“Berbagi 1 Miliar”

Oleh: Syaiful Bahri
“1 Miliar…?”

Ngebayanginya aja aku enggak pernah, apalagi melihat uang sebanyak itu.  Ini hanya akal-akalan saja si pemberi uang kepadaku. Zaman sekarang ini mana ada pemberian secara gratis. Ujung-ujungnya pasti ada maunya.


Aku tidak mengenal orang itu. Tiba-tiba saja dia datang. Menanyakan namaku dan pekerjaanku. Awalnya orang itu hanya tersenyum memandangku. Karena ada orang yang tersenyum kepadaku, maka aku juga membalas senyumannya. Hingga akhirnya kami pun berkenalan. Singkat cerita sebelum ia pergi meninggalkan aku. Ia titip kepadaku satu pesan kata singkat, “Tolong, bagikan uang itu”.

Seminggu lamanya aku kepikiran terus. Aku masih belum mempercayainya. Ada orang tersenyum, kemudian berbincang dan kenalan, lalu kasih uang kepadaku 1 miliar. Wow… pantastis sekali. Siapa aku?? Aku bukan orang terkenal. Bukan pejabat atau pemilik suatu perusahaan atau tokoh masyarakat, apalagi tokoh politik. Juga bukan pemilik yayasan amal. Aku lebih sering disebut sebagai seorang Bintang Kejora, seseorang yang kadang kerja kadang ora (tidak). Aku juga bukan lulusan sarjana. Atau seorang ahli  yang pandai mengelola keuangan.

Ditengah ketidak percayaanku. Aku teringat pesan terakhir yang disampaikan orang itu.  Orang tersebut hanya meminta kepadaku agar membagi uang itu. Aku hanya diminta untuk membagi saja. Bukankah begitu?  Pikirku sendiri dalam hati. Hemm…aku mulai bisa tersenyum. Aku bangga karena aku telah dipilihnya. J

Tidak mau menunggu lama-lama. Aku menjemput dan mengambil uang 1 miliar yang diberikan kepadaku. Aku terkejut melihatnya. Uang itu sangat banyak dalam tas yang cukup besar. Aku keberatan mengangkatnya. Uang ini akan kusimpan terlebih dahulu di tempat yang aman. Sempat aku terpikir, kalau-kalau uang ini, uang hasil korupsi.

Aku tidak mau pusing dari mana asal uang itu. sekarang aku merasa tiba-tiba saja menjadi seorang Miliader. Aku menjadi orang kaya. Aku bisa membuat apa saja dengan uang itu. Bisikan-bisikan nafsu mulai datang kedalam pikiran dan hatiku. Aku mulai tidak bisa tidur dengan tenang. Kalau-kalau saja ada maling atau perampok yang masuk kedalam rumahku. Dan mengambil uang-uang itu. Aku gelisah sepanjang malam. Uang sebanyak itu telah menjadi beban buat diriku. Aku menjadi ketakutan. Perasaanku menjadi cemas. Aku mulai berkeringat dingin bila terdengar suara gemeretak ranting-ranting kayu dibelakang rumahku. Oh, Tuhan. Apa yang sedang terjadi dengan aku?

Tiba-tiba aku terbangun, nafasku tersengal-sengal. Nyesek di dada. Aku bermimpi. Terbangun ditengah larut malam bersamaan udara yang sangat dingin. Aku bangkit dan berlari ketempat aku menyimpan uang-uang itu. Perasaanku mulai tenang. Setelah melihat uang-uang itu masih ada ditempatnya.  Uang-uang itu telah membuat aku gila. Aku harus cepat membaginya.  Secepat langkahku  mengambil wudhu dan munajat kepada-Nya.           ” Ya, Allah… tolong hambamu yang lemah ini. agar dapat menjalankan amanah yang diberikan kepada hamba”. Aku tidak mau perasaan itu terulang lagi. Harta dan kekayaan sering kali merubah sifat seseorang.

*
Aku berpikir kepada siapa uang-uang itu, aku berikan? Untuk apa uang itu digunakan? Aku mau uang itu benar-benar memberi manfaat. Sambil melirik kearah sepeda motorku yang sudah tua. Aku tersenyum. Aku beli saja sepeda motor yang baru. Lagian sepeda motorku sudah sering mogok. Dengan uang sebanyak 1 miliar ditanganku, rasanya membeli sebuah sepeda motor sangatlah mudah. Mobilpun aku bisa membelinya. Sembari senyum-senyum sendiri, bisikan itu datang lagi. Ah,syoknya aku.

“Assalamu’alaikum….” Tiba-tiba pagi itu aku dikejutkan dengan suara seseorang yang mengucapkan salam dari depan rumah. Wajah bu ratih muncul dihadapanku sambil menggendong anaknya yang berusia 3 tahun. Tampak raut wajahnya yang sedih menghampiriku. Terdengar pelan aku menjawab salamnya.

“Om…tolong pinjamin saya uang. Bapaknya anak-anak udah seminggu merantou, belum ada kiriman uang. Anak-anak mau ujian sekolah, uang sekolahnya belum dibayar”, kata bu ratih tanpa basi basi.
Aku sejenak terdiam. Terbayang disaat tak punya kerja, harus membayar dabel uang sekolah anak yang mau ikut ujian. Aku juga bingung kemana harus mencari uang.

“Berapa yang dibutuhkan, Bu..?” tanyaku.

“Cukup?!”

Mulut bu ratih ternganga dengan pertanyaanku yang spontan. Ketika bu ratih menyebutkan 200 ribu rupiah. Katanya untuk tunggakan uang sekolah anaknya 4 bulan yang kelas 1 SMP. Aku menyadari kalau ucapanku membuat bu ratih sedikit terkejut, seakan uang yang ia sebutkan terlalu kecil bagiku. Hem..mungkinkah ini pengaruh uang 1 miliar yang aku miliki sekarang. Hehe… aku tidak menyebutnya sebagai kesombongan tapi itu spontan karena niatanku yang ingin langsung membantu bu ratih. Apakah uang itu cukup? Bagaimana dengan biaya hidupnya yang lain? Dengan empat orang anak.

Aku sangat mengutamakan pendidikan. Jangan sampai seseorang putus sekolah karena ketiadaan biaya. Kasihan masa depannya. Kemarin aku membaca di running teks salah satu tv swasta ditanggal 24/12/2016, Pemerintah menyebutkan ada sekitar 35,9 persen anak putus sekolah karena ketiadaan biaya. Aku jadi membayangkan anak-anak yang menjadi relawan mengatur kemacetan di belokan jalan. Seribu dua ribu mereka diberi atas jasanya itu, oleh para supir yang baik hati. Mereka anak-anak yang putus sekolah. Informasi itu aku dapat dari salah seorang diantara mereka. Duh, sedih aku mendengarnya.

Bu ratih kembali dengan tersenyum. Saat aku memberikan uang satu juta rupiah tanpa perlu dikembalikan. Ketika aku mengatakan kepadanya agar melunasi semua uang sekolah anaknya. Sambil mengatakan, “Saya lagi dapat rezeki”. J

Aku risau. Ngebayangin Bu ratih-bu ratih yang lainnya. Bagaimana mereka mengatur dan memenuhi kebutuhan keluarganya dengan penghasilan minim yang diberikan oleh suami mereka. Atau para orang tua yang tidak memiliki penghasilan tetap sama sekali. Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap nasib masa depan anak-anak mereka? Pemerintah? Dimana pemerintah? Begitu banyak persoalan yang harus mereka selesaikan dan hadapi. Harapan mereka tentu untuk bisa mensejahterakan rakyatnya. Tapi kasus-kasus seperti ini sangat banyak. Masyarakat butuh pekerjaan. Agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak. Membesarkan anak-anak mereka dan bisa memberikan pendidikan.

Lalu untuk apa uang yang aku miliki sekarang ini? Tidakkah 1 miliar terlalu sedikit bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki uang miliaran rupiah bahkan hingga triliun. Untuk apa uang sebanyak itu buat mereka? Ah, kepalaku sedikit pening. Untuk apa aku memikirkannya. Lebih baik aku segera membagi dan mencari orang-orang yang tepat dan layak untuk menerima uang-uang itu. Mereka yang bijak menggunakannya untuk hal-hal yang produktif bukan konsumtif.

Apakah perlu aku membuat pengumuman dan memasang iklan di media cetak atau elektronik tentang niatku yang akan membagi-bagi uang ini. Tapi kalau dipikir uangnya malah berkurang untuk biaya pembuatan dan pemasangan  iklannya. Kan sayang. Atau aku buat saja sebuah event atau acara untuk mencari orang-orang yang pintar dan berbakat dalam sebuah bidang usaha. Lalu aku beri uang-uang ini kepada mereka. Lagi-lagi aku berpikir, aku harus bayar si pembuat acara dan orang-orang yang menyeleksi mereka. Kan sayang juga, uang jadi berkurang nanti, enggak sampai  langsung ke yang membutuhkan. Ada banyak cara yang aku pikirkan agar uang-uang itu sampai kepada yang membutuhkan. Sampai-sampai kepikir olehku seperti caranya RobinHood. Hehe…

Sampai akhirnya aku berpikir untuk membagi uang 1 miliar ini menjadi 5 kategori peruntukan. Dalam kelima kategori itu ada yang paling periotas dan diutamakan. Diantaranya adalah biaya pendidikan dan usaha produktif. Aha! Aku jadi tahu kemana uang-uang itu harus aku bagikan. Kalau anda mau tahu kemana saja uang-uang itu aku bagikan. Tunggu ya, sampai aku jumpa dengan orang yang akan memberi aku 1 Miliar.
 :D
Baca juga: DO IT NOW

Oleh: Syaiful Bahri
Suara Menara Qalbu (SMQ) – Mengasah Hati dan Empati
Teruslah Belajar dan Tetaplah Tersenyum




Popular posts from this blog

“Kata Sambutan Ngunduh Mantu dari pihak Wanita”

Kata Pembuka dan Sambutan dari Pihak Wanita Saat Menerima Lamaran

“Asal Mula Nama Kue Bohong