Tersenyum Saja



“Orang lain tidak akan pernah peduli kepada anda sampai anda peduli kepada orang lain”.

Kata-kata itu saya dengar dari sebuah stasiun radio yang sering menyiarkan program-program yang smart (pintar). Motivasi, Bisnis, Pengembangan diri dsb. Kata-kata itu seperti mengandung kekuatan bagi saya. Jika dimaknai kebenaran dalam kehidupan sehari-hari kita. Hal itu sering kita jumpai
.
Anda dan saya adalah orang yang tidak saling mengenal. Tidak pernah berjumpa. Atau kita pernah berjumpa tapi tidak mau berkenalan. Atau kita sudah saling mengenal tapi tidak mau mengenal kepribadiannya, atau keluarganya untuk lebih dekat. Terlepas dari siapa anda, pria atau wanita. Namun hal yang sering terjadi adalah kita sengaja untuk menjauh dan tidak mau tahu. Atau kita tidak ingin orang lain mengenal kita. Seakan ada beban yang menghimpit  dalam fikiran kita. Mengenal seseorang hanya akan memberi banyak persoalan. Terlebih orang yang tidak kita kenal. Dengan kata lain, kita saling menutup diri. Menyimpan rapat-rapat rahasia diri kita. Tidak mau peduli dan merasakan orang lain. Apakah benar demikian?

Apa yang terjadi seandainya kita hidup di dunia ini hanya seorang diri?

Anda tentu masih ingat, bagaimana kesepiannya Nabi Adam as ketika tinggal di Syurga. Menikmati fasilitas yang serba ada dan lengkap. Apakah Nabi Adam benar-benar menikmatinya? Tidak! Dia tidak bisa menikmatinya. Nabi Adam kesepian. Hidupnya terasa hampa. Terasa ada yang kurang dan belum sempurna. Walau semua keinginannya dengan mudah diperolehnya. Nabi Adam as membutuhkan seseorang. Seorang teman untuk dikenal. Untuk dapat diajak bercerita dan berbagi. Untuk dapat saling peduli dan menjaga. Saling kasih mengasihi dan sayang menyayangi. Baik dalam suka maupun duka.

Nabi Adam pun tersenyum. Keinginannya didengar dan dikabulkan Allah. Hawa pun diciptakan dari sebagian dirinya. Nabi Adam merasa senang. Hidupnya mulai diliputi dan dipenuhi kegembiraan.Bahkan dia rela berkorban demi seorang Hawa. Seorang teman yang baru dikenalnya. Sampai dia harus meninggalkan Syurga yang penuh kenikmatan, untuk bersusah payah di dunia.

Saya tidak bercerita tentang kisah nabi Adam as. Saya hanya ingin mengambil I’tibar, pelajaran, contoh yang berharga dari sebuah pengalaman hidup seseorang yang pernah ada. Bagaimana dengan kita? Masihkah ada senyum yang tersisa di bibir kita. Senyum ketulusan. Senyum persahabatan. Senyum yang penuh dengan segala pengharapan dan kasih sayang.

Untuk tersenyum saja kok susah. Apakah kita orang yang bermasalah? Atau yang sedang dihimpit dengan berbagai masalah. Rasul pernah mengajarkan kepada kita. Tebarkan salam. Perbanyak salam. Dan, senyum adalah sedeqah. Untuk tersenyum sajapun kita sudah mendapatkan nilai pahala sedeqah.

Percayalah dan yakinlah. Ketika anda tersenyum. Saya pasti tersenyum. Persoalannya bukan siapa yang harus memulai tersenyum dan mengucapkan salam. Tapi sejauh mana kepedulian kita untuk selalu menebarkan kebaikan. Memberikan contoh teladan dalam segala tindakan, tingkah laku dan perbuatan kita.

Anda yakin?! Maka mulailah tersenyum. Tebarkan salam. Mulailah membuka diri untuk saling mengenal. Seluruh alam semesta akan tersenyum kepada anda.

Anda boleh mencobanya. Sekarang!

Suara Menara Qalbu (SMQ)   : Syaiful Bahri
catt: 2007


Popular posts from this blog

“Kata Sambutan Ngunduh Mantu dari pihak Wanita”

Kata Pembuka dan Sambutan dari Pihak Wanita Saat Menerima Lamaran

“Asal Mula Nama Kue Bohong