CORONA BUKAN MARCONA


By: Syaiful Bahri

Ingat! Ini tidak main-main. Tapi sebuah peringatan. Juga ada upaya pencegahan. Bukan canda-candaan. Simpan dulu tawamu. Tahanlah rasa rindu itu
.
Hari ini aku kedatangan tamu, kakak sepupuku. Puluhan tahun sudah tidak bertemu, karena ia tinggal di kota lain, di propinsi yang berbeda. Awalnya aku tidak lagi mengenalnya, mungkin karena usia yang terus bertambah, wajah pun mulai tampak tua. Makin banyak kerutnya. Tapi semangatnya tidak pernah berubah untuk berkunjung kesanak saudara.

Sudah lama tidak berjumpa. Sebagai adik yang relatif lebih muda dan tradisi lama, aku menyalaminya tanpa berpikir apa-apa. Hanya aku tidak memeluk ciumnya. Kami pun duduk di ruang tamu melanjutkan cerita. Kutinggalkan laptop yang sedang menyala. Kupasang wajah tawa dan ceria menyambut hangat dirinya.

“Sudah hampir seminggu kakak  ada di sini,” awal ceritanya. Ada pesta pernikahan. Makanya kakak datang kemari.”

Dengan tersenyum aku mencandainya, upaya menepis kekhawatiran dan perasaannya tentang maraknya berita wabah virus Corona.

Ia pun bercerita, “Saat kakak naik bus, kami disemprot. Bangku-bangku yang ditinggal penumpangnya kemudian disemprot juga. Dan jarak duduk dibatasi satu sama lain.”

Aku pun mengerti maksudnya. Ada upaya pencegahan dari pihak angkutan untuk melindungi penumpangnya dengan menyemprotkan cairan disinfektan ke busnya. Dan mengikuti anjuran untuk menjaga jarak antara satu penumpang dengan penumpang lainnya yang ada di dalam bus.

Hanya rasa rindu yang sulit ditahan. Kakak sepupuku pun juga bercerita, kedatangannya di sambut suka cita penuh kegembiraan dan kehangatan di acara pernikahan.

Ia pun berkata; “Eh, Jangan peluk cium aku, aku bawa Corona!”

Ia berusaha menghindar dari semua saudara-saudaranya yang ingin menyalami, mencium dan memeluknya. Namun katanya lagi, walaupun ia sudah berusaha menghindar ingin mencuci tangan dan berganti baju dahulu. Mereka tetap memeluk, mencium dan menyalami. Katanya rindu.

“Coba, saat kakak mengatakan, jangan peluk cium aku. Aku membawa Corona. Mereka semua tertawa.” Ulang kakak sepupuku menatapku.

Kakak sepupuku ini singel parent. Suaminya telah meninggal hampir 25 tahun yang lalu. Awalnya ia ada di daerah dan kampung yang sama dengan kami. Dia adalah kakak tertua dan memiliki bebarapa orang adik di kampung. Kedatangannya memang sangat diharapkan oleh adik-adiknya. Namun ia pun mengatakan tidak tahu kalau wabah Corona di sini beritanya lebih seram dari tempatnya. Jika pun ia tahu, pasti kedatangannya akan ditunda. Sekarang, acara pesta pernikahan pun sudah dilarang. Karena mengumpulkan banyak orang.

Topik dan cerita kami pun beralih tentang Virus Corona, yang penularannya sangat cepat. Ada upaya untuk menepis kecemasan dan kekhawatiran tentang kedatangannya. Namun rasa sayang, dan persaudaraan memang tidak bisa dipisahkan. Rasa kebersamaan dan saling menjaga perasaan tetap selalu ada. Walau pun ditengah pembicaraan, kakak sepupuku terlihat terbatuk berulang kali. Hingga aku pun menyeletuk, “Wah kalau kami dan saudara-saudara lain terkena Corona, kakaklah penularnya.” Guyonku sambil tertawa kecil.

Ia pun menyambut, “Kalau orang-orang itu bilangnya bukan Corona tapi Marcona.”

“Kasihankan si Marcona yang penjual jamu itu.” Katanya sambil tertawa.

Aku pun jadi teringat kepada tiga orang pasien positif Corona yang pertama kali ada di Indonesia, Pasien 01, 02 dan 03 yang sudah dinyatakan sembuh dan melakukan konprensi press di media televisi. Mereka mendapat hadiah jamu dari Presiden Jokowi.

Hemm..jamu bukan Marcona. Marcona penjual jamu di kampung kami. Corona bukan Marcona. Tapi mengapa setelah jamu diberikan, Virus Corona tetap menular kemana-mana? Saat tulisan ini aku buat, udah lebih dari 1000 pasien positf di Indonesia.

Sampai kapan wabah ini berakhir? Hemm...jangan tanya Marcona ya.

Doakan saja aku, kakak sepupuku, mamakku, juga saudara-saudaraku. Sehat selalu. Karena aku telah memeluk ciumnya saat pergi.

Semoga badai wabah ini cepat berlalu.

Suara Menara Qalbu (SMQ)
27 Maret 2020/ Syaiful Bahri






Popular posts from this blog

“Kata Sambutan Ngunduh Mantu dari pihak Wanita”

Kata Pembuka dan Sambutan dari Pihak Wanita Saat Menerima Lamaran

“Asal Mula Nama Kue Bohong