnya yang bisa bicara.
“Sungguh! Ibie mendengar ikan itu
berdoa yah. Ikan itu juga berbicara sama ibie minta dilepaskan dari dalam
toples.” Cerita Ibie kepada ayahnya dengan mimik wajah yang serius.
“lalu…, sudah Ibie lepaskan ikan itu?”
Tanya ayahnya mencoba menanggapi cerita ibie berusaha menahan senyumnya.
“Belum yah. Ibie mau memelihara ikan
itu. Ibie senang melihatnya berenang dalam toples.”
“Tapi kalau ayah boleh menyarankan,
sebaiknya ikan itu dilepas saja. Biar ikan itu bisa berenang dengan bebas. Ibie
masih ingat apa doa ikan itu?” Tanya ayahnya.
“Doanya panjang yah..!” Ibie agak
enggan untuk mengatakannya. Ia tahu kalau ayahnya sedang menggodanya.
“Oh..bagaimana kalau ikannya dilepas
didalam sini. Air dalam rumah ini bening. Ibie nanti bisa melihat ikannya
berenang.”
“Tapi yah, bagaimana kalau nanti
ikannya hilang?” Tanya ibie sedikit ragu.
“Tidak ada salahkan kalau kita
mencoba?!” jawab sang ayah berusaha menghilangkan keraguan Ibie.
Ibie menuangkan air dalam toples. Tapi
ia agak tergesa. Sehingga ia tidak menyadari kalau ikannya sudah melompat masuk
kedalam genangan air. Percikan dan riak air menghalangi pandangan matanya.
Ikannya dengan cepat berenang dan menghilang dari penglihatannya.
“Ayaah! ikanku manaa…??”
teriak ibie sedikit panik mengetahui ikannya sudah menghilang.
10.TERJAWAB SUDAH
Wajah
Ibie terlihat murung. Ia kelihatan sangat kesal sekali. Ingin rasanya ia
menangis. Kalau saja ia tidak mengikuti apa kata ayahnya. Tentu ikannya tidak
akan hilang. Tapi ibie tidak mau menyesal apalagi harus marah kepada ayahnya.
Mungkin benar kata ayahnya, ikan itu ingin hidup dan berenang dengan bebas.
Ayah
mencoba menenangkan Ibie yang sedang bersedih. Berusaha membantu mencari
ikannya. Mungkin masih ada disekitar rumah. Disudut-sudut kaki lemari ikan itu bersembunyi.
Atau dibawah meja. Tapi ikan itu juga tidak kelihatan. Ibie hanya bisa terdiam.
Ayahnya sudah berusaha membantu. Mungkin salah Ibie juga yang tidak mendengar
kata ayah untuk pelan-pelan melepaskannya.
Jam sudah menunjukkan
pukul 9 pagi. Hujan gerimis sejak pukul 7 pagi tadi belum juga ada tanda-tanda
untuk berhenti. Ibie masih kelihatan murung. Perasaan sedihnya tidak bisa
ditutupi. Tapi ia berupaya untuk menahan diri. Ibie hanya berharap segera
mendapatkan lagi ikannya. Yang mungkin masih ada didalam rumah. Ayah ibie tahu
perasaan putranya. Ia mencoba menghibur dan membelai rambut kepalanya.
“Ibie ingat dengan doa
ikan itukan?” Tanya ayahnya perlahan menatap wajah ibie dengan lembut.
Ibie agak terperangah
memandangi wajah ayahnya. Belaian tangan ayahnya terasa hangat menyejukkan
hatinya. Ia mencoba tersenyum.
Kegusaran hati Ibie
sedikit hilang dengan pelukan sang ayah. Ia mencoba mengingat doa ikan dalam
toplesnya yang pernah ia dengar. Terasa tidak masuk diakal kalau ikan bisa
bicara. Siapapun tidak akan percaya termasuk ayahnya sendiri. Bagi Ibie terasa
sulit untuk melupakannya.
Ibie tidak tahu harus
mengatakan apa. Mulutnya seperti terkunci. Ada butiran bening yang mengalir di
matanya. Ibie menangis. Perasaannya cukup dalam.Ibie tidak tahu kenapa ia
menangis. Apakah karena ayahnya? Atau karena ikannya yang hilang? Ibie sungguh
sangat menyayangi ayahnya.
Ibie tidak mau
melepaskan pelukan dirinya dari sang ayah. Ia tidak peduli dengan ikannya yang
hilang. Ia hanya mau ayah ada bersama dengannya.
“Bie…Ibie…! Ibie mau
cerita dengan ayah sekarangkan? Ayah minta maaf telah menyuruh ibie untuk
melepaskan ikan itu dari dalam toples. Ayah pikir, kalau ikan itu kita lepaskan
didalam rumah ini, kita dapat melihat ikan itu berenang dan bisa menangkapnya kembali.
Tapi ayah salah. Ikan itu terlalu cepat berenang dan menghilang dari pandangan
kita.” Ungkap ayah Ibie merasa bersalah
kepada anaknya.
“Apakah sungguh-sungguh
ikan itu bisa bicara dan berdoa?” Tanya ayah ibie serius mengenggam erat kedua
lengan tangan Ibie.
Ibie merasakan
pertanyaan ayahnya sangat serius dan tidak main-main. Tapi ibie justru malah
menjadi ragu dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Mungkin saja itu hanya
khayalannya saja. Dan ia membawanya dalam mimpi. Jadi cerita tentang ikan dalam
toplesnya bisa bicara, tidak benar-benar terjadi. Dan itu hanya mimpi.
“Ayah! Menurut ibie itu
tidak mungkin. Dan itu hanya khayalan dan mimpi Ibie saja.” Jawab Ibie
meyakinkan ayahnya bahwa ia tidak ada menyembunyikan ceritanya.
“Apa ibie yakin? Ibie
tidak mengingat sesuatu?” Tanya ayahnya lagi.
‘Maksud ayah?”
“Dulu ada cerita tentang
seekor ikan ajaib yang bisa berbicara kepada manusia. Ikan itu awalnya adalah
seorang putri yang disihir oleh si penyihir jahat. Karena si putri adalah gadis
cantik yang akan dipersunting oleh seorang pangeran dari sebuah kerajaan yang
sangat berkuasa. Sementara sinenek sihir ingin agar cucunya yang menjadi istri
dari pangeran itu. Maka ia tidak mau kalau si putri yang cantik itu sampai
dipersunting oleh si pangeran. Maka ia menyihir putri itu menjadi seekor ikan
dan membuangnya kedalam sebuah danau ditengah hutan.” Cerita ayah kepada ibie.
Persis seperti dalam sebuah cerita dongeng.
Ibie tertawa mendengar
cerita ayahnya. Hatinya mulai sedikit ceria. Ternyata ayahnya pandai pula
bercerita.
“Lalu bagaimana
kelanjutan ceritanya yah? Apakah putri itu selamanya menjadi seekor ikan?” Ibie
mencoba memancing ayahnya.
Ayah Ibie
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Mencoba tersenyum dan melanjutkan
ceritanya.
“Singkat cerita ikan itu
ditemukan oleh seorang pemuda tampan yang ternyata adalah pangeran dari
kerajaan itu yang sedang mengembara. Nah.., pada saat pemuda itu ingin memotong
si ikan, tiba-tiba ikan itu berbicara
kepadanya untuk tidak memotongnya dan minta agar ia dilepaskan.”
“Lalu yah!” Ibie tidak sabar menunggu cerita ayahnya.
“Lalu…???”
Ayahnya mencoba menggoda
Ibie dengan sedikit bergumam.
“Hmm..”
“Lalu..dengan sedikit
terkejut pemuda itu memenuhi permintaan si ikan dengan syarat, ikan itu harus
ikut dengannya menuju kesebuah kerajaan yang sedang terkena wabah penyakit.
Akibat ulah seorang nenek sihir jahat. Kemudian ikan itu ditempatkan pada
sebuah tabung berisikan air dan dibawanya kekerajaan tersebut.”
“Yah..! apa hubungannya
ikan itu dengan wabah penyakit dikerajaan itu?”
“Pertanyaan Ibie pintar
sekali.” Kata ayahnya sambil mengusap pipi si Ibie.
Si ayah kemudian
menjelaskan. Pada waktu itu nenek sihir mengatakan, bahwa wabah penyakit di
kerajaan itu hanya bisa dihilangkan, jika ada seekor ikan yang bisa berbicara
memberikan sisiknya untuk diambil sebagai obat. Nah..karena itulah, makanya
pada saat sisik ikan itu diambil. Ikan itu tiba-tiba menghilang dan berubah
wujud menjadi seorang putri cantik. Bersamaan dengan itu, wabah penyakit di
kerajaan pun hilang. Dan akhirnya, pemuda tampan yang merupakan pangeran
dikerajaan itu menikahi putri cantik tersebut dan menjadi istrinya. Mereka
berdua kemudian hidup bahagia bersama rakyatnya dikerajaan itu. Sementa nenek
sihir dan cucunya menghilang dan tidak diketahui kemana.
Sampai disitu ayah Ibie
diam menunggu reaksi anaknya.
“Ibie tahu yah. Mengapa
ayah cerita itu kepada Ibie.”
“Iya..! menurut Ibie
apa?” sang ayah mencoba mengerti dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Ibie menghela nafasnya
agak dalam. Kemudian menatap wajah ayahnya dan sambil sedikit tersenyum ia
berkata;
“Ayah..! Ayah sedang
menceritakan tentang sebuah keajaiban. Tentang hal yang baik dan jahat. Tentang
kesabaran dan kebahagiaan. Orang yang baik akhirnya akan hidup bahagia karena
ia telah bersabar dalam menghadapi setiap cobaan.”
“Alhamdulillah…!! benar
sekali anakku.”
Kelihatan sekali ayahnya
terharu dengan apa yang di pahami oleh anaknya. Akhirnya terjawab sudah
teka-teki tentang cerita ibie yang mengatakan ikan dalam toplesnya bisa bicara
dan berdoa. Tidak ada yang tidak mungkin. Semua bisa terjadi.
‘Yah..lihat yah!” kata
ibie sedikit berteriak kepada ayahnya.
“Itu ikannya yah!”
11.ENGGAK
MURUNG LAGI
Suara teriakan Ibie mewarnai rasa
dihati ayahnya. Kegembiraan putranya dapat di rasakan. Ketika tulunjuk kecilnya
menunjuk tepat pada ikannya yang sedang tenang, berenang bersembunyi di bawah
kaki kursi. Ayahnya mencoba mengingatkan Ibie untuk tenang. Agar ikannya tidak
berenang jauh dan menghilang lagi dari pandangan.
Ibie memperhatikan dengan mata yang
tajam gerakan ikannya. Ia tidak mau lagi kehilangan ikannya itu. Ibie bersyukur
dan senang sekali hatinya. Dengan perlahan ia mendekati ikan itu. Tapi ikan
cukup lincah menggerakkan ekor dan siripnya menjauh dari Ibie. Ibie cukup
sigap, ia berhasil menangkap ikan itu kembali dengan gayung yang ada
ditangannya.
“Hahaha…, Ibie berhasil yah menangkap
ikannya.” Terdengar suara tawa kegirangan dari mulut ibie. Dengan wajah
polosnya ibie kembali memasukkan ikan itu kedalam toplesnya. Air dalam toples
ia ganti dengan air yang baru. Terlihat ikan itu bergerak berenang kesana
kemari. Mulut ikan itu komat kamit seperti pertama kali ibie melihatnya.
Melihat hal itu ayahnya hanya
tersenyum. Ia merasakan kegembiraan anaknya. Tapi masih ada yang harus ia
kerjakan, yaitu menguras rumah dari air banjir yang masih tergenang.
Sementara itu ibie dengan
kegembiraannya, berjanji akan melepaskan ikannya kembali kedalam kolam yang ada
dibelakang rumah dekat sawah wak ramat. Ibie masih ingin melihat ikan itu ada
didalam toples. Terpikir olehnya kalau seandainya ikan itu mau berbicara
kepadanya.
Ibie menyadari tidak ada yang tidak
mungkin. Semua bisa terjadi. Ayahnya telah mengajarkan kepada dirinya untuk
yakin dan percaya bahwa segala sesuatu sudah diatur oleh Allah. Tergantung
bagaimana kita harus bekerja dan berusaha untuk mendapatkan hal yang terbaik
untuk diri kita.
Beberapa saat kemudian. Ibie dan
ayahnya saling bekerjasama menguras air dalam rumah dan membersihkan rumah yang
kotor karena banjir. Ibie tidak merasa lelah membantu ayahnya merapikan rumah.
Setelah semua kembali bersih dan air telah mulai mengering, Ibie terduduk di
sebuah bangku sambil memandangi ikannya yang ada didalam toples.
Ibie tidak mendengar nenek yang
memanggil namanya berulang kali. Ia tertidur dibangku itu. Ayah yang mengetahui
ibie tertidur sengaja tidak membangunkannya. Ia tahu, ibie pasti kecapean
karena seharian telah membantunya untuk membersihkan rumah. Melihat hal itu ia
tersenyum dan mengusap kepala ibie. Kemudian memindahkannya diatas tempat
tidur. Desah nafas ibie sangat panjang.
*
Ibie terheran-heran, dilihatnya ada
seekor ikan yang sedang naik sepeda. Ikan itu mengajaknya untuk berlomba.
Dengan kedua siripnya, ikan itu memegang stang sepedanya. Ekornya dengan sangat
cepat mengayuh kedua pedalnya. Ibie nyaris kalah dalam perlombaan itu.
Ikan itu tertawa kepadanya. Kemudian
mengajaknya untuk bermain bola, ditanah sawah yang kering. Ibie berlari
berusaha menendang bola kegawangnya. Tapi ikan berhasil menghadangnya dan
menangkap bola dengan kedua siripnya.
Saat asik mereka bermain bola, lewat
wak ramat dengan kereta bakso bakarnya. Ibie teriak memanggilnya. Dan berlari
menghampirinya. Dengan uang dua ribu rupiah yang ada dikantong celananya, ia
hanya bisa membeli dua tusuk bakso besar yang kemudian satu buah diberikannya
kepada ikan itu.
Ibie
tertawa terbahak-bahak saat ia melihat si ikan kepedasan memakan bakso itu.
Wajahnya kelihatan lucu. Sungutnya bergerak-gerak. Kemudian si ikan mengajaknya
untuk berenang di dalam kolam. Ibie mencoba menolak karena ia tidak pandai
berenang. Tapi si ikan memaksa.
Ikan itu berkata, “Jangan takut! Nanti
akan aku ajari kamu cara berenang.” Rupanya ikan itu bisa bicara. Ibie sangat
senang sekali. Ia mau saja ketika ikan itu mengajaknya menyelam kedalam kolam.
Ibie juga heran, ia bisa bernafas di dalam kolam. Si ikan membawanya ketempat
yang dalam. Ada sebuah lubang yang besar, dan ikan masuk kedalamnya. Badan ibie
tidak muat. Ia terjepit didalam lubang. Ibie meronta-ronta untuk dapat
melepaskan dirinya. Tapi tidak bisa. Lubang itu seolah seperti mengecil dan
menyempit menghimpit tubuhnya. Ibie berteriak memanggil si ikan. Tapi ikan
telah berenang jauh meninggalkannya. Suara teriakan ibie tidak terdengar seperti
ada yang tersekat didalam tenggorokannnya. Suaranya nyaris tidak keluar. Kedua
tangannya mengepak-ngepak untuk menerobos dalam lubang. Tapi ibie sudah
tertinggal jauh terjepit dalam lubang. Ibie ketakutan dan berteriak meminta
tolong.
**
Tidak lama kemudian, Ibie dikejutkan
dengan suara seseorang yang memanggil namanya.Ia terkejut dan terbangun, saat
ada sebuah tangan menggoncang tubuhnya. Ibie melompat dari atas tempat tidur
memegang tenggorokannya dan mengusap kedua matanya.
Orang itu tertawa sembari
memegang kakinya.
“Bie…Ibie…kamu mimpi apa?”
Tanya suara itu yang ternyata adalah ayahnya.
Rupanya saat ia sedang
bermimpi suara teriakan tolongnya keluar
dan terdengar oleh ayahnya.
“Ikannya yah.., Ikannya!!”
jawab ibie dengan suara yang lemah.
“Iya…Ikannya kenapa?” Tanya
ayahnya lagi menepuk-nepuk bahunya.
“Ibie..mimpi bermain sepeda dan
main bola dengan ikan itu. Lalu makan bakso wak ramat.” Sambil ia
mengusap-ngusap kedua matanya.
“Terus…???” tanya ayahnya
berusaha menahan tawa.
“Terus ikan itu mengajak Ibie
berenang di dalam kolam. Dan ibie terjepit didalam sebuah lubang.” Ibie diam sejenak. Lalu Ia melanjutkan
ceritanya.
“Ikan itu, meninggalkan Ibie di
dalam lubang. Lalu Ibie teriak
memanggilnya. Tapi suara Ibie tidak keluar. dan tiba-tiba ada suara orang yang
memanggil Ibie.” Lanjut Ibie sedikit cemberut melirik sang ayah.
Mendengar itu ayahnya tertawa. dan
mengusap-ngusap rambut kepala Ibie. Mungkin karena kecapeaan, makanya ibie jadi
bermimpi. Dipeluknya ibie dan membisikkan sesuatu kepadanya. Ibie tertawa dan
memeluk erat ayahnya. “Ibie juga sayang ayah.” Bisiknya.
Catatan : Cerita ini terinspirasi dari pengalaman nyata rumah yang kebanjiran.
khusus buat anakku Habibie Akbar dan Arief Fhadillah.
Ayah sayang Bibi dan Arief.