Kisah Raja Ular dan Seekor Ulat

Oleh: Syaiful Bahri


Ular kecil itu sudah menjadi raja. Raja ular. Semua ular yang ada di wilayah kerajaannya takut dan tunduk kepadanya. Titah dan perkataannya menjadi undang-undang yang harus dipatuhi. Siapa yang berani melanggar harus dihukum. Siapa yang melawan ditangkap. Raja ular pun tak sungkan langsung memakannya. Penjara disiapkan untuk-ular-ular yang membangkang. Anak cucu keturunannya di kucilkan, diasingkan, disiapkan sebagai sajian makanan bagi tamu-tamu kerajaan. Mereka disebut sebagai pemberontak dan pengkhianat kerajaan. Raja ular memiliki kekuasan yang luas dan tak terbatas.

Salah satu kesenangan raja ular adalah berburu. Dengan sorot matanya yang tajam dan penciumannya yang liar. Raja ular mampu menangkap buruannya dengan gesit. Ia pun langsung membelit buruannya dan meremukkan tulang-tulangnya. Karena sifatnya yang rakus, raja ular selalu menelan buruannya tanpa mengunyah terlebih dahulu. Perutnya sering terlihat buncit karena penuh makanan. Tapi raja ular tidak pernah mau berbagi. Semua buruan dan makanan yang didapat dikuasainya. Sampai ia pun kadang kepayahan.

Suatu kali saat raja ular sedang berjalan-jalan. Masuk dari satu lubang ke lubang lainnya. Melewati satu pohon ke pohon yang lain. Berjalan dari satu ranting ke ranting yang lain untuk melihat dan mengawasi rakyatnya. Raja ular dikejutkan dengan pengamatannya. Ada ular kecil tapi tidak mirip dengannya. Memakan semua yang dilewati. Hampir sama rakus dengan dirinya. Raja ular pun dibuat terkagum-kagum. Ada ular lain yang mirip dengannya. Sama-sama rakus dan suka memakan apa saja. Bedanya tubuh ular itu kecil, kurus berbintik dan berbuluh. Tidak seperti dirinya besar dan panjang.

“Hai ular kecil perkenalkan dirimu siapa?” tanya raja ular dengan suara keras sedikit pongah karena dirinya sebagai raja merasa tidak dihargai.

Si ular kecil yang di tanyai tidak lantas menjawab. Dirinya terus saja mengunyah dan memakan makanannya. Seakan tidak tahu kalau raja ular sedang bertanya kepadanya.

Geram karena pertanyaannya tidak digubris. Raja ular bersuara lebih keras dan membentak, “Hei Ular budek kecil siapa kau, mengapa ada diwilayah kekuasaanku?”

Hanya menoleh dan sedikit mengangkat kepalanya, ular kecil yang disangkakan ular itu oleh raja ular kembali melanjutkan makannya.

Karena merasa tidak dianggap, Raja ular sangat marah. Matanya terlihat merah dengan sorot matanya yang tajam. Raja ular mengangkat kepalanya siap untuk memakan ular kecil yang lagi asik mengunyah-ngunyah makanannya. Mulunyat terbuka lebar, tampak gigi-gigi runcing yang tajam, buas, menganga menjulurkan lidahnya, tapi tiba-tiba....Raja ular terkejut.

Seekor Ulat yang dikira oleh raja ular sebagai ular kecil yang hampir mirip dengannya, memalingkan kepalanya dengan tatapan mata yang hampir menangis mengeluarkan air mata.

“Siapakah tuan ini yang tega mengganggu kenyamanan hamba yang sedang makan?” tanya si Ulat dengan suara pelan nyaris ketakutan. Aku hanya seekor ulat yang sedang mencari makan di sini. Adakah tuan merasa terganggu?”

“Apa, kamu hanya seekor Ulat. Hah.. ha...ha ha...ha....!!!” Tawa raja ular mencoba menutupi kebodohan dirinya. Siapa yang menyuruhmu memasuki wilayah kerajaanku?” tanya Raja Ular lagi merasa tidak bersalah dengan kebodohannya. Hemm...dasar ular! Tidak pernah mau mengalah. Hihi...

“Aku ada di sini, karena aku sangat kelaparan. Di negeri aku telah ada wabah sehingga aku sulit sekali mencari makan. Aku butuh makanan yang banyak agar tubuh aku tetap sehat dan kuat, saat aku menjalani pertapaanku nanti.” Terang si Ulat kepada raja ular.

“Kau tidak tahu siapa aku? Aku raja ular di sini, raja yang menguasai wilayah ini. Kau harus minta ijin terlebih dahulu kepadaku.” Jawab Raja ular dengan penuh kesombongan.

“Ohh..jadi tuan adalah raja ular di sini?”

“Iya! Baru tahu.” Hmm..guman raja ular terlihat pongah.

“Tapi...saya tidak melihat satu pun para pengawal tuan raja di sini. Saya pun tidak melihat rakyat tuan. Kemanakah mereka semua tuan raja ular?” tanya si ulat kepada raja ular yang suka menyombongkan diri itu.

“Ha..ha..ha...hah.., jadi kau berani bertanya kepadaku, ulat kecil?”

“Iya, tuan raja ular.”

Geram seolah merasa dipermainkan oleh si ulat, Raja ular menunjukkan taring giginya yang runcing kepada ulat, seolah-olah mau menakutinya.

“Hemm..baiklah. Aku tidak butuh pengawal. Aku tidak butuh rakyatku. Mereka semua sudah aku makan.” Jawab raja ular dengan bangga.

“Oh, gitu.”

“Hanya itu saja ucapanmu?’ tanya raja ular kesal.

“Jadi, tuan raja. Aku harus bilang apa? Apakah tuan raja mau mendengar kritikan aku? Aku hanya ulat biasa, rakyat biasa juga. Nanti tuan raja bisa memakan aku sesukanya.” Jawab ulat berusaha untuk tenang.

“Hemm..kau pintar juga ya ulat. Tapi kau sama rakusnya seperti aku. Tubuhmu pun kecil terlihat sangat buruk. Apa kau bisa berubah? Ha.ha..ha..ha...aku ini raja, bisa merubah apa saja.” Terdengar gelak tawa raja ular sangat keras menyombongkan lagi dirinya.

“Baiklah tuan raja ular. Aku terima penghinaanmu. Tapi aku menantangmu, siapa diantara kita yang bisa berubah lebih baik.”

“Hah! Jadi kau menantang aku? Baik. Kapan pun kau mau melawan aku. Aku siap.” Jawab raja ular balik menantang.

“Begini tuan raja ular. Kalau melawan tuan raja untuk berkelahi. Aku pasti kalah. Tubuhku kecil. Tuan Raja ular sangat kuat dengan tubuh yang besar.”

“Ohh..sudah tentu itu. Tubuhmu sudah pasti hancur aku lumat dengan gigiku yang runcing ini.” Desis raja ular.

“Kalau begitu tuan raja ular. Ijinkan hamba ini memakan semua yang ada di sini terlebih dahulu. Dan tuan juga silahkan mau memakan apa saja. Setelah itu mari kita sama-sama melakukan pertapaan tidak makan apapun. Setelah itu siapa yang bisa berubah, dialah yang menjadi pemenangnya.” Jelas si ulat.

‘Oke, aku terima tantanganmu.” Jawab raja ular.

***

Selang beberapa waktu kemudian. Di wilayah kerajaan ular terjadi kehidupan normal. Raja ular sedang bertapa di dalam gua di tengah hutan, tidak mau diganggu oleh siapa pun. Begitu pun dengan si ulat ia bertapa di pucuk-pucuk pohon. Nyaris rakyat di kerajaan ular sedikit bersuka cita karena tidak ada sang raja.

Akhirnya beberapa waktu kemudian. Raja telah berubah. Tubuhnya kelihatan semakin indah. Sisik-sisik kulit tubuhnya terlihat baru. Terlihat cahaya berkilauan dari sisik-sisik kulit tubuhnya. Raja ular sangat mengagumi dirinya. Dengan kulitnya yang baru, ia merasa lebih cantik, seksi dan tampan. Kesombongannya pun semakin bertambah. Perangainya tidak berubah. Ia masih suka merendahkan yang lain. Sifatnya masih rakus, suka memburu, dan memakan apa saja yang ia suka. Melilit dan meremukkan mangsa-mangsanya. Menghancurkan lawan-lawannya. Siapa pun menjadi takut dan menjauh darinya.

Namun berbeda dengan si Ulat. Setelah mengubah dirinnya menjadi kepompong, ia ber-metamorfosis dan berubah menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Dengan warna bulu-bulu yang indah rupa. Bukan hanya sekedar berubah fisiknya. Tapi sifat dan perangainya juga ikut berubah. Tidak sembarang tempat ia datangan. Tidak semua makanan ia makan. Bahkan ia menebar keindahan kemana-mana. Membawa kebahagian bagi siapa pun yang melihatnya. Semua orang ingin mendekatinya.

***

Alhamdulillah...selesai juga tulisannya.. Karena momennya lagi di penghujung Ramadhan 1441 H. Kita ambil pelajaran dan hikmah dari kisah Raja Ular dan Ulat itu ya.

Moga puasa kita di Ramadhan tahun ini mempu membawa perubahan dalam diri kita kepada banyak hal yang lebih baik. Amin..semoga Allah meridhoi kita semua.

Suara Menara Qalbu

By: Syaiful Bahri

29 Ramadhan 1441 H / 22 Mei 2020 M


Popular posts from this blog

“Kata Sambutan Ngunduh Mantu dari pihak Wanita”

Kata Pembuka dan Sambutan dari Pihak Wanita Saat Menerima Lamaran

“Asal Mula Nama Kue Bohong