DOA IKAN DALAM TOPLES & IBIE YANG MURUNG

DOA  IKAN 
DALAM  TOPLES
&
IBIE YANG
MURUNG
SYAIFUL BAHRI

DAFTAR  ISI
1.      Mendapat Ikan
2.      Lupa Waktu
3.      Tetap Berangkat Ngaji
4.      Nenek Sakit
5.      Terdengar Suara Aneh
6.      Doa Ikan
7.      Tidak Bisa Tidur
8.      Banjir
9.      Ikanku Mana?
10.  Terjawab sudah
11.  Enggak Murung lagi

1. MENDAPAT  IKAN
Bermula dari seorang anak laki-laki yang bernama Ibie mendapat seekor  ikan, pada sebuah kolam di areal persawahan, yang tidak jauh dari belakang rumahnya. Seekor ikan sepat kecil yang berwarna perak kehitaman.
          Ibie berencana memelihara ikan itu. Dan menempatkannya pada sebuah toples kaca kecil yang diminta dari neneknya. Ibie kelihatan sangat gembira. Ketika ikan tersebut berenang dengan lincah didalam toples yang telah diisinya dengan air. Mulut ikan itu berkomat-kamit seperti ada yang diucapkannya. Dipandanginya ikan di dalam toples itu. Ikan itu kelihatan lucu berenang kesana kemari.
          Ibie pun meletakkan toples yang berisikan ikan itu pada sebuah meja. Sejenak ia melihatinya. Sambil tersenyum dan tertawa, sesekali ia tunjukkan ujung jarinya ke mulut ikan kecil itu. Puas memandang ikan tersebut, ibie pun bergegas keluar, karena didepan rumah sudah ditunggu  Riki.
          “Bie…., Cepat! Nanti kita ketinggalan”.
Buru-buru Ibie meninggalkan Ikan dalam toplesnya. Cantik, lucu, sungguh menyenangkan kalau seandainya aku bisa menempatkannya pada sebuh tempat yang lebih besar. Tapi nenek Ibie hanya bisa menemukan toples satu-satunya bekas kue hari raya dizamannya yang terbuat dari kaca. Gitu pun, ibie merasa sangat senang karena toplesnya bersih dan bening, ketika dibersihkan dan diisi dengan air.
Kalau aku bisa berenang seperti ikan dan bernafas didalam air, wah, gimana ya? pikirnya sambil senyum-senyum sendiri. Aku akan berenang kedalam kolam yang dalam, dan melihat ikan-ikan yang ada didalamnya. Tapi ah, enggak enak, baiknya di sungai saja yang lebih luas atau di laut, pasti akan lebih banyak yang bisa dilihat. Lautkan cukup luas, ada banyak jenis ikan dan  tumbuhan laut yang bisa aku lihat.
Aku berenang masuk kedalam gua-gua yang ada didalam laut, dan ketemu putri duyung yang cantik. Seperti yang ada di film-film kartun yang kutonton. Apalagi kalau aku bisa bicara dengan ikan. Tentunya aku jadi lebih tahu kalau ikan itu juga punya keinginan dan cita-cita. Apa ya kira-kira.., cita-cita ikan? Apa mungkin ikan punya cita-cita? bisa berjalan seperti aku, tinggal di dalam rumah, bermain bola, naik sepeda, sekolah, dan bisa makan baksonya wak ramat?
Sampai disitu Ibie rasanya mau tertawa. Apa ikan tahan pedas ya? Aku sendiripun tidak suka makanan yang terlalu pedas. Perutku suka sakit kalau banyak makan yang pedas-pedas.
 Kalau aku bisa berenang didalam  laut, aku mau mencari mutiara. Orang bilang mutiara itu sangat cantik. Seperti apa ya mutiara itu? Oh, seperti guli-guliku yang banyak itu. Aku sering menang kalau bermain guli. Gulinya kusimpan didalam kaleng bekas roti.
Terus kalau aku bisa bicara dengan ikan-ikan itu, aku akan mengatakan kepada mereka, apakah mereka mau berteman dengan aku, dan bermain bersama denganku? Aku akan ajari mereka naik sepeda, kalau mereka mau ikut denganku.
Tapi, apa ikan-ikan itu nantinya bisa memegang stang sepeda? Ikan kan tidak punya tangan, ikan hanya punya sirip untuk berenang. Dan tidak punya kaki untuk mengayuh pedalnya?
Hihi…lucu juga aku, kenapa aku kepikiran ikan bisa naik sepeda ya. Ikankan cukup senang tinggal di dalam air dan bisa berenang kemana saja. Sampai disitu, tiba-tiba Ibie terkejut, keningnya sedikit berkerut, bukankah baru saja aku mendapat ikan dan menaruhnya didalam toples kecil yang sempit?
Ibie memalingkan kepalanya, ada rasa kasihan ketika ia melihat ikan dalam toples yang ia tempatkan diatas meja kayu disudut dinding rumah.
“Bie…Ayo!”
 Lagi-lagi suara teriakan Riki yang sudah menunggunya sedari tadi di halaman depan rumah. Tanpa dikomando lagi, Ibie segera mengambil sepedanya dan meluncur pergi bersama Riki.
“Mas, kita mau kemana?”
“Kita sudah ditunggu di kolam renang diujung jalan dekat sungai itu. Disana ada Alam dan Bowo,  mereka akan mengajak kita berenang.” Kata Riki mempercepat  kayuhan sepedanya.

2.   LUPA WAKTU
“Kenapa lama kali? Kami sudah dari tadi menunggu disini. Ayo  cepat! Kita masuk. Om- ku sudah ada di dalam menunggu kita.”  Agak sedikit kesal  Bowo mengajak masuk mereka. Biasanya di kolam renang ini dikenakan biaya masuk Rp 7000/orang. Tapi kali ini mereka gratis, karena ada Om-nya Bowo yang bekerja disana.
Ibie teringat pada ikannya. Ketika ia melihat luasnya kolam renang, dengan airnya yang jernih. Didalamnya sudah banyak orang yang mandi dan berenang. Ada kolam khusus buat anak-anak. Kolamnya tidak terlalu dalam, jadi mereka bisa sepuasnya mandi atau berlatih berenang, tidak takut tenggelam.
Dan ada pula kolam untuk orang dewasa. Ibie takut mandi disana, karena ia  belum pandai berenang, takut kalau tenggelam. Ibie memilih mandi ditempat yang tidak terlalu dalam, bersama Riki, Alam dan Bowo. Mereka bermain siram-siraman dan berlari kejar-kejaran didalam air.
Sekali-kali, ia mencoba berenang dengan gaya bebas, tapi belum lihai benar. Hanya tangannya saja yang memukul-mukul air, tapi badannya tidak bergerak-gerak. Ibie sempat malu dilihati anak-anak yang lain. Tapi ia berusaha untuk menutupinya dan menenggelamkan tubuhnya didalam air.
Ibie sempat merasa iri melihat orang bisa berenang. Menenggelamkan diri, menahan nafas dari tempatnya berenang, dan tahu-tahu sudah ada diujung kolam. Mereka mencoba berenang dengan berbagai-gaya, bahkan ada yang melompat dari ketinggian dan menjatuhkan dirinya kedalam kolam. Ibie ingin sekali seperti itu. Makanya ia kembali mencoba belajar berenang.
Tiba-tiba ada suara teriakan yang cukup keras dari pinggir kolam. Ibie sempat terkejut dan mengarahkan pandangan matanya keorang tersebut. Ternyata, ada seorang ibu sedang memanggil-manggil anaknya yang mencoba berenang dipinggir pembatas kolam orang dewasa. Kelihatan sekali ibu itu sangat panik, dan mengingatkan anaknya untuk menjauh dari tempat itu.
          Ibie terlihat sedih dan gelisah. Dipandanginya wajah ibu itu dari dalam kolam, beruntung sekali anak itu. Ada ibunya yang menemani ia berenang. Ditengah kolam, ia tertegun dan melihat ditempat lain, banyak orang tua yang mengajak anaknya untuk berenang dan mengajarinya. Kelihatan sekali anak-anak itu cukup senang dan gembira. Ada bersama dengan orang tuanya.
          Sekali lagi perasaan aneh muncul di hati Ibie. Ia teringat pada neneknya yang ada dirumah. Sejak usia dua tahun, ia sudah tinggal bersama neneknya. Sekarang neneknya Sudah tua dan tenaganya mulai berkurang. Nenek ibie sangat sayang kepadanya. Ibie selalu diperhatikan. Keinginannya hampir selalu dipenuhi. Ibie pun sayang sekali sama neneknya.
          “Hai, Bie…kok kamu ngelamun? Ayo kita kesana!”
          Suara Bowo mengagetkan Ibie yang sedang tercenung. Ibie melihat kearah yang ditunjuk Bowo.
          “Ngapain kesana?”
          “Disana ada aquarium dan kolam pemeliharaan ikan.  Ayok kita lihat!”
Ibie tampak senang sekali, wajahnya kembali ceria. Ia bergegas keluar dari dalam kolam, berjalan melewati orang-orang yang lagi asik berendam didalam air. Kemudian sigap naik keatas pinggiran kolam, disitu pun banyak orang-orang yang sambil dudukan merendam kakinya kedasar kolam.
Ibie melihat Riki dan Alam masih bermain di dalam kolam, mereka tidak ikut. Masih asik main siram-siraman. Ibie segera menuju ke Bowo yang sudah menunggunya, dengan celana dan seluruh badannya yang masih basah. Kami berdua berjalan ke sebuah pondok kecil dibelakang kolam renang. Disana juga terlihat banyak anak-anak yang sedang asik dan saling berbisik sembari melihat ikan-ikan yang ada di dalam aquarium.
“Cantik-cantik ya Wo, ikannya”
Kata Ibie yang dijawab dengan anggukan kepala bowo.
Ibie ingin sekali memiliki ikan-ikan cantik seperti itu. Harganya pasti mahal. Aquariumnya juga cukup besar, dan dihiasi batu-batu cantik serta gambar alam bawah laut. Ada kincir-kincir airnya dan gelembung-gelembung udara yang dipompakan lewat kincir yang berputar.
Ikannya warna-warni, ada yang kecil panjang, ada juga yang gemuk pendek, badannya seperti gembung. Ada juga yang besar-besar berenang bolak balik. Semuanya lincah dan lucu.  Mulut-mulut ikan itu terus komat-kamit. Ibie jadi teringat ikan kecilnya yang ada di dalam toples dirumah. Apa ikan-ikan itu sedang bicara? Mulutnya terus komat-kamit seolah mengatakan sesuatu? Apa ikan itu rindu juga sama keluarga dan orang tuanya?
Ibie kembali termenung memikirkan nasib ikan kecilnya. Seandainya saja ia seperti ikan kecil itu. Apa yang bisa ia lakukan? Dan bagaimana perasaannya?
“Wooii…Ayo kita pulang!” 
Teriak Riki memanggil dari pinggir kolam.
          Rupanya Riki dan Alam sudah bersiap-siap untuk pulang. Mereka sudah mengeringkan badannya. Ibie hampir lupa kalau sore ini, ia juga ada tugas mengaji. Melancarkan hapalannya.
          Mereka beranjak pergi untuk beres-beres dan meninggalkan kolam renang, masih ada kelihatan orang-orang yang tetap bertahan bermain didalam kolam. Ibie juga melihat beberapa penjual jajanan yang ada di luar tempat pembelian tiket. Masih ada yang antri untuk membeli tiket masuk, dan anak-anak yang membeli bakso bakar.
          Tapi ia harus cepat sampai kerumah, perutnya pun sudah terasa lapar. Nenek pasti sudah menunggunya dan menyuruhnya untuk pergi mengaji. Karena asik berenang dan bermain bersama ikan-ikan dikolam. Ia lupa waktu untuk mengerjakan sholat ashar.
          Seketika Ibie menjadi lemas, saat Ia akan mengambil sepeda. Ban-nya kelihatan kempes. Ban sepedanya Bocor! Ada paku yang menancap di ban sepedanya. Wajahnya jadi murung, menghela nafas. Teringat wajah neneknya yang akan memarahinya kalau ia terlambat pulang. Dan guru mengajinya yang akan menghukumnya jika ia datang terlambat. Juga waktu sholat ashar yang tak bisa ia kejar.
Tapi Ibie tidak kehabisan akal, ia sempatkan dirinya untuk ke ruang sholat yang disediakan pengelola kolam renang. Sebelumnya ia titipkan sepedanya ke tukang tempel sepeda yang tidak jauh dari pinggir sungai untuk segera ditempel. Sementara itu Riki, Alam dan Bowo sudah pulang terlebih dahulu.
Buat Ibie ini pengalaman baru baginya, ia mendapat pelajaran dari kejadian hari ini.  Selesai sholat, ia berdoa agar secepatnya bisa sampai dirumah. Tapi lagi-lagi Ibie kaget, uang yang ada dikantung celananya hilang. Uang itu cukup untuk membayar tukang tempel ban.

3.   TETAP BERANGKAT NGAJI
Dengan wajah murung, Ibie tertunduk lesu         di sebuah bangku. Sembari berpikir bagaimana bisa membayar tukang tempel ban. Sedangkan ia sudah tidak punya uang lagi. Sementara hari sudah semakin sore, sudah waktunya ia berangkat ngaji.
Dalam hati, Ibie berdoa semoga tukang tempel ban sepedanya, mau berbaik hati kepadanya. Ibie malu kalau tidak membayar. Ibie teringat pesan ayahnya, kalau kita suka berbuat baik dan menolong orang lain yang sedang dalam kesusahan, Allah pun akan menolong kita. Sekarang aku sedang dalam kesusahan. “Ya Allah...tolonglah aku,” Bisik Ibie perlahan dalam hatinya.
Tiba-tiba dari kejauhan ada seseorang yang sedang memperhatikannya sedari tadi.
“Hai..! kamu temannya Bowo kan? Kenapa belum pulang?”  tanyanya kepada ibie. 
“Hah, anu om.., ban sepeda aku bocor, tapi aku tidak punya uang untuk membayar tukang tempel bannya. Uangku hilang!”
Jawab Ibie sedikit terbata. Rupanya suara orang yang menegur itu adalah Om-nya Bowo, yang sedang keluar untuk keperluan sesuatu  dari area kolam renang.
Ibie bersyukur, ternyata om-nya Bowo orangnya baik. Ia yang membantu Ibie membayarkan  ongkos nempel ban sepedanya. Sebelum pulang, Ibie mengucapkan terima kasih kepada Om-nya Bowo karena sudah mau menolongnya. Ia juga berterima kasih kepada tukang tempel  ban.
Dan ia tersenyum, benar kata ayah, Allah akan menolong orang yang mau meminta kepada-Nya. Ibie janji, ia akan selalu berbuat baik. Dan menolong orang lain yang dalam kesulitan.
 Cepat Ibie mengayuh sepedanya. Jalan                 berbatu kecil-kecil diterobosnya dengan sigap. Beberapa kenderaan lain dilewatinya. Ups..! hampir saja ia menyenggol seorang anak perempuan yang tiba-tiba berlari dari sebuah gang. Ia mengerem dengan cepat. Hampir saja!! kalau seandainya rem sepedaku tidak tajam pasti akan ada masalah baru yang harus aku hadapi. Sekilas ia melihat kewajah anak tersebut, wajahnya nampak takut dan terkejut.
Ibie sampai juga kerumah. Dilihatnya pintu tertutup. Kayuhan terakhirnya berhenti di teras rumah,  dan ia meletakkan sepedanya disana. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Ibie membuka pintu rumah yang tidak terkunci. Kemana nenek? Kok tidak ada? Mungkin di dalam kamar. Tapi nenek juga tidak ada disana. Di dapur, Ibie juga tidak melihat nenek.
Sambil melepas bajunya, ibie menuangkan air kedalam gelas. Ia kelihatan sangat haus. Dua gelas habis ia minum. Kemudian ia segera pergi mandi. Mandinya cepat sekali.
 Bagaimana kalau nanti aku di marahi sama guru ngaji. Aku sudah terlambat. Atau aku tidak usah mengaji saja. Pre sehari sajakan tidak mengapa? Lagian aku capek sekali, habis mandi-mandi dikolam renang tadi.
Saat pikiran itu muncul, Ibie teringat pada ikan-nya yang ada di dalam toples. Segera ia melihatnya. Ia belum memberi makan ikan itu. Ibie bingung, ikan itu makanannya apa? Apakah ikan itu akan mati nanti? Sebaiknya aku pergi mengaji aja, sepulang mengaji nanti akan aku carikan makanannya.
Tapi, Ibie Kepikiran untuk memberikannya beberapa butir nasi dan memasukkannya kedalam toples.  Plug! Butiran nasi jatuh, sebentar melayang dalam air, kelihatan ikan itu terkejut dan berenang menghindar. Tersisa beberapa butir nasi lagi yang kemudian ia masukkan.
Ibie tertawa geli melihat ikan itu berenang kesana- kemari. Sebentar ikan itu mendekati sebutir nasi,  plok..! Ikan itu mencaploknya,tapi kemudian dimentahkannya lagi. Diulanginya lagi, sampai Ibie melihat mulut ikan terbuka lebar-lebar. Ada sedikit terlihat butiran nasi terburai menjadi kecil-kecil. Ikan itu terlihat mendekatinya dan.., uph! butiran kecil itu berhasil ditelannya. Ibie merasa terhibur melihat itu. Ikan mau juga makan nasi?
Ibie masih juga belum melihat nenek. Rumah terasa sepi. Apa nenek marah sama aku, karena pulang terlambat? Atau nenek sedang mencari-cari aku. Aduh bagaimana ini? Waktu pergi tadi aku memang tidak sempat minta ijin ke nenek. Aku buru-buru sampai lupa bilang ke nenek.
Ada perasaan bersalah dihati Ibie. Hampir ia menangis. Aku telah membuat susah nenek. Bagaimana kalau nenek tidak pulang-pulang juga. Aku sama siapa?
Tiba-tiba perut Ibie merasa lapar. Dibukanya lemari makan. Ada sambal teri kesukaannya. Tapi selera makannya hilang. Nanti saja pulang ngaji, aku makan sama dengan nenek.
Ibie pun berangkat ngaji sembari menenteng tas plastiknya yang berisikan Al-Quran. Tak lupa mengenakan lobe putih menutupi kepalanya.

4.   NENEK SAKIT
Ditempat mengaji Ibie ke pikiran sama nenek. Nenek pergi kemana ya? Kok aku tidak diberitahu? Semoga nenek sehat-sehat aja. Soalnya tadi pagi nenek mengeluh sakit diperutnya. Terus kepalanya agak pusing.
“Ibie….sekarang giliran kamu yang baca!”  perintah guru mengajinya.
Tia sudah  menyelesaikan bacaannya dari tadi. Sekarang giliranku. Beberapa ayat dari juz 7 aku baca. Berikutnya aku di minta oleh bu guru untuk mengulang hapalan surat Al-Ma’un. Alhamdulillah aku lancar membacanya.
Kemudian bu guru mengaji memberikan nasehat kepada kami, agar kami rajin-rajin sholat dan tepat pada waktunya. Karena apabila kita melalaikannya maka kita bisa celaka. Juga bu guru mengatakan, agar kami suka berbuat baik dan menolong orang lain yang membutuhkan bantuan.
Ibie teringat dengan Om-nya bowo yang telah membantunya. Kalau tidak, entah bagaimana caranya ia bisa membayar uang tempel sepedanya. Om-nya bowo telah berbuat baik kepadanya.
Waktu terus berjalan. Sudah hampir tiba waktu maghrib. Bu guru mengijinkan kami untuk pulang sembari mengingatkan agar kami mengerjakan sholat maghrib. Ibie bersama teman mengajinya yang lain berjalan pulang. Rumah guru mengaji tidak jauh dari rumahnya. Sehingga mereka berjalan tidak terburu-buru.
Tiba dirumah, Ibie masih juga belum melihat nenek. Lampu belum dihidupkan.   Jendela masih terbuka. Ibie menjadi cemas. Tapi ia berusaha untuk menenangkan diri, menghidupkan lampu dan menutup jendela. Ibie berusaha menghibur dirinya dengan melihat ikannya yang ada didalam toples. Setelah ia menyimpan tas plastik Alquran di meja belajarnya. Ia duduk sendiri, sampai terdengar suara azan maghrib dari masjid di sebrang jalan.
Ibie merasa sedih, takut kehilangan nenek. Ikan dalam toples memandangi wajahnya yang murung sambil mulutnya terus  komat-kamit. Entah apa yang ada dipikiran ikan itu. Apakah ikan tahu kesedihan di hati Ibie? Apa mungkin ikan bisa berpikir?
Ibie bangkit dari duduknya, beranjak pergi kekamar mandi, dan mengambil air wudhu. Terasa ada yang berbunyi dari dalam perutnya. Ibie lapar, tapi tetap ditahannya. Ibie masih menunggu nenek. Mungkin lepas sholat maghrib nanti nenek pulang. Baru ia akan makan.
Tapi ibie merasa berdosa, ikannya masih belum diberinya makan. Tadi sebelum mengaji, ia hanya memberikan beberapa butir nasi saja. Itu pun tidak ia perhatikan, apakah sudah habis dimakannya. Ibie hanya melihat, tapi tidak sungguh-sungguh memperhatikan ikannya. Pikirannya hanya teringat pada wajah nenek, yang tadi pagi perutnya merasa sakit.
Ibie membentangkan sajadahnya, ia sholat didalam kamar sendirian. Teringat pada neneknya, ayah serta adiknya. Biasanya jika ada ayah, ia dan ayah sholat berjamaah. Tapi maghrib ini ia seorang diri. Pesan guru mengajinya, juga ayah yang mengajarinya, telah membiasakannya untuk sholat.
“Allah melihat kita, dan bersama kita, saat kita sedang sholat. Makanya kita harus sungguh-sungguh. Tidak boleh main-main apalagi berbicara dan tertawa disaat sedang sholat” 
kata-kata ayah usai sholat tetap diingatnya, saat ia dan adiknya tertawa cekikikan saat berjamaah bersama ayah.
Suasana kamar menjadi hening, Suara takbir dan lafaz bacaan sholat seolah berbisik-bisik keluar dari mulut Ibie yang kecil. Takut dan harap dipadukan pada kekhusukan hatinya. Itu yang diajarkan ayahnya saat mereka bersama. Ibie sunguh-sungguh dalam sholatnya.
          Wajah Ibie kembali cerah. Usai sholat dan berdoa. Ia percaya Allah akan menjaga neneknya, dan memberikan kesehatan kepada nenek. Ia juga tidak lupa mendoakan ayahnya agar cepat pulang, dan adiknya, agar bisa berjumpa lagi. Ibie ingin bersama ayah dan adiknya.
          Perut Ibie lapar ia sudah tidak tahan. Sejak sore tadi ia sudah menahannya, karena ingin makan bersama nenek. Ibie tidak mau sakit, nanti malah menyusahkan nenek. Sebaiknya aku makan saja duluan, pikirnya.
 Ia makan dengan lahap. Sambal teri yang dimasak nenek hampir habis dimakannya. Ibie menambahkan sayur dan kuahnya. Wajahnya mengeluarkan keringat. Ia melihat ikannya yang ada dalam toples sedang berenang menghadap kearahnya.
Dari luar rumah, tiba-tiba ada suara ketukan pintu. Dan suara salam yang agak lemah. Bersamaan suara itu, pintu terbuka. Wajah nenek muncul di balik pintu. Seraya hampir bersorak girang Ibie melihat wajah nenek. Mulutnya terbuka lebar. Matanya seakan bersinar.
Tapi wajah nenek dilihatnya pucat. Senyum yang biasa tersungging dari bibir nenek tidak terlihat. Nenek sakit!! Ibie tahu saat nenek masuk kedalam rumah, ada bungkusan obat di tangan nenek.
Ibie menyegerakan makannya. Mencuci tangan dan segera menghampiri nenek yang terduduk lemah dikursi.
“Nek.! Ibie sayang nenek. Maafin ibie ya nek. Ibie pergi siang tadi, tidak bilang sama nenek.” Dipeluknya nenek dan diciumi wajahnya.  “Nenek sakit ya nek ? Cepat sembuh ya nek!”  nenek ibie kelihatan kegelian dengan lendotan manja Ibie. Mul- utnya tersenyum dan memeluk cucu yang disayanginya.
Ibie semakin manja didekat neneknya. Wajahnya kelihatan sangat gembira. Diciumnya wajah sang nenek. Sambil tertawa kegelian. Tapi hal itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba saja nenek terasa mau muntah.
Ibie terkejut sekali. Dilihatnya, wajah nenek menjadi pucat. Dipandanginya sang nenek. Ada perasaan takut dihati Ibie. Takut kehilangan nenek. Hatinya menjadi sedih. kepada siapa ia akan minta tolong?

5.   TERDENGAR SUARA ANEH
Nenek Ibie berusaha bangkit dari tempat duduknya. Dipegangi tangan neneknya dengan sangat kuat. Dan sekuat tenaga dibantunya nenek untuk berdiri. Dirangkulnya pinggang nenek. Agar tidak jatuh.
Mungkin nenek perlu istirahat. Dipapahnya nenek menuju kekamar. Tapi ibie teringat kalau neneknya tadi membawa obat. Apakah sudah diminum nenek ya? Apa nenek sudah makan? Biasanya kalau orang mau minum obat, selalu dianjurkan makan lebih dulu.
“Bie…tolong nenek ya. Nenek mau minum obatnya. Perut nenek sakit kali”
“Apa nenek sudah makan nasi?” kata Ibie mengingatkan neneknya. “Nanti perut nenek tambah sakit kalau belum makan! Ibie ambilkan nenek nasi ya? Dikit aja pun enggak apa-apa. Yang penting nenek harus makan!”
Wajah nenek tersipu dengan matanya yang sendu, dan bibirnya menyunggingkan senyum mendengar perkataan cucunya. “Nenek bisa bangkit dan jalan sendiri mengambil nasinya” lanjut sang nenek dengan suara agak lemah.
“Tidak nek! Biar Ibie aja”
Ibie langsung keluar kamar, meninggalkan neneknya yang  istirahat diatas tempat tidur, Pergi ke belakang menuju dapur. Ia memeriksa lemari makan. Masih ada lauk disana. Sepotong ikan gembung, sambil teri, dan sayur kangkung. Juga ada beberapa potong tahu yang digoreng. Itu kesukaan nenek.
Baru saja ibie akan mengambil piring dari sebuah rak yang ditutupi kain. Ibie merasakan ada suara yang aneh terdengar ditelinganya. Sesuatu yang berbisik. Sebuah suara seperti sedang minta tolong.
Bersamaan dengan suara itu, terdengar rintikan hujan dari atap  seng rumah. Hujan deras turun dengan tiba-tiba. Ibie pun hampir menjadi ketakutan. Diingatnya nenek yang mau minum obat. Dan niatnya yang mau membantu nenek agar cepat sembuh. Ibie menjauhkan rasa takutnya.
Dengan mempercepat langkahnya, Ibie kembali masuk kedalam kamar. Dilihatnya nenek tengah berbaring. Kain penutup kepalanya dibuka. Kelihatan sekali rambut nenek sudah memutih semua. Perlahan ibie mendekati nenek. Memberikan piring yang berisikan nasi, sembari meraih nenek untuk segera duduk.
Ibie tidak menceritakan kepada nenek tentang suara aneh yang didengarnya tadi. Ia hanya menyarankan nenek untuk menghabiskan makanannya. Ibie duduk dibawah lantai, sambil tangannya mengurut kaki nenek yang terjuntai kebawah lantai dari atas tempat tidur.
Suap demi suap akhirnya nasi berpindah ke mulut nenek. Makannya  lama sekali. Nenek memaksakan diri untuk menghabiskannya. Ibie tercenung melihat cara nenek makan, sambil berpikir tentang suara aneh yang didengarnya tadi.
Hujan semakin deras. Ibie melirik jam yang ada didinding kamar. Jarum pendeknya menunjuk kearah angka delapan. Sedangkan jarum yang panjang tepat diangka dua. Ibie bergumam dalam hati sudah jam delapan lebih sepuluh menit. Mengingat waktu itu, ia belum mengerjakan sholat Isya.
Ditungguinya nenek sampai selesai makan. Diambilnya piring yang terdapat sisa kepala ikan dan durinya. Ia berikan segelas air hangat kepada nenek. Siap sudah makannya. Nasi yang ia ambilkan tadi habis dimakan nenek. Ibie terlihat senang. kemudian perlahan memberikan obat nenek, dan langsung meminumnya.
Tangan nenek dengan lembut mengelus rambut kepala Ibie. Seyumnya merekah dari kulit wajahnya yang menua. Ibie tertunduk beriring suara petir yang mulai terdengar. Seolah nenek berkata kepada dirinya, dan mendapat restu dari langit.

6.   DOA IKAN
“Kita sholat isya dulu yok nek! Nanti ketiduran”  Ajak Ibie kepada neneknya.
Keduanya pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Sambil menunggu nenek, Ibie mengambil beberapa butir nasi dari dalam mangkok. Ia mau memberikan nasi itu kepada ikannya. Tapi baru saja ia akan melangkahkan kaki didengarnya suara nenek memanggil namanya.
“Bie…cepat ambil wudhunya! Nenek sudah siap.”
Bergantian dengan nenek, Ibie melangkah masuk kekamar mandi. Dilihatnya wajah nenek yang basah karena air wudhu. Ibie bersyukur neneknya baik-baik saja, walau kelihatan masih agak lemah.
Diluar, hujan semakin deras. Keduanya telah selesai sholat. Ibie bangkit dari tempatnya. Setelah mencium tangan nenek dan berdoa, Ibie ada mendengar suara seperti suara orang yang sedang berdoa. Suara itu hampir sama dengan yang didengarnya sebelum hujan turun.
Ibie berusaha mencari-cari asal suara itu. Sedikitpun tidak ada rasa takut dihatinya. Ibie menjadi penasaran dengan asal suara itu. Dirapatkan telinganya ke dinding untuk memastikan dari mana suara itu berasal. Ia mencari disetiap sudut rumah.
Suara itu semakin jelas terdengar. Dengan sangat hati-hati Ibie berjalan menuju pada asal suara itu. Ibie sangat terkejut!
Mata dan telinganya tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Hampir-hampir ia berlari dan berteriak. Kalau saja ia tidak bisa menahan dirinya. Tentu ia sudah lari ketakutan.
Ini tidak mungkin. Ajaib sekali! Mustahil. Aku tidak akan percaya jika tidak melihat dan mendengarnya sendiri. Gumam hati kecil Ibie sambil melebarkan pandangan matanya. Dan mulutnya yang sedikit menganga.
Apa yang di lihat Ibie tidak masuk diakal. Seperti keinginannya untuk bisa berenang dan bernafas didalam air. Apalagi bisa berbicara dengan ikan. Kalau orang yang berenang dan menyelam didalam laut, itu karena ada alat bantu pernafasan, sehingga mereka bisa lama menyelam didalam laut.
Siang tadi, Ibie juga sempat punya keinginan untuk dapat berbicara dengan ikan. Mengajaknya berteman dan naik sepeda. Itu karena Ibie sangat senang bisa melihat ikan sepat kecilnya berenang didalam toples. Tapi itu hanya khayalan Ibie saja. Semuanya tidak mungkin terjadi. Namun malam ini, apa yang dilihatnya sungguh nyata. Ikan dalam toplesnya bisa berbicara. Seperti bicara manusia. Ikannya berdoa.
“Ya Rabbi…Jadikan aku hambaMu yang pandai bersyukur. Ya Rabbi…Jadikan aku hambaMu yang bersabar. Ya Rabbi…hanya kepadaMu hamba berserah diri.”
Ibie semakin bertambah heran dengan apa yang didengarnya. Kata-kata itu terus diulang sebagai bentuk doa yang Ibie tidak mengerti.
Ibie terdiam mendengar doa yang diucapkan ikan itu. Doanya tulus, penuh harap dan rasa takut tidak diterima. Ia juga selalu berdoa selesai sholat. Tapi sering buru-buru dan tidak pernah diulang-ulang mengucapkannya.
Lama Ibie berdiri ditempatnya. Dilihatnya ikan itu berenang. Dan menyudahi doanya. Suaranya tidak terdengar lagi. Apakah karena ikan itu tahu kehadiranku? Atau aku cuma bermimpi? Dan suara ikan itu hanya khayalanku saja?

7.   TIDAK BISA TIDUR
Tarikan nafas nenek terdengar kencang turun naik. Nenek sudah tertidur. Mungkin pengaruh obat yang diminumnya tadi. Tidur nenek nyenyak sekali. Hujan deras tidak mengganggu tidur malamnya.
Sementara itu. Ibie masih belum mempercayai  yang dilihat dan didengarnya. Ia menunggu ikan itu berdoa lagi. Dibangku kecil ia duduk. Mendekapkan kedua tangannya  diatas perut. Dingin sudah mulai terasa.
Hembusan angin terdengar sangat ribut menggoyangkan ranting-ranting pohon mangga didepan rumah. Ibie mencoba mengintip keluar dari celah nako kaca. Air sudah mulai tergenang dihalaman rumah. Tidak ada seorangpun yang terlihat. Hanya lampu jalan dan cahaya lampu dari teras-teras rumah para tetangga yang tampak kelihatan.

Ibie mencoba menenangkan diri. Perasaannya gelisah dari tadi. Matanya pun tidak juga mengantuk. Ia berharap semoga hujan cepat berhenti. Ia tidak ingin kalau terjadi banjir. Nenek sedang sakit. Ia hanya seorang anak kecil berusia 10 tahun. Ibunya sudah meninggal sejak delapan tahun yang lalu.
Ibie hanya tinggal bersama neneknya dirumah ini. Sementara ayahnya sesekali pulang kerumah, karena harus bekerja. Ia juga berpisah dengan adik laki-lakinya yang usianya berbeda setahun darinya. Ikut bersama nenek ibunya di kota.
Ibie sering merindukan mereka semua. Sekali-kali Ibie berjumpa dan berkumpul bersama dirumah ini. Senang rasa hatinya. Tapi ia tetap bahagia bersama nenek dirumah ini. Ibie merasa khawatir kalau malam ini terjadi banjir, dan airnya masuk kedalam rumah. Ia hanya bisa berdoa, masuk kedalam kamar, dan memandangi wajah nenek yang sedang tertidur lelap.
Direbahkan badannya untuk mencoba tidur disamping nenek. Tapi matanya juga tidak mau terpejam. Mata kecilnya menatap langit-langit kamar. Ibie seperti melayang terbang disamping nenek.
Dimulutnya mengulum senyum. Tadi pagi saat ia akan pergi ke sekolah, Ibie ketinggalan buku tugasnya. Ibie hampir kena hukuman oleh ibu guru di sekolah. Karena diduga malas tidak mengerjakan PR-nya.
Saat Ibie mengatakan bukunya ketinggalan, ibu guru mau memaafkannya dengan syarat ia maju kedepan kelas mengerjakan PR-nya, dan menuliskannya dipapan tulis. Untungnya ia bisa menjawab semua. Ibu guru pun jadi memujinya, sembari berpesan agar ia lebih teliti sebelum berangkat kesekolah.
Nafas Ibie turun naik, dibalikkan badannya kesamping. Memunggungi badan nenek. Tangannya berusaha menarik kain selimut. Terlihat olehnya sebuah lemari pakaian yang sudah hampir patah kakinya. Kayunya mulai dimakan rayap. Diganjal dengan dua batu bata. Lemari tua yang umurnya melebihi usia ayahnya.
Lewat cermin yang ada di lemari itu. Ibie  melihat wajahnya sendiri yang tidak bisa tidur. Ia tersenyum melihat deretan giginya yang sedikit menguning. Ia lupa menggosok gigi setelah makan tadi. Disentuh giginya dengan ujung telunjuk jari. Ia mencium jarinya sendiri. Sedikit  ada rasa bau. Tapi Ia enggan kembali ke kamar mandi dan mencoba untuk tidur.
Nafasnya menghela panjang, kemudian Ibie membalik tubuhnya kearah yang lain. Ia berusaha mengusir pikirannya. Tapi terbayang olehnya sepulang sekolah tadi, ketika ia berjalan pulang dilihat beberapa anak-anak kecil yang sedang mencari ikan di kolam. Dekat sawah yang ada dibelakang rumah wak ramat.
Mereka tidak bersekolah. Ada beberapa ekor ikan kecil yang berhasil mereka dapat dan mereka tempatkan pada sebuah kantung plastic berisi air. Ibie tertarik melihatnya. Ia ikut untuk mencari ikan itu juga. Saat matanya melihat ada riak kecil didalam kolam yang tidak terlalu dalam, ia tanggukkan jaring yang dia pinjam dari anak-anak itu. Dan ia mendapat seekor ikan sepat kecil yang masuk kedalam tangguknya. Ia melonjak gembira, dan cepat memindahkan ikan yang berusaha melepaskan diri itu ke sebuah kantung plastic.
Aneh, malam ini, Ia melihat ikan itu bisa berbicara dan berdoa. Bagi Ibie, itu ikan ajaib. Bagaimana ia akan menceritakannya kepada orang lain. Apa mungkin mereka nanti percaya? Mungkinkah itu ikan jadi-jadian. Wak ramat pernah cerita, katanya ada  hantu yang sengaja menjadi ikan, untuk menakut-nakuti orang yang suka menangkap ikan, apalagi di waktu malam. Tapi Ibie tidak percaya  cerita-cerita seperti itu.
Dengkuran nenek terdengar cukup keras. Malam semakin larut. Sudah hampir pukul 12 malam.Tiba-tiba terdengar dari luar suara orang berteriak. Banjir…..Banjir…!!!


8.   BANJIR

Seolah tidak percaya dengan suara teriakan itu. Ibie perlahan bangkit dari tempat tidurnya. Ia sangat terkejut. Dilihat air sudah masuk kedalam kamar nenek. Air sudah tergenang setinggi mata kaki. Panik! Ia sontak membangunkan nenek.
“Nek, Banjiiir…! rumah kita kebanjiran nek,”  sambil menepuk-nepuk punggung nenek.
Ibie turun dari atas tempat tidur. Mencoba menaikkan beberapa barang yang nyaris terendam. Ia buru-buru dengan cepat mengangkat buku-buku dan majalah serta beberapa album lama yang berada di rak dasar meja. Kakinya mulai terasa dingin karena air semakin naik.
Ia mencabut cok listrik dan menggantungkannya ditempat yang aman. Ia pernah diberitahu agar hati-hati. Jika saja ada kabel listrik yang rusak. Kita bisa terkena strum. Air akan mengantarkan listrik. Terlebih dalam keadaan banjir. Mengingat itu ibie sangat hati-hati sekali.

Ibie tidak bisa berbuat banyak. Dilihatnya air sudah setinggi betis kakinya. Karpet dan ambal yang ada diruang tamu sudah basah dan terendam. Begitu juga dengan Dasar lemari dan buffet.
Ibie mau minta tolong. Untuk mengangkat meja belajarnya. Diluar rumah ada terdengar suara pintu diketuk. Syukur rupanya pa’de datang dan mau membantu untuk meninggikan meja belajar Ibie. Pa’de sempat bertanya nenekmu mana? Yang dijawab Ibie nenek sedang sakit.
Tiba-tiba nenek terbangun karena mendengar ada banyak suara orang yang berteriak banjir. Saat dilihat tidak ada ibie didalam kamar, perlahan nenek bangkit dari tempat tidur. Wajah nenek kelihatan terkejut karena rumah sudah banjir. Beberapa barang sudah dinaikkan.
Terdengar suara kecipak air mendekati kamar. Dan pintu yang dibuka.
“Nenek sudah bangun? Rumah kita kebanjiran. Hampir sebagian rumah tetangga juga terendam banjir. Mudah-mudahan airnya tidak naik lagi,” jelas ibie kepada neneknya yang masih kelihatan pucat.
Tapi nenek tetap mau melihat, kalau-kalau ada barang-barang yang mudah hancur dan rusak terendam air yang belum dipindahkan. Betul dugaan nenek sebagian barang miliknya baik diruang tamu, maupun di dapur sudah terendam. Segera nenek mengangkatnya dibantu Ibie. “Kalau lama-lama terendam air, barang-barang ini cepat rusak,” Kata nenek sambil memindahkan radio.
“Bie…teleponlah ayahmu. Suruh agar ayah besok cepat datang kemari, buat membantu kita.”
“Ia nek.” Jawab Ibie bergegas mencari handphonenya.
Terdengar suara kecipakan air dari langkah ibie yang cepat. Enggak pernah terbayang dipikirannya kalau rumah akan kemasukan air. Menurut nenek, sejarahnya rumah tidak pernah kebanjiran. Mungkin karena hujannya deras sekali. Atau sudah banyak orang yang membangun rumah dan meninggikan tanahnya. Sehingga tanah-tanah kosong sebagai tempat penyerapan air tidak ada lagi. Atau memang cuaca betul-betul ekstrim.
Ibie melirik jam yang ada di dinding. Sudah hampir pukul 2 malam. ujan Hujan masih cukup deras. Ibie dan nenek hanya bisa berada diatas tempat tidur. Sambil menunggu pagi datang dan berharap hujan segera reda.
Ibie ingin menceritakan kepada nenek tentang ikannya yang bisa bicara. Tapi takut nenek nanti tidak percaya. Dan menganggap ia mengada-ngada. Tapi hal itu terus mengganggu pikirannya. Apa banjir ini ada hubungannya ya dengan doa ikan tadi?
Ia masih ingat doa ikan dalam toplesnya tadi. Ikan meminta kepada Tuhan agar ia menjadi hamba yang pandai bersyukur, bersabar dan hanya berserah diri kepadaNya. Ibie masih mikir-mikir dan belum memahami apa maksud dari doa ikan itu.
Ayahnya pernah bilang, kita harus bersyukur kepada Allah atas apa yang telah diberikaNya kepada kita. Waktu itu Ibie dibelikan oleh ayah sepatu sekolah baru. Ibie sangat senang sekali, karena sepatu yang ia inginkan dibelikan sama ayah. Pada saat itulah ayah mengatakan, kalau aku harus bersyukur. Karena rezeki yang ayah peroleh itu semua dari Allah. Sehingga ayah bisa membelikan sepatu baru buat Ibie.
Lalu kata ayah, kalau Ibie bisa mensyukuri yang didapatnya sekarang, nanti Allah akan memberikan rezeki yang banyak dan lebih baik. Misalkan tiba-tiba ayah membelikan sepeda baru buat Ibie, walaupun Ibie tidak minta. Kata ayah waktu itu. Dan ternyata benar, ayah membelikan aku sepeda baru.
Diatas tempat tidur Ibie hanya bisa berpikir. Tepatnya ia berkhayal kalau bisa berbicara dengan ikan dalam toplesnya. Mengapa ikan meminta kepada Allah dengan doa seperti itu? Terus ia akan bertanya bagaimana ia bisa berbicara seperti bicaranya manusia?
Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang memanggil namanya. Suara itu sangat  lembut terdengar ditelinganya. Ibie berpaling kearah suara yang memanggil itu. Matanya luas memandang pojok kamar. Karena dari situlah asal suaranya. Tapi tidak ada wujud dari asal suara itu. Ibie sempat menjadi ketakutan.
          “hai..namamu Ibiekan? Aku ikan yang ada didalam toplesmu. Aku berdoa dan meminta kepada Tuhan agar bisa berbicara kepadamu.”
          “Bagaimana mungkin? Kamukan hanya seekor ikan?” Tanya Ibie dengan penuh keheranan.
          “Bagi Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin.” Jawab si ikan menegaskan ucapannya.
          “lalu apa maksudmu berdoa kepada Tuhan dan meminta untuk bisa berbicara?”
          “Oh.., aku mau kalau kamu melepaskan aku dari dalam toples ini. Toples ini terlalu kecil untukku. Aku ingin bebas. Berenang kemanapun aku mau. Aku juga ingin makan-makanan kesukaanku.”
          Ibie teringat ia memberi butiran nasi kepada ikan itu sore tadi. Memang lucu, saat ikan itu kudapat dari dalam kolam, masak didalam kolam ada nasi? kan makanan ikan bukan nasi? Ibie tersenyum kecil mendengar keluhan si ikan.
          “Tapikan aku ingin memelihara kamu, aku suka melihatmu. Aku juga ingin berteman denganmu. Nanti kamu akan aku carikan makanan kesukaanmu.’
Ibie meyakinkan si ikan dengan sungguh-sungguh.
          “Aku tidak percaya! Manusia itu suka lupa dengan janjinya. Lagian aku lebih suka mencari makananku sendiri.”
          “kalau aku tidak mau melepaskanmu? Tanya ibie menantang si ikan.
          ‘Aku hanya bisa berserah diri kepada Tuhanku. Semoga aku menjadi hambanya yang diberikan kesabaran. Aku juga akan mensyukuri rezeki yang aku dapat, yang Tuhan berikan lewat tanganmu.”
          Ibie tidak mengerti apa yang dimaksud si ikan dengan perkataannya. Tapi ia tahu ikan berharap agar ia mau melepaskannya. Banjir sedang terjadi, kalau saja ia melepaskannya sekarang, tentu sangat mudah. Dan ikan itu bisa pergi berenang kemana saja. Tapi hati ibie masih berat untuk melepaskannya. Apalagi si ikan  bisa bicara. Ini ikan ajaib.
          “Baiklah, aku akan melepaskanmu. Tapi tidak sekarang. Aku masih ingin berteman denganmu.”
          Dalam pikiran ibie terlintas untuk mengajukan beberapa syarat kepada ikan itu. Agar si ikan tetap mau berada di dalam toples. Tapi apa ya syaratnya? Ibie masih berpikir-pikir.
          “Hei, anak manusia! Aku tahu apa yang sedang engkau pikirkan. Aku ini hanya seekor ikan biasa. Tidak ada keajaiban dalam diriku. Semua yang kau lihat dan yang kau dengar dari diriku, itu karena kuasa Tuhanku. Jika kau ragu untuk melepaskanku, aku akan tetap berdoa kepada Tuhanku. Aku tidak akan berputus asa. Tuhanku selalu menepati janjinya.”  Lanjut ikan menyentak alam pikiran Ibie.
          Perkataan  yang ibie dengar dari mulut ikan sangat mempengaruhi pikirannya. Sesaat pikirannya ke langit, membawa tubuhnya terbang dalam awan. Ia ingin berbicara kepada Tuhannya ikan. Apakah Tuhan ikan sama dengan Tuhannya. Tuhan yang maha kuasa? Tuhan yang menurunkan hujan dari langit. Ia juga akan meminta agar Tuhan menghentikan hujan, yang membuat rumahnya menjadi banjir. Ibie percaya Tuhannya sama dengan Tuhan ikan, Tuhan yang maha kuasa, Allah Swt.
Ibie terbang dengan pikirannya. Melihat kebawah dari atas awan. Ia melihat Laut yang cukup luas. Pasti banyak ikan didalamnya. Dilihatnya sungai-sungai yang mengalir serta danau yang tenang. Pasti juga ada banyak ikan disana. Ikan-ikan itu berenang dengan bebasnya. Hidup dan mencari makannya sendiri. Bisa berenang kemana aja yang ikan itu suka.
Hingga Ibie merasa terbangnya terlalu tinggi. Ia melihat dirinya sendiri. Tangannya berupaya memegang awan. Tubuhnya berselimut awan. Sampai suara ikan itu tidak terdengar lagi. Karena seperti ada seseorang yang mengoyang-goyangkan tubuhnya.
          “Bie..Ibie…, bangun!!”
Suara itu berulangkali memanggil namanya. Dan menghilang. Ibie seperti jatuh dari awan, tubuhnya berguling-guling. Dan byurr….!!!

9.   IKANKU MANA?
Ada suara orang tertawa. Serentak suara tubuh yang jatuh kedalam air. Ibie terkejut, Ia jatuh dari atas tempat tidur. Nenek tertawa melihat wajah ibie cemberut. Menggaruk-ngaruk kepalanya sendiri seraya cepat bangkit dari lantai kamar yang terendam air. Sambil masih mengusap-usap kedua matanya Ibie jadi ikutan tertawa melihat tubuhnya yang sudah basah semua.
“Neneeek…!!”, Teriaknya manja. Kemudian cepat-cepat keluar dari kamar mengikuti langkah nenek yang berjalan keluar.
Ibie masih belum mengerti apa yang telah terjadi sebenarnya. Apakah ia tadi malam bermimpi bercakap-cakap dengan ikannya yang ada dalam toples? Ibie menjadi penasaran. Segera ia melihat ikan dalam toplesnya yang ada diruang tengah keluarga. Ikan itu dilihatnya berenang. Siripnya mengipas-ngipas dan sungut kumisnya yang panjang bergerak-gerak. Ibie mendekatinya, ingin memastikan apakah ikan itu sungguhan bisa berbicara?
Tidak ada yang istimewa pada ikan itu. Biasa aja.Seperti ikan-ikan yang lainnya. Tapi mengapa mimpinya nyata sekali? Ikan dalam toples ini meminta kepadaku agar dilepaskan. Ibie masih ingat sekali dengan mimpinya semalam. Apakah aku harus melepaskannya?
“Bie…cepat ganti bajumu sana! Nanti bisa masuk angin”,  nenek mengingatkan Ibie untuk segera mengganti bajunya yang basah.
Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Artinya ibie bangun kesiangan. Ia tidak sholat shubuh tadi. Aduh bagaimana ini? Dimana aku akan sholat? Apakah Allah akan memaafkan aku?
“Bie…kalau mau sholat diatas tempat tidur aja. Sudah nenek bersihkan. Karena nenek juga sholat disitu tadi”.
“Tapi nek, waktu sholat shubuhkan sudah enggak ada. Ibie juga kesiangan bangunnya?”  Ibie coba mengelak.
“Udah sholat aja. Kalau orang yang ketiduran itu pengecualian allah memaafkan. Makanya segera sholat jangan lagi bermalas-malasan”, nenek mengingatkan kepada Ibie sembari berjalan kedapur yang tergenang air.
“Iya nek!” jawab Ibie enggak bisa mengelak lagi.
Ibie sholat dikamar depan. Ada ranjang besar yang tinggi. Ini kamar ayah dan jarang ditiduri. Sekali-kali kalau ayah pulang, ia suka tidur bersama ayah disini.
Disujud terakhir ibie lama mengangkat kepalanya.Seperti ada doa panjang yang diucapkan. Ibie merasa tenang setelah selesai sholat. Ia berharap agar Tuhan selalu memudahkan dan menjaga dirinya dan keluarganya.
Usai sholat. Perlahan ibie bangkit dan turun dari atas ranjang. Ia melipat sajadah yang dipakainya untuk sholat dan menaruhnya saja di sana. Kakinya turun menginjak lantai kamar yang terendam air. Tingginya hampir sebatas betis kakinya. Air yang menggenangi dalam kamar terlihat bening. Dasar lantai kamar bisa kelihatan. Terdengar suara riak air saat kedua kakinya berjalan keluar dari dalam kamar.
Ibie berjalan menuju pintu depan. Diluar sudah dilihatnya ada ramai orang sedang mencoba untuk membersihkan parit yang tersumbat. Ada beberapa titik timbunan sampah yang menutupi jalannya air. Tapi parit sudah meluap, airnya sampai di tepi jalan.
Orang-orang itu saling bergotong royong. Memberi jalan beberapa kenderaan yang mencoba keluar dari genangan banjir. Seorang ibu muda kelihatan menggendong anaknya yang masih kecil. Sedang memberitahukan sesuatu kepada salah seseorang diantara mereka. Seorang anak perempuan terperosok masuk kedalam parit. Untung segera cepat ditolong.
Ibie tidak mau keluar rumah. Ia ingin bersama dengan nenek. Tapi nenek sudah tidak dilihatnya didalam rumah. Ibie keruang tamu untuk melihat ikannya yang ada didalam toples. Dilihatnya ikan itu masih berenang didalamnya. Ibie mencoba melihatnya lebih dekat. Menatap mata ikan itu yang juga seperti melihatinya.
Ibie jadi penasaran. Apa mungkin ini ikan hantu? Kok ikan ini bisa menatapku seperti itu. Seolah mengajak bicara dengan mulutnya yang komat-kamit. Apa ikan ini aku lepaskan saja di air yang tergenang ini? Tentu ia bisa berenang mencari jalan keluarnya sendiri dari dalam rumah yang kebanjiran ini. Lagipula airnya bening. Aku bisa melihat ikan itu berenang.
Tapi ibie mengurungkan niatnya. Ia masih ingin memelihara ikan itu. Menurutnya ikan ini berbeda dari ikan yang pernah ia punya.Ibie ingin benar-benar dapat berbicara dengan ikan yang ada dalam toplesnya. Seperti ada yang aneh, mimpinya semalam seperti nyata. Ikan itu bicara kepadanya dan ikan itu berdoa.
Ibie berpikir, mungkinkah ikan juga  berdoa disaat ia sedang menderita dan dalam keadaan susah? Bukan hanya orang saja yang berdoa tapi makhluk hidup lainnya yang diciptakan Tuhan akan berdoa kepadaNya. Ibie tidak mengerti. Jika hal itu benar. Ini suatu keajaiban.
Ibie tidak mau memikirkannya lagi. Ia pergi meninggalkan ikan itu. Mencari nenek ketempat Riki. Rumah Riki tinggi. Air tidak sampai masuk kedalam rumah. Benar dugaannya, Nenek ada disana. Bersama Ika dan Riki, nenek sedang duduk sambil menonton berita di televisi. Ada peristiwa banjir diberbagai tempat dan daerah. Termasuk di daerahnya sendiri ada dalam siaran berita. Ada yang meninggal katanya. Seorang anak laki-laki terbawa hanyut arus air yang cukup deras. Ihh…sedih Ibie mendengarnya.
Ibie tidak tahu kalau diam-diam ayahnya datang. Masuk kedalam rumah yang digenangi oleh air. Ia baru tahu ketika ayah mencari dan memanggil namanya. Ayahnya sengaja disuruh pulang sama nenek untuk membantu membersihkan rumah. Ibie berniat untuk menceritakan kepada ayahnya tentang ikan dalam toplesnya yang bisa bicara.
          “Sungguh! Ibie mendengar ikan itu berdoa yah. Ikan itu juga berbicara sama ibie minta dilepaskan dari dalam toples.” Cerita Ibie kepada ayahnya dengan mimik wajah yang serius.
          “lalu…, sudah Ibie lepaskan ikan itu?” Tanya ayahnya mencoba menanggapi cerita ibie berusaha menahan senyumnya.
          “Belum yah. Ibie mau memelihara ikan itu. Ibie senang melihatnya berenang dalam toples.”
          “Tapi kalau ayah boleh menyarankan, sebaiknya ikan itu dilepas saja. Biar ikan itu bisa berenang dengan bebas. Ibie masih ingat apa doa ikan itu?” Tanya ayahnya.
          “Doanya panjang yah..!” Ibie agak enggan untuk mengatakannya. Ia tahu kalau ayahnya sedang menggodanya.
          “Oh..bagaimana kalau ikannya dilepas didalam sini. Air dalam rumah ini bening. Ibie nanti bisa melihat ikannya berenang.”
          “Tapi yah, bagaimana kalau nanti ikannya hilang?” Tanya ibie sedikit ragu.
          “Tidak ada salahkan kalau kita mencoba?!” jawab sang ayah berusaha menghilangkan keraguan Ibie.
          Ibie menuangkan air dalam toples. Tapi ia agak tergesa. Sehingga ia tidak menyadari kalau ikannya sudah melompat masuk kedalam genangan air. Percikan dan riak air menghalangi pandangan matanya. Ikannya dengan cepat berenang dan menghilang dari penglihatannya.
“Ayaah! ikanku manaa…??” teriak ibie sedikit panik mengetahui ikannya sudah menghilang.



         10.TERJAWAB SUDAH
Wajah Ibie terlihat murung. Ia kelihatan sangat kesal sekali. Ingin rasanya ia menangis. Kalau saja ia tidak mengikuti apa kata ayahnya. Tentu ikannya tidak akan hilang. Tapi ibie tidak mau menyesal apalagi harus marah kepada ayahnya. Mungkin benar kata ayahnya, ikan itu ingin hidup dan berenang dengan bebas.
Ayah mencoba menenangkan Ibie yang sedang bersedih. Berusaha membantu mencari ikannya. Mungkin masih ada disekitar rumah. Disudut-sudut kaki lemari ikan itu bersembunyi. Atau dibawah meja. Tapi ikan itu juga tidak kelihatan. Ibie hanya bisa terdiam. Ayahnya sudah berusaha membantu. Mungkin salah Ibie juga yang tidak mendengar kata ayah untuk pelan-pelan melepaskannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Hujan gerimis sejak pukul 7 pagi tadi belum juga ada tanda-tanda untuk berhenti. Ibie masih kelihatan murung. Perasaan sedihnya tidak bisa ditutupi. Tapi ia berupaya untuk menahan diri. Ibie hanya berharap segera mendapatkan lagi ikannya. Yang mungkin masih ada didalam rumah. Ayah ibie tahu perasaan putranya. Ia mencoba menghibur dan membelai rambut kepalanya.
“Ibie ingat dengan doa ikan itukan?” Tanya ayahnya perlahan menatap wajah ibie dengan lembut.
Ibie agak terperangah memandangi wajah ayahnya. Belaian tangan ayahnya terasa hangat menyejukkan hatinya. Ia mencoba tersenyum.
Kegusaran hati Ibie sedikit hilang dengan pelukan sang ayah. Ia mencoba mengingat doa ikan dalam toplesnya yang pernah ia dengar. Terasa tidak masuk diakal kalau ikan bisa bicara. Siapapun tidak akan percaya termasuk ayahnya sendiri. Bagi Ibie terasa sulit untuk melupakannya.
Ibie tidak tahu harus mengatakan apa. Mulutnya seperti terkunci. Ada butiran bening yang mengalir di matanya. Ibie menangis. Perasaannya cukup dalam.Ibie tidak tahu kenapa ia menangis. Apakah karena ayahnya? Atau karena ikannya yang hilang? Ibie sungguh sangat menyayangi ayahnya.
Ibie tidak mau melepaskan pelukan dirinya dari sang ayah. Ia tidak peduli dengan ikannya yang hilang. Ia hanya mau ayah ada bersama dengannya.
“Bie…Ibie…! Ibie mau cerita dengan ayah sekarangkan? Ayah minta maaf telah menyuruh ibie untuk melepaskan ikan itu dari dalam toples. Ayah pikir, kalau ikan itu kita lepaskan didalam rumah ini, kita dapat melihat ikan itu berenang dan bisa menangkapnya kembali. Tapi ayah salah. Ikan itu terlalu cepat berenang dan menghilang dari pandangan kita.”  Ungkap ayah Ibie merasa bersalah kepada anaknya.
“Apakah sungguh-sungguh ikan itu bisa bicara dan berdoa?” Tanya ayah ibie serius mengenggam erat kedua lengan tangan Ibie.
Ibie merasakan pertanyaan ayahnya sangat serius dan tidak main-main. Tapi ibie justru malah menjadi ragu dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Mungkin saja itu hanya khayalannya saja. Dan ia membawanya dalam mimpi. Jadi cerita tentang ikan dalam toplesnya bisa bicara, tidak benar-benar terjadi. Dan itu hanya mimpi.
“Ayah! Menurut ibie itu tidak mungkin. Dan itu hanya khayalan dan mimpi Ibie saja.” Jawab Ibie meyakinkan ayahnya bahwa ia tidak ada menyembunyikan ceritanya.
“Apa ibie yakin? Ibie tidak mengingat sesuatu?” Tanya ayahnya lagi.
‘Maksud ayah?”
“Dulu ada cerita tentang seekor ikan ajaib yang bisa berbicara kepada manusia. Ikan itu awalnya adalah seorang putri yang disihir oleh si penyihir jahat. Karena si putri adalah gadis cantik yang akan dipersunting oleh  seorang pangeran dari sebuah kerajaan yang sangat berkuasa. Sementara sinenek sihir ingin agar cucunya yang menjadi istri dari pangeran itu. Maka ia tidak mau kalau si putri yang cantik itu sampai dipersunting oleh si pangeran. Maka ia menyihir putri itu menjadi seekor ikan dan membuangnya kedalam sebuah danau ditengah hutan.” Cerita ayah kepada ibie. Persis seperti dalam sebuah cerita dongeng.
Ibie tertawa mendengar cerita ayahnya. Hatinya mulai sedikit ceria. Ternyata ayahnya pandai pula bercerita.
“Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya yah? Apakah putri itu selamanya menjadi seekor ikan?” Ibie mencoba memancing ayahnya.
Ayah Ibie menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Mencoba tersenyum dan melanjutkan ceritanya.
“Singkat cerita ikan itu ditemukan oleh seorang pemuda tampan yang ternyata adalah pangeran dari kerajaan itu yang sedang mengembara. Nah.., pada saat pemuda itu ingin memotong si ikan, tiba-tiba  ikan itu berbicara kepadanya untuk tidak memotongnya dan minta agar ia dilepaskan.”
“Lalu yah!”  Ibie tidak sabar menunggu  cerita ayahnya.
“Lalu…???”
Ayahnya mencoba menggoda Ibie dengan sedikit bergumam.
“Hmm..”
“Lalu..dengan sedikit terkejut pemuda itu memenuhi permintaan si ikan dengan syarat, ikan itu harus ikut dengannya menuju kesebuah kerajaan yang sedang terkena wabah penyakit. Akibat ulah seorang nenek sihir jahat. Kemudian ikan itu ditempatkan pada sebuah tabung berisikan air dan dibawanya kekerajaan tersebut.”
“Yah..! apa hubungannya ikan itu dengan wabah penyakit dikerajaan itu?”
“Pertanyaan Ibie pintar sekali.” Kata ayahnya sambil mengusap pipi si Ibie.
Si ayah kemudian menjelaskan. Pada waktu itu nenek sihir mengatakan, bahwa wabah penyakit di kerajaan itu hanya bisa dihilangkan, jika ada seekor ikan yang bisa berbicara memberikan sisiknya untuk diambil sebagai obat. Nah..karena itulah, makanya pada saat sisik ikan itu diambil. Ikan itu tiba-tiba menghilang dan berubah wujud menjadi seorang putri cantik. Bersamaan dengan itu, wabah penyakit di kerajaan pun hilang. Dan akhirnya, pemuda tampan yang merupakan pangeran dikerajaan itu menikahi putri cantik tersebut dan menjadi istrinya. Mereka berdua kemudian hidup bahagia bersama rakyatnya dikerajaan itu. Sementa nenek sihir dan cucunya menghilang dan tidak diketahui kemana.
Sampai disitu ayah Ibie diam menunggu reaksi anaknya.
“Ibie tahu yah. Mengapa ayah cerita itu kepada Ibie.”
“Iya..! menurut Ibie apa?” sang ayah mencoba mengerti dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Ibie menghela nafasnya agak dalam. Kemudian menatap wajah ayahnya dan sambil sedikit tersenyum ia berkata;
“Ayah..! Ayah sedang menceritakan tentang sebuah keajaiban. Tentang hal yang baik dan jahat. Tentang kesabaran dan kebahagiaan. Orang yang baik akhirnya akan hidup bahagia karena ia telah bersabar dalam menghadapi setiap cobaan.”
“Alhamdulillah…!! benar sekali anakku.”
Kelihatan sekali ayahnya terharu dengan apa yang di pahami oleh anaknya. Akhirnya terjawab sudah teka-teki tentang cerita ibie yang mengatakan ikan dalam toplesnya bisa bicara dan berdoa. Tidak ada yang tidak mungkin. Semua bisa terjadi.
‘Yah..lihat yah!” kata ibie sedikit berteriak kepada ayahnya.
“Itu ikannya yah!”

          11.ENGGAK MURUNG LAGI
          Suara teriakan Ibie mewarnai rasa dihati ayahnya. Kegembiraan putranya dapat di rasakan. Ketika tulunjuk kecilnya menunjuk tepat pada ikannya yang sedang tenang, berenang bersembunyi di bawah kaki kursi. Ayahnya mencoba mengingatkan Ibie untuk tenang. Agar ikannya tidak berenang jauh dan menghilang lagi dari pandangan.
          Ibie memperhatikan dengan mata yang tajam gerakan ikannya. Ia tidak mau lagi kehilangan ikannya itu. Ibie bersyukur dan senang sekali hatinya. Dengan perlahan ia mendekati ikan itu. Tapi ikan cukup lincah menggerakkan ekor dan siripnya menjauh dari Ibie. Ibie cukup sigap, ia berhasil menangkap ikan itu kembali dengan gayung yang ada ditangannya.
          “Hahaha…, Ibie berhasil yah menangkap ikannya.” Terdengar suara tawa kegirangan dari mulut ibie. Dengan wajah polosnya ibie kembali memasukkan ikan itu kedalam toplesnya. Air dalam toples ia ganti dengan air yang baru. Terlihat ikan itu bergerak berenang kesana kemari. Mulut ikan itu komat kamit seperti pertama kali ibie melihatnya.
          Melihat hal itu ayahnya hanya tersenyum. Ia merasakan kegembiraan anaknya. Tapi masih ada yang harus ia kerjakan, yaitu menguras rumah dari air banjir yang masih tergenang.
          Sementara itu ibie dengan kegembiraannya, berjanji akan melepaskan ikannya kembali kedalam kolam yang ada dibelakang rumah dekat sawah wak ramat. Ibie masih ingin melihat ikan itu ada didalam toples. Terpikir olehnya kalau seandainya ikan itu mau berbicara kepadanya.
          Ibie menyadari tidak ada yang tidak mungkin. Semua bisa terjadi. Ayahnya telah mengajarkan kepada dirinya untuk yakin dan percaya bahwa segala sesuatu sudah diatur oleh Allah. Tergantung bagaimana kita harus bekerja dan berusaha untuk mendapatkan hal yang terbaik untuk diri kita.
          Beberapa saat kemudian. Ibie dan ayahnya saling bekerjasama menguras air dalam rumah dan membersihkan rumah yang kotor karena banjir. Ibie tidak merasa lelah membantu ayahnya merapikan rumah. Setelah semua kembali bersih dan air telah mulai mengering, Ibie terduduk di sebuah bangku sambil memandangi ikannya yang ada didalam toples.
          Ibie tidak mendengar nenek yang memanggil namanya berulang kali. Ia tertidur dibangku itu. Ayah yang mengetahui ibie tertidur sengaja tidak  membangunkannya. Ia tahu, ibie pasti kecapean karena seharian telah membantunya untuk membersihkan rumah. Melihat hal itu ia tersenyum dan mengusap kepala ibie. Kemudian memindahkannya diatas tempat tidur. Desah nafas ibie sangat panjang.
*
          Ibie terheran-heran, dilihatnya ada seekor ikan yang sedang naik sepeda. Ikan itu mengajaknya untuk berlomba. Dengan kedua siripnya, ikan itu memegang stang sepedanya. Ekornya dengan sangat cepat mengayuh kedua pedalnya. Ibie nyaris kalah dalam perlombaan itu.
          Ikan itu tertawa kepadanya. Kemudian mengajaknya untuk bermain bola, ditanah sawah yang kering. Ibie berlari berusaha menendang bola kegawangnya. Tapi ikan berhasil menghadangnya dan menangkap bola dengan kedua siripnya.
          Saat asik mereka bermain bola, lewat wak ramat dengan kereta bakso bakarnya. Ibie teriak memanggilnya. Dan berlari menghampirinya. Dengan uang dua ribu rupiah yang ada dikantong celananya, ia hanya bisa membeli dua tusuk bakso besar yang kemudian satu buah diberikannya kepada ikan itu.
            Ibie tertawa terbahak-bahak saat ia melihat si ikan kepedasan memakan bakso itu. Wajahnya kelihatan lucu. Sungutnya bergerak-gerak. Kemudian si ikan mengajaknya untuk berenang di dalam kolam. Ibie mencoba menolak karena ia tidak pandai berenang. Tapi si ikan memaksa.
          Ikan itu berkata, “Jangan takut! Nanti akan aku ajari kamu cara berenang.”  Rupanya ikan itu bisa bicara. Ibie sangat senang sekali. Ia mau saja ketika ikan itu mengajaknya menyelam kedalam kolam. Ibie juga heran, ia bisa bernafas di dalam kolam. Si ikan membawanya ketempat yang dalam. Ada sebuah lubang yang besar, dan ikan masuk kedalamnya. Badan ibie tidak muat. Ia terjepit didalam lubang. Ibie meronta-ronta untuk dapat melepaskan dirinya. Tapi tidak bisa. Lubang itu seolah seperti mengecil dan menyempit menghimpit tubuhnya. Ibie berteriak memanggil si ikan. Tapi ikan telah berenang jauh meninggalkannya. Suara teriakan ibie tidak terdengar seperti ada yang tersekat didalam tenggorokannnya. Suaranya nyaris tidak keluar. Kedua tangannya mengepak-ngepak untuk menerobos dalam lubang. Tapi ibie sudah tertinggal jauh terjepit dalam lubang. Ibie ketakutan dan berteriak meminta tolong.
**
Tidak lama kemudian, Ibie dikejutkan dengan suara seseorang yang memanggil namanya.Ia terkejut dan terbangun, saat ada sebuah tangan menggoncang tubuhnya. Ibie melompat dari atas tempat tidur memegang tenggorokannya dan mengusap kedua matanya.
Orang itu tertawa sembari memegang kakinya.
“Bie…Ibie…kamu mimpi apa?” Tanya suara itu yang ternyata adalah ayahnya.
Rupanya saat ia sedang bermimpi  suara teriakan tolongnya keluar dan terdengar oleh ayahnya.
“Ikannya yah.., Ikannya!!” jawab ibie dengan suara yang lemah.
“Iya…Ikannya kenapa?” Tanya ayahnya lagi menepuk-nepuk bahunya.
“Ibie..mimpi bermain sepeda dan main bola dengan ikan itu. Lalu makan bakso wak ramat.” Sambil ia mengusap-ngusap kedua matanya.
“Terus…???” tanya ayahnya berusaha menahan tawa.
“Terus ikan itu mengajak Ibie berenang di dalam kolam. Dan ibie terjepit didalam sebuah lubang.”  Ibie diam sejenak. Lalu Ia melanjutkan ceritanya.
“Ikan itu, meninggalkan Ibie di dalam  lubang. Lalu Ibie teriak memanggilnya. Tapi suara Ibie tidak keluar. dan tiba-tiba ada suara orang yang memanggil Ibie.” Lanjut Ibie sedikit cemberut melirik sang ayah.
Mendengar itu ayahnya tertawa. dan mengusap-ngusap rambut kepala Ibie. Mungkin karena kecapeaan, makanya ibie jadi bermimpi. Dipeluknya ibie dan membisikkan sesuatu kepadanya. Ibie tertawa dan memeluk erat ayahnya. “Ibie juga sayang ayah.” Bisiknya.

Catatan : Cerita ini terinspirasi dari pengalaman nyata rumah yang kebanjiran.
khusus buat anakku Habibie Akbar dan Arief Fhadillah.
Ayah sayang Bibi dan Arief.














         































Popular posts from this blog

“Kata Sambutan Ngunduh Mantu dari pihak Wanita”

Kata Pembuka dan Sambutan dari Pihak Wanita Saat Menerima Lamaran

“Asal Mula Nama Kue Bohong